Kamis, 12 Februari 2009

Mimpi-mimpi Turnamen Nasional Mendatang


Jakarta, 12 Februari 2009. Mulai dari “mimpi mimpi” saya untuk kedepan Indonesia akan memiliki sekitar 450 turnamen nasional. Mimpi ini sudah ada sejak tahun 1990 sewaktu duduk sebagai Manajer Program Pertandingan PB Pelti .

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah mungkinkah ? Semua pihak akan menjawab
“ tidak mungkin “, atau “sangat tidak mungkin “. Kenapa demikian ?
Bagi masyarakat yang tidak peduli akan pertenisan cukup melontarkan ketidak senangannya atas rencana yang sangat fantastis tersebut, tidak merasakan dambaan bagi petenis yunior dimana saat ini sebagian besar petenis senior sudah mulai merasakan nikmatnya dalam kehidupan di pertenisan. Makin banyak turnamen bagi petenis diatas usia 18 tahun sudah sangat berbahagia sekali dengan adanya turnamen turnamen berhadiah jor joran mulai dari Rp. 75 juta sampai dengan Rp. 500 juta.
Sebagai contoh, betapa indahnya Dewi Fortuna (nama petenis) yang bisa menikmati uang dalam waktu kurang dari 1 jam bisa menghasilkan Rp. 728 ribu. Hal yang sama untuk petenis putra diturnamen ini bisa menikmatinya Rp 790 rb jika kalah dibabak pertama. Ikut babak utama turnamen Cigna Open 2009 di Hotel Sultan Jakarta, kalah dibabak pertama sudah bisa menikmatinya. Begitu juga sosok Christopher Rungkat diakhir tahun 2008 karena ikut Masters Indonesia keluar sebagai juara bisa mengantongi lebih dari Rp. 100 juta. Fantastik sekali diusia 18 tahun saat itu bisa menikmati uang sebesar itu.

Tetapi dasar pemikiran saya masih ada kemungkinan, asal semua pihak baik rekan rekan Pelti di tingkat Provinsi dan Kota/Kabupaten maupun Klub klub tenis menyadarinya dan ikut berperan serta.
Saat ini ada 33 Pengurus Provinsi Pelti diseluruh Indonesia, dan 483 kabupaten dan kotamadya diseluruh Indonesia. Dari jumlah kepengurusan ini, saya melihat ada peluang besar jika setiap Pelti memiliki 1 turnamen nasional. Berati lebih dari 400 turnamen. Apakah lapangan tenis sudah tersedia di daerah daerah tersebut. Saya yakin sekali ditingkat kabupaten dan kotamadya sudah ada lapangan tenis, baik itu peninggalan Belanda ataupun yang baru dibangunnya.

Tetapi yang membuat kaget juga, datang berita kalau satu turnamen nasional yunior (Puputan Junior) di Bali minta absent tahun ini karena ada kesibukan Kejurda. Apakah ini akan mengganggu mimpi mimpi tersebut ? Mudah mudahan tidak, karena secara diam diam saya sudah menjalin dengan orangtua di Bali untuk adakan turnamen nasional. Langkah pertama adalah mencari sponsor dulu baru mereka akan kontak saya. Begitu juga Bakrie Group melalui Tony Sangitan sudah merencanakan 2 turnamen nasional di Jawa Tengah dan DIY. Disamping itu pula akan digarapnya di Medan dan lain lain kota di Sumatra. Maluku yang sudah cukup lama tertidur walaupun saat ini Pelti Maluku dikomado oleh mantan petenis top Maluku, terdengar mulai mencari solusi untuk ada turnamen nasional. Kalau melihat adanya semangat dari luar Pelti dan rekan rekan Pelti maka saya sangat optimis jika akan ada kecendrungan kenaikan aktivitas turnamen di Indonesia mulai menyebar. Yang jadi pertanyaan adalah Sulawesi, karena baru Sulawesi Utara dan Selatan yang ada kegiatan turnamen nasional/internasional. Ini tunggu waktunya saja.
Agar mimpi mimpi ini terwujud, kita harus bisa melihat kendala kendala yang ada selain DANA yang merupakan cerita klasik.
Mulai dari internal problem. Saya melihat dilapangan selama jalan jalan keluar kota, banyak pihak belum tahu bagaimana memulainya. Sedangkan induk organisasi didaerah tersebut juga belum mendukungnya terutama memberikan solusinya. Saya sering minta kepada rekan rekan didaerah jika duduk dalam kepengurusan Pelti setempat agar tidak menjadi penghambat, tetapi justru sebagai motivator bagi pelaku pelaku tenis diwilayahnya. Saya sendiri baik secara pribadi maupun dalam kapasitas di Pelti akan sangat membantu jika ada yang alami kesulitan. Begitu juga permasalahan dana yang bisa diatasinya dalam pemecahannya. Bukan berarti saya bisa carikan dananya karena saya sendiri bukan sinterklas

Tidak ada komentar: