Selasa, 30 Juni 2009

Ramainya Senayan demam PON Tenis

Jakarta, 30 Juni 2009. Pekan Olahraga Nasional Tenis 2009 berlangsung cukup meriah karena repons peserta baik dari daerah maupun Jakarta cukup besar sehingga membuat suasan lapangan tenis Gelora Bung Karno sudah berubah seperti festival saja. Dari pagi bahkan sampai larut malam membuat keceriaan bagi penggemar tenis di Jakarta.

Bukan berarti kesibukan peserta maupun penyelenggara akan berkurang dengan makin lancarnya turnamen. Saya sendiri sudah menduga akan banyak sekali ketidak puasan peserta atas status peserta. Ini akibat conflict of interest beberapa pelaku tenis di lapangan dengan memudahkan semua cara agar bisa ikut turnamen dengan dalih pembinaan. Begitu mudah mengatakan demi pembinaan tetapi lupa kalau cara cara yang dilakukan juga sudah melupakan tata cara pembinaan. Nah, yang jadi pertanyaan adalah apakah motip dari pelaku pelaku tenis khususnya kelompok umu alias yunior ini. Tentunya saya sendiri bisa menjawabnya, hanya kalau saya ungapkan disini,so pasti akan ada yang berteriak. Sedangkan saya mau agar PON Tenis sukses selalu.

"Kita sekarang mangajak atlet agar sportip tetapi pembinanya sendiri bertindak tidak sportip." Inilah masalah klasik sebenarnya, dengan memanfaatkan kemudahan kemudahan yang bisa didapat sehingga buat pusing pelaksana.
Saat inimasing masing pelaksana ada penanggung jawabnya. Jika ada pemasalahan maka akhirnya datang juga kepada saya untuk minta pendapat. Tetapi kalau sudah dilaksanakan ada kesalahan maka sulit dicegah lagi.
sebagai contoh adanya petenis yang ikut beregu tetapi ikut diperorangan dikelompo yang berbeda. Ini tidak boleh, akibatnya peserta tersebut kena diskualifikasi.

Gelora Bung Karno Dibenahi Lebih Cantik

Jakarta, 29 Juni 2009. Lapangan tenis Gelora Bung Karno di Senayan Jakarta mulai membenah diri sehingga bisa memadai digunakan sebagai pusat olahraga tenis. Ada 8 lapangan outdoor dengan permukaan lapangan keras dan 12 kapangan dengan permukaan gravel( red clay). Lapangan keras awalnya adalah lapangan rebound ace menjelang Pekan Olahraga Nasional (PON) Tenis 2009 dibongkar permukaannya diganti dengan bukan rebound ace. Ditambah dengan peningkatan kualitas lampu, termasuk lampu di lapangan gravel.
Hari ini ketemu teman lama karena sempat sama sama menjadi Pengurus Besar Pelti era Moerdiono sebagai Ketua Umum. Yaitu Rildo A Anwar SH yang sekarang telah menjabat sebagai Sekretaris Menteri Sesneg. Dulu saya kenal sebagai Humas PB Pelti 1986-1990.

Tahun 2009 banyak perubahan dilakukan oleh pengelola Gelora Bung Karno yang juga dibawah pengawasan Sesneg RI. Keinginannya agar Lapangan tenis Gelora Bung Kanro kembali berjaya seperti beberapa,puluh tahun silam.
"Dulu kita semua mulai dari Senayan, kenapa sekarang jadi sepi." ujarnya disela sela Pekan Olahraga Nasional Tenis 2009. " Saya main tenis dilapangan 5 dan 6 sudah siap latihan pukul 14.00. Belum lagi kalau mau ikut kejurnas di Malang." kenangnya disampaikan kepada saya, Tintus Wibowo dan Christian Budiman didampingi Ketua Unit Lapangan tenis Gelora Bung Karno H Tubani dan dr. Susan dari Sesneg.

Keinginan besarnya agar Lapangan tenis Gelora Bung Karno agar bisa kembali berjaya seperti beberapa puluh tahun silam diungkapkan dengan memperbaiki fasilitas yang ada. Disamping lapangan, tempat duduk di tribun stadionpun diganti dari kayu menjadi kursi lipat plastik yang lebih bagus.

Senin, 29 Juni 2009

Yunior dan Veteran Sama aja kelakuannya

Jakarta, 28 Juni 2009. Jika di turnamen tenis yunior sering muncul isu masalah catut umur sudah bukan hal yang luaaar biasa. Tentunya semua akan mengatakan sama seperti saya. Tetapi ternyata juga kasus catut umur juga sering terjadi di kelompok veteran . Saya sendiri tidak heran kalau mendengar hal ini.

Kali ini diPekan Olahraga Nasional Tenis 2009 hal ini juga terungkap karena aturan yang digunakan adalah usia peserta baik putra maupun putri adalah berusia minimal 50 tahun. Dan jika bertanding ganda putra ataupun ganda putri maka jumlah usia harus 110 tahun.

Saat pertandingan antara tim veteran Bangka Belitung melawan Maluku, muncullah protes datang dari tim Maluku, minta dicek kembali usia tim Bangka Belitung. Ternyata benar dugaan usia tidak benar, karena masih dibawah 50 tahun.

Ada saja ulah rekan petenis veteran di Indonesia, entah motipnya apa, sehingga senang sekali bahkan bangga bisa memalsukan usianya. bahkan mantan petenis nasional pun pernah lakukan hal ini disaat masuk kekelompok veteran

Capek, Tunggu sampai malam

Jakarta, 28 Juni 2009. Teringat pula sewaktu pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XVII tahun 2008 di Balikpapan. Pertandingan baru bisa diselesaikan sampai pukul 14.30, karena mengejar waktu akibat dari tidak bersahabatnya cuaca di kota Balikpapan.
ali ini di Senayan, karena banyaknya pertandingan mulai dari Mini Tenis, Kelompok Umur 14 tahun , kelompok Umur 16 tahun ,Kelompok Umum dan Veteran sehingga semalam setelah pembukaan PON Tenis maka pertandingan kelompok umur 14 tahun berlangsung sampai pukul 24.05, antara tim Jaw Barat dan Kalimantan Selatan putra. Bisa dibayangkan panitia harus menunggu sedangkan lainnya sudah pada pulang istrahat.
Setelah itu pulang kerumah dan tiba pukul 01.00.

Apakah tetap di PON Tenis 2009 akan terjadi terus pertandingan sampai larut malam, kelihatannya bisa saja karena jumlah pertandingan jauh lebih banyak difasilitasi di 20 lapangan tenis GOR Bung karno Jakarta.
Yang menjadi masalah penyelenggara harus bisa selesaikan pertandingan ini hanya dalam 9 hari sedangkan PON 2008 diikuti hanya oleh 12 daerah. Kali ini untuk tim putra KU 14 tahun diikuti 20 daerah. Bisa dibayangkan, penyelenggara harus bisa berusaha agar semua dilaksanakan dengan lancar. Ini dibutuhkan kelihaian dan kerjasama yang tepat. Tetapi saya sendiri yakin jika punya niat baik maka semua permasalahan akan cepat diselesaikan.
Melihat betapa anthusiasnya peserta dari berbagai daerah yang menikmati suasana PON Tenis ini lebih meriah dibandingkan PON PON selama ini karena disekitar lapanganpun ada bazaar dimana kebutuhan perut juga bisa difasilitasi oleh penyelenggara.

Buat Aturan Tapi Tidak Untuk Dilanggar

Jakarta, 27 Juni 2009. Godaan atas kebijakan yang selama ini diterapkan dan ditertibkan muncul disaat pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) Tenis 2009. Datangnya dari pelatih tenis Bunge Nahor kepada saya yang di PON Tenis sebagai wakil koordinator pertandingan Panpel. Masalahnya sebelum PON , saya sibuk dengan membuat aturan aturan yang akan digunakan di PON Tenis ini. Kali ini hanya karena tim PON Tenis Sulawesi Utara kekurangan petenis Veterannya maka saya diundang untuk mengisis kekurangannya.
Saat itu sedang ada rekan Sekretaris Umum KONI Provinsi Kepulauan Riau bersama Albert Wuysang Sekretaris Pengprov Pelti Sulawsi Utara dan Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti Johannes Susanto, Bunge Nahor menawarkan agar saya bisa ikut karena dalam tim Veteran Sulut semuanya berusia dibawah 60 tahun ,sehingga tidak bisa ikut kompetisi dalam PON Tenis 2009.
Melihat tawaran ini, sayapun dengan bergurau menyampaikan mau ikut tetapi menanyakan berapa berani bayar saya. " Kitakan harus profesional, berapa berani bayar ?" ujar saya sehingga yang lainnya ikut tertawa. Langsung Johannes Susanto dengan kencang sampaikan kalau rekan rekan yang direkruit tim Sulut itu berasal dari Jakarta. " Kalau Togap tidak boleh ikut. Tapi kalau Opa Ferry boleh saja." ujar Johannes menambah keruhnya masalahnya. Karena saya tahu kalau ini hanya guyonan maka ikut juga tertawa.
Andaikan saya diminta ikut, tentunya tidak memenuhi persyaratannya. Yaitu harus mempunyai Kartu Tanda Anggota Pelti dengan domisili di Manado. Sedangkan saya sudah punya KTA Pelti dengan domisili di Jakarta. Harus dibuat lagi perpindahan KTA Pelti sesuai dengan aturan PON Tenis 2009. Ada aturan mutasi.
Jika saya ikut, tentunya saya sudah melanggar aturan yang saya ikut buat. Disinilah masalahnya, dan dalam hatipun saya tahu kalau saya tidak boleh ikut. Hanya karena ingin bercanda kepada rekan Bunge Nahor maka sayaopun memberikan harapan kepadanya.

Memang di PON Tenis 2009, banyak masalah muncul dimana sayapun diminta bantuan untuk memecahkan permasalahnnya termasuk masalah KTA Pelti sebagai salah satu persyaratan keikut sertaannya. Berbagai macam persoalan disuatu turnamen selalu timbul permasalahan yang disebabkan karena berbagai cara dan macam pandang membaca peraturan peraturan yang sudah dibuat rapi tetapi karena masing masing pihak memiliki conflict of interest maka memicu permasalahannya. Begitulah yang sering saya alami melihat prilaku teman teman di tenis Indonesia. Dimana masing masing menggunakan dalih demi pembinaan sehingga berbagai carapun dilakukan walaupun jelas jelas melanggar aturan yang sudah dibuat sedemikian rapi. Saya hany melihat dengan gampang saja jika ingin memutuskan sehingga memberikan jawaban akhir. Inilah seninya di pertenisan Indonesia, jika tidak tabah dan tekun maka setiap saat akan dirongrong oleh kepentingan pribadi masing masin pihak.
Saya sendiri selama ini membiarkan masing masing pihak mempertahankan argumennya sehingga tidak bisa memberikan kesimpulan, akibatnya akan larinya kepada saya meminta pendapat.

Sabtu, 27 Juni 2009

Kenapa Gunakan Nama PON

Jakarta, 27 Juni 2009. Pekan Olahraga Nasional Tenis 2009 dibuka dengan sambutan cukup meriah dengan keikutsertaan petenis dari 28 Provinsi di Indonesia. tetapi disela sela kedatangan tamu dari Komite Olahraga Nasional Indonesia , muncul suatu pertanyaan yaitu "kenapa gunakan nama PON."
Ini pertanyaan cukup menarik juga karena asumsi selama ini Pekan Olahraga nasional itu adalah multi event.Mendapatkan pertanyaan ini saya pun mulai berdiplomasi dengan cara sedikit kurang serius agar tidak timbul ketegangan saja.
"Ya, PON Tenis juga multi event yaitu event mini tenis, event kelompo yunior, event kelompok senior dan event veteran." Tetapi saya jelaskan juga kalau kita mau melihat secara positip adalah agar kegiatan ini ditiru juga oleh cabang cabang olahraga lainnya. sehingga olahraga di Indonesia bisa mempersiapkan diri setiap saat.
Kemudian sayapun ceritakan kalau saat MUNAS Pelti, daerah menyampaikan keinginan ikuti PON. Selama ini peserta PON untuk cabang olahraga tenis hanya 12 daerah saja sedangkan daerah lainnya tidak bisa ikut. Cukup banyak daerah yang sudah berkali kali tidak bisa ikut PON. Maka saat ini suasana PON bisa dirasakan oleh atlet usia dini sampai yunior. "Ada kebanggaan atlet daerah bisa merasakan suasana Pekan Olahraga Nasional."

Kegiatan ini ternyata mendapatkan dukungan dari KONI Provinsi. Buktinya hari ini saya bertemu dengan petinggi KONI Provinsi seperti Ketua Harian KONI Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam, Sekretaris Umum KONI Provinsi Kepulauan Riau, Ketua Harian KONI Provinsi Maluku. Bahkan saya dengan ada juga KONI Provinsi Kalimantan Selatan. KONI Provinsi tersebut ikut mendanai tim provinsi tersebut. Bahkan Sekretaria Umum KONI Provinsi Riau menyempatkan diri bertamu dikantor PP Pelti. "Kami memaksakan kepada Pengprov Pelti Kepri untuk kirimkan tim yunior." begitulah ungkapan yang disampaikan, karena selama ini Pengprov Pelti Kepri itu sangat tidak aktip.

Sore hari saya dikejutkan dengan berita langsung dari rekan Medizon dari Riau kehilangan satu tas beserta laptop, paspor dan lain lainnya sewaktu bersembahyang di mushola lapangan tenis Gelora Bung Karno. Begitu juga berita lainnya ada yang hilang telpon seluler ditempat yang sama. Ini keteledoran yang sulit mau disalahkan kepada siapa.

Bikin Naik Darah Juga

Jakarta, 26 Juni 2009. Kesibukan persiapan Pekan Olahraga nasional (PON) Tenis yang akan dibukan besok 27 Juni 2009 membuat badan penat dan bahkan bisa membuat darah bisa meningkat jika ada sesuatu yang bisa menyinggung hati. Maklum hal seperti ini sering terjadi didalam kehidupan sehari hari. Hari ini disaat klarifikasi status atlet yunior Provinsi Papua Barat saya sudah ketahui mempunyai masalah sehingga sewaktu saya tenyakan ke petugas yang menerima pendaftaran. Permasalahan yang ada adalah memudahkan semua aturan yang jauh jauh hari sudah disiapkan dan bahkan diberitahukan. Dalam daftar nama petenis KU 14 tahun ada 3 petenis yang sepengetahuan saya berdomisili di Bandung dan bahkan memiliki Kartu Tanda Anggota Pelti dengan alamat Bandung. Aturan yang telah dibuat adalah , petenis tersebut haru mengajukan surat ke Pengprov Pelti asalnya minta persetujuannya. Kemudian diajukan ke Pengprov baru dan ke PP Pelti minta pergantian KTA Pelti dengan domisili baru.

Saya sebenarnya sudah jelaskan kepada Eddy Budoyo bersama rekannya bahwa aturan mainnya seperti diatas, tetapi terlihat seperti mau menyepelekan, bahkan ada kecendrungan minta pengasihan. Hal seperti ini saya tidak setuju sekali. karena kadang kala pengurus itu yang terlalu memanfaatkan kelemahan hati orang. "Saya tidak suka petenis itu minta kasihan. Apalagi katakan sudah datang jauh jauh supaya bisa main dengan melupakan aturan yang sudah diberitahukan sebelumnya." Bahkan saya katakan sebagai pengurus induk organisasi haru s mengikuti aturan yang telah dibuat. "Terus terang selama ini atlet diminta untuk sportip tetapi pembinanya justru tidak sportip." begitulah saya sampaikan kepada mereka ini. "Saya hanya mau jalankan aturan yang sudah dibuat."

Kemudian salah satu anggota tim Papua Barat mengatakan kalau selama ini tidak ada perhatian dari PP Pelti. Langsung sayapun berbicara agak keras sebagai taktik saya menjinakkan mereka. "Jangan katakan tidak ada perhatian dari Pelti pusat. Waktu itu pelantikan pengprov Pelti dilakukan oleh Ketua Umum dan Sekjen di Papua Barat. Begitu juga petinggi Pelti lainnya."

Begitulah suasana disekretariat PP Pelti disaat penyerahan bukti bukti nama peserta PON Tenis 2009

Rabu, 24 Juni 2009

Berkhayal Jadi Referee

Jakarta, 24 Juni 2009. Andaikan saya sebagai petugas Referee, kira kira apa saja yang akan saya lakukan. Saya mau mencoba berkhayal menjadi Referee setelah beberapa puluh tahun melihat cara kerja petugas Referee asing di Indonesia. Saya sebenarnya sedih juga melihat dan mendengar setiap kejadian kejadian di turnamen nasional maupun internasional. Memang ada yang bertanya apa criteria agar bisa diterima sebagai Referee.

Apa yang akan saya lakukan sebagai khayalan saya bertugas sebagai Referee turnamen ? Bekerja mulai dari Pre-event dilakukan pengecekan administratip dan kondisi lapangan yang digunakan. Dari rumah sudah bisa lakukan pengecekan administratip melalui internet. Yaitu pengecekan daftar peserta yang biasanya sejak penutupan pendaftaran turnamen ( 3 minggu untuk turnamen internasional yunior, 2 minggu untuk turnamen intenasional Pro Circuit). Sejak penutupan sampai menjelang hari H nya komunikasi dengan email sudah bisa dilakukan dengan ITF maupun PELTI. Begitu juga setelah tiba di tempat pertandingan (jika tidak satu kota dengan tempat tinggal Referee) langsung di cek kondisi lapangannya, pemasangan materi promosi didalam lapangan, petugas pertandingan seperti tenaga wasit, dokter, petugas meja, peralatan pendukung seperti mesin fotocopy. Bekerjasama dengan Direktur Turnamen menanyakan fasilitas2 yang akan diberikan dan disesuaikan dengan fact sheet yang sudah dikirimkan ke ITF. Bagaimana dengan transportasi dari hotel remi turnamen ketempat pertandingan. Jika ada kewajiban penyelenggara siapkan transportasi maka dibantu membuat jadwal transport pemain dari hotel ke venue. Adakah penyimpangan terhadap peraturan tenis termasuk juga penempatan spanduk, backdrop dan juga warna warna yang digunakan dan jika ada yang salah segera beritahu Direktur turnamen untuk diturunkan spanduk yang salah.
Saat hari sign-in, saya sudah siapkan daftar nama pemain yang berhak ikut sign-in. Dan sign-in harus dilakukan dimuka Referee dan tidak diwakilkan. Untuk daftar peserta berdasarkan yang dikeluarkan oleh ITF atau Pelti (untuk yunior) ada nama2 yang diterima di babak utama dan kualifikasi. Yang diambil adalah yang diterima di kualifikasi, dibuat daftar sign-in yang sudah di tik rapi dan sudah ada nomer IPIN (International Players Identification Number). Bagi yang belum mempunyai IPIN diminta segera buat IPIN dengan cara hari itu juga daftarkan ke ITF melalui internet. Tanpa IPIN pemain dilarang ikut. Setelah itu semua peserta sebelum sign-in harus membayar ke petugas bendahara yang duduk disebelahnya (agar gampang dikontrol atletnya). Jadi peserta tidak boleh sign-in langsung sebelum membayar uang pendaftarannya. Kalau ini disiplin dilakukan maka panpel tidak akan kebobolan. Setelah waktu sign-in seleaai (biasanya pukul 18.00), bukan langsung diundi tetapi sebagai bagian dari cek dan recek maka minta data nama2 yang sudah bayar. Setelah cocok maka minta nama2 petenis yang dapat wild card babak utama maupun kualifikasi kepada Direktur Turnamen. Setelah itu baru mulai diundi dengan ada saksinya peserta/pemain dan juga Direktur Turnamen. Kecuali Direktur Turnamen tidak hadir, tetapi kontak dulu beritahu akan ada undian dan minta kehadirannya. Kalau tidak bisa hadir, ya bisa jalankan tugas undian. Selesai undian maka sebagai saksi pemain diminta untuk tanda tangan.
Baru dibuatlah Order of play, bersama sama dengan Direktur Turnamen. Masukan dari Direktur Turnamen perlu dalam membuat Order of play. Setelah setuju maka bisa dipublikasikan. Andaikan ada kesalahan karena kelupaan berarti kesalahan Panpel ataupun Referee maka wajib dibuat re-draw. Jika ada Re-draw, maka harus dihubungi pemain yang sudah dijadwalkan main pertama. Begitulah kira kiranya andaikan saya sebagai Referee. Biar Cuma bermimpi ‘kan boleh saja saya menghayal ! Capeeek deh !

Selasa, 23 Juni 2009

Referee Oneject Buat Kekeliruan

Jakarta, 23 Juni 2009. Pagi ini bagaikan disambar gledek dapat berita dengan telpon dari Jahja Tear Tjahjana di Bandung yang menyampaikan kekeliruan yang dilakukan oleh Referee turnamen ITF Oneject International yang sedang berlangsung di Bandung untuk kedua kalinya dalam 2 hari ini. Kekeliruan apa yang dilakukan sebagai bentuk kurang teliti kerja sebagai petugas Referee yang ditunjuk oleh induk organisasi tenis di Indonesia. Yaitu terjadi re-draw tunggal putra turnamen ITF Oneject International. Kenapa dalam turnamen ini terjadi re-draw dua kali. Yang pertama sewaktu babak kualifikasi dan kedua babak utama putra. Harus diakui peserta babak utama putra 64 dan putri 64. Saya sendiri merasa punya tanggung jawab moral karena mulai mendapatkan sponsor Oneject dengan Jahja Tear Tjahjana tahun 2007 sampai menjadi petugas direktur turnamen kemudian sebagai penasehat turnamen terpukul juga sehingga berusaha secepatnya menyampaikan kepada Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti Johannes Susanto dan juga administrator bidang pertandingan Slamet Widodo. Saya berada di Bandung dalam persiapan Oneject International sejak Sabtu 20 Juni 2009 dan kembali ke Jakarta Senin 22 Juni 2009 pagi pagi pukul 06.00.

Sewaktu hari Minggu pagi-pagi ( 21 Juni) saya terima telpon dari salah satu orangtua asal Srilangka, bertanya kenapa drawnya berbeda dengan yang semalam diterimanya. Setiap selesai lakukan draw (undian) maka harus segera diumumkan melalui penempatan di hotel resmi dan tempat pertandingannya. Begitu juga jika ada perubahan perubahan termasuk perubahan undian atau re-draw maupun order of play (jadwal pertandingannya). Setiap rencana undian maupun order of play seharusnya diketahui oleh Direkur Turnamen atau panitia sehingga panitia bisa mempersiapkan diri sebagai penunjangnya.

Sebenarnya masalah re-draw itu bukan hal yang luar biasa, karena jika kesalahan dilakukan oleh panitia ataupun Referee maka wajib hukumnya dilakukan oleh Referee, Tetapi jika kesalahan terjadi pada pemain maka tidak bisa dilakukan re-draw tersebut. Sepengetahuan saya selama ini masalah re-draw karena kesalahan panitia ataupun referee sendiri sebagai pelaksana undian (draw).

Jadi kasus diatas yang menjadi luar biasa adalah ketidak telitian petugas referee didalam mencek dan recek hasil draw sebelum dipublikasikan. Ketelitian ini sulit diajarkan jika tidak datang dari dalam diri sendiri. Memang setiap individu mempunyai karakteristik sendiri sendiri.

Hari Jumat 19 Juni 2009, saya sempat berbincang bincang dengan petugas referee maupun wasit yang akan bertugas di Bandung. Beritahu kira kira kelemahan didalam acara penerimaan sign-in tahun lalu sehingga sangat mengharapkan agar tidak terulang di tahun ini. Mulai dari sistem kerjasama dan koordinasi antara penerimaan uang pendaftaraan dan dilanjutkan sign-in yang duduknya satu meja. Begitu mudahnya dan bisa dimengerti cara ini jika mau tertib. Menurut saya tidak sulit.
Sewaktu di Bandung ( Sabtu 20 Juni) saya lihat sendiri bagiaman suasana pendaftarannya. Pengaturan sudah baik, tetapi ternyata belum terkoordinir dengan baik. Buktinya, dibagian sign-in (Referee) tercatat 43 tetapi dibagian penerimaan pendaftaran hanya 37. Berati ada 6 yang belum tercatat. Akhirnya harus dicari dimana letak kesalahannya. Dapat info dari wasit yang ikut tugas disana, kelalaian di referee karena tidak disadari (mungkin kebiasaan lama) referee tanpa cek setiap peserta yang sign-in didepannya apakah sudah bayar atau belum. Kesannya main terima saja. Nah, ini yang dilupakan.
Sewaktu mau tidur saya sempat SMS ke panitia menanyakan nama2 yang belum bayar. Ternyata ada 7 nama yang dikirimkan dan saya langsung forward ke Referee agar pagi pagi esok nama2 tersebut sebelum main ditagih uang pendaftarannya. Ternyata semua itu petenis tuan rumah.
Disinilah awal dari kekisruhan tersebut sehingga timbhul kurang teliti sebelum dilakukan undian pertandingan.
Dibabak utama kekeliruan yang muncul adalah nama petenis asing yang sudah batal ternyata dimasukkan dalam undian, sedangkan ada petenis asing yang sudah sign-in belum dimasukkan. Akibatnya sewaktu nama tesebut dimasukkan , sistem undian dibuat ITF (baru) langsung merubah semua susunan nama nama dalam undian. Artinya langsung ada re-draw. Kesalahan Referee adalah tidak mencek kembali nama nama petenis yang membatalkan diri karena sakit. Caranya bisa dilihat kembali ke internet dimana setiap peserta yang batal akan segera kirimkan email. Saya sendiri sekembali dari BandungSenin pagi cek email dan ada lagi yang batalkan diri dan langsung saya email ke Referee yang bertugas.
Ya, Referee juga manusia. Tidak luput dari kesalahan.

Senin, 22 Juni 2009

Antisipasi Mutasi Atlet PON Tenis 2009


Jakarta, 22 Juni 2009. Agar tidak rancu maka sayapun bersama sama dengan rekan rekan coba mengantisipasi perpindahan atlet petenis yang juga melanda ke petenis yunior.Pembicaraan cukup serius di Sekretariat PP Pelti sore ini antara Hudani Fajri, Gunawan, Damrah, Agus Widagdo dan saya sendiri.

Sayapun mencoba membeberkan pola pikir saya pribadi terhadap kasus demikian, yaitu
bagi yang sudah memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) Pelti maka yang bersangkutan harus menyampaikan permohonan ke Pengprov Pelti asal untuk mutasi ke pengprov lainnya. Andaikan Pengprov Pelti asal tidak membalas permohonan mutasi tersebut maka dianggap sudah disetujui. Tetapi bukan semudah itu, harus diperiksa juga apakah Pengprov asal sudah menerima (dengan bukti jelas) surat tersebut.
Jikalau sudah diberikan ijin maka pemohon menyampaikan permohonan pindah ke Pengprov barunya. Setelah itu mengurus KTA Pelti dengan melampirkan surat surat tersebut diatas dan juga melampirkan KTA Pelti lama. Dan PP Pelti akan menyimpan KTA lama tersebut, dan lebih baik KTA Pelti lama disobek saja atau dimusnahkan. Yang dilampirkan adalah KTA Pelti lama yang asli, bukan foto copy.

Setelah diterima maka PP Pelti akan mengeluarkan KTA Pelti yang baru dengan domisili baru pula. Karena pencetakan KTA Pelti membutuhkan waktu sehingga untuk persyaratan di PON Tenis 2009, PP Pelti agar keluarkan daftar petenis yang sudah terdaftar dengan nomer KTA baru tersebut. Cukup dengan daftar resmi itu maka bisa digunakan dalam persyaratan keikutsertaannya di PON Tenis 2009 sebagai bukti telah memiliki KTA Pelti tersebut yangbaru. PP Pelti akan usahakan mencetak langsung sebisa mungkin agar bisa terealiser KTA Pelti baru. Ini sebagai usulan saya pribadi menghadapi permasalahan tersebut.

Batas pendaftaran nama2 sudah ditutup, bagaimana nasibnya jika ada yang baru kirimkan nama2 tersebut setelah batas waktunya. Ini yang harus dipikirkan, tetapi saya pribadi lebih cenderung untuk menolaknya. Hal ini saya sampaikan kepada rekan2 lainnya.

Kenapa sampai terjadi perpindahan atlet yunior kedaerah lainnya ? Maka jawabannya akan macam macam juga tergantung dari motif perpindahan. Kalau PON yang diselenggarakan oleh KONI maka yang jelas adalah perubahan nasib atletnya. Apakah ini juga untuk perubahan nasib atletnya ? Apalagi terjadi di tingkat yunior. Silahkan jawab sendiri.
Karena kebanyakan inisitip bukan datang dari atlet ataupun orangtua atlet yang jelas jelas tidak tahu menahu masalah perpindahan atlet ini bisa terjadi. Hebatnya dimasyarakat tenis sudah berkembang perpindahan atlet bukan masalah berat karena ada yang mau mengaturnya. Ini pertanyaan saya terima hari ini dari Meiske Handayani Wiguna dari Bandung.

Menjelang PON Tenis, disemarakkan perpindahan atlet

Jakarta, 22 Juni 2009. Maksud selenggarakan Pekan Olahraga Nasional Tenis oleh PP Pelti agar daerah persiapkan diri sejak awal sampai Pekan Olahraga Nasional 2012 di Riau mendatang. Pengalaman selama ini setiap PON dilaksanakan maka untuk semua cabang olahraga terjadi jual beli atlet. Penyakit ini sulit dihentikan kecuali ada pembatasan usia bagi peserta yang saat ini sudah merupakan wacana saja ditingkat KONI Provinsi. Dan juga pelaku olahraga ditingkat daerah menyadari pembinaan atlet yang benar.

Sudah diduga penyakit inipun sudah mulai dirasakan dalam pelaksanann PON Tenis 2009 di Jakarta tanggal 27 Juni-5 Juli 2009. Penyelenggara sudah siapkan aturan aturannya termasuk aturan perpindahan atlet. Kejelian pelatih yang sudah terbiasa dengan pola jual beli atlet dengan dalih macam macam sehingga menjelang pelaksanaan PON Tenis, saya sendiri ketiban disibukkan dengan berbagai pertanyaan dari kalangan pelatih maupun orangtua melalui telpon. Agar tidak ada kesimpang siuran maka sayapun berinisiatip satukan persepsi dengan rekan2 yang ikut didalam kepanitiaan PON Tenis.

Ada petenis yunior dari Jawa Barat didaftarkan ke daerah lainnya, sehingga timbullah pertanyaan datang dari pelatih Jawa Barat. Tidak tanggung tanggung atlet KU 14 tahun sudah merasakan atmosfer perpindahan atlet. Menyadari hal ini oleh pelatih Jawa Barat langsung sampaikan permasalahan tersebut dengan kesal menyayangkan petenis yunior sudah diperdagangkan. Karena ada atletnya didaftarkan ke Papua Barat, sayapun cek langsung melihat kebenaran berita ini. Bahkan ada yang sudah dalam taraf negosiasi dengan Sulawesi Utara. Ini ulah siapa ya !

"Perpindahan kedaerah lain tidak bisa dibendung. Kami tidak bisa menahan perpindahan terebut. Hanya tentunya ada prosedurnya dan sudah dibuat oleh PP Pelti aturan mutas tersebut."

Sore ini sayapun mengajak beberapa anggota PP Pelti seperti Hudani Fajri, Gunawan dan juga Damrah selaku administrator bidang pembinaan prestasi daerah. Karena semua akan terlibat didalam pelaksanaan PON Tenis. Membicarakan masalah secara teknis didalam pelaksanaan nanti. Kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi di technical meeting.

Saya hanya kuatir terlalu dimudahkan permasalahan ini sehingga disaat technical meeting hari Jumat 26 Juni 2009 jam 16.00 akan mencapai puncak permasalahan sehingga bisa membuat suasana tidak menentu.
Awalnya bertujuan hanya berpartisipasi tetapi kenyataannya dilapangan bisa berubah 180 derajat karena sudah menyangkut kepentingan prestise daerah juga.

Minggu, 21 Juni 2009

Puas, telah sampaikan uneg uneg

Bandung, 21 Juni 2009. Akhirnya kesampaian juga keinginan rekan dari Solo Irsyad (julukan saya padanya sebagai the online Referee) ketemu dengan Aga Soemarno.Yang satu dari Solo dan lainnya dari Jakarta. Sebelumnya waktu ketemu di Solo kepada saya telah disampaikan keinginannya ketemu Aga karena ingin menyampaikan uneg unegnya atas perlakuan rekannya dari Jakarta yang juga merupakan rekan baik Aga Soemarno.

Saya melihat dari jauh begitu seriusnya pembicaraan mereka disela sela pertandingan tenis internasional Oneject International di lapangan tenis Taman Maluku. Sayapun akhirnya datang mendekati mereka dan sempat mengambil foto mereka.

Aga sendiri ketika saya bergabung, langsung menyampaikan kalau sang the online referee cerita banyak saat sebagai penyelenggara salah saat TDP Kelompok yunior di Solo. Bahkan sempat juga menjadi the online referee turnamen yunior di Denpasar, dimana turnamen itu diklaim sebagai TDP yunior dimana tidak tercatat di kalender Turnamen yang dikeluarkan oleh induk organisasi tenis. Terlihat sekali ada kepuasan sang the online referee diwajahnya setelah bisa menyampaikan uneg unegnya. Memang kalau sudah menyampaikan apa yang disimpan alias terpendanm didalam hati maka terlihat kelegaan dalam dirinya.
Sayapun melihat dalam wajah maupun jalan pikiran Aga yang tanggal lahirnya bertepatan dengan tanggal meninggalnya Bung Karno, sepertinya begitu pusing melihat ulah yang dibikin oleh rekannya yang didukung begitu besar awalnya.Hal yang sama dialami oleh rekan lainnya yang awalnya sangat mendukungnya tetapi sejak muncul tingkah lakunya sudah melanggar koridor koridor pertenisan dan akibatnya menimbulkan permasalahan.

Ya, oh nasib oh nasib. Ambisi besar tanpa memperhatikan koridor koridor maka justru membuat semua pihak pusing tujuh keliling. Yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah harus dibiarkan begitu saja atau biarkanlah angin berlalu.

Puji Tuhan Ketemu Teman lama di Bandung


Bandung,21 Juni 2009. "Apakah pak Ferry Raturandang masih aktip di tenis." pertanyaan datang kepada saya oleh salah satu pecinta tenis usia 68 tahun di lapangan tenis Siliwangi disela sela pertandingan tenis internasional yunior Oneject Indonesia di Bandung . Itulah pertanyaan yang muncul kepada saya dimana so pasti jika ada yang ikut mendengarnya akan tertawa kecil. Semalampun terjadi di hotel Aston Braga, ada petenis yunior asal Singapura Bryan Koh bertanya kepada Referee Sony Irawan. "Mau ketemu Ferry." Tetapi oleh Sony disampikan kalau Ferry belum datang sedangkan saya disampingnya mendengar geli.

Melihat pertanyaan datang dari pecinta tenis di Bandung maka sayapun langsung menjawabnya. "Ya, saya Ferry Raturandang." membuat dia kaget juga. Ternyata teman lama yaitu teman main tenis di lapangan tenis Sario Manado. Terakhr kali bertemu adalah tahun 1972 disaat meninggalkan kota Manado ke Jakarta.Karena saya sudah lupa maka langsung tidak canggung canggung bertanya."Siapa ya"
Langsung pula dijaabnya. Saya Julius Hambali." Sayapun mulai ingt ingat nama ini. "Oh ya masih ingat." langsung saya buka kopiah yang saya beli di Palangka Raya. Begitu lihat saya buka kopiah baru dia katakan pangling karena pakai kopiah.

Namanya Julius Hambali yang biasa dipanggil Khing. Salah satu dosen di IKIP Manado dan tahun 1975 pindah ke Bandung dan akhirnya pensiun sebagai dosen di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). "Saya tidak sangka Ferry duduk di Pelti Pusat. Cuma dengar namanya saja." ujarnya. Begitulah pertemuan yang tidak disangka sangka dikota Bandung. Akhirnya pembicaraan tentang teman teman main tenis di lapangan Sario Manado. Ada yang disebutkan sudah mendahului dan adapula yang masih berada di Manado. Pembicaraan nostalgiapun berlangsung cukup ramai dan hangat.
Disampaikan pula sering dengar Piala Ferry Raturandang di Bandung tetapi baru sekarang berjumpa diurusan pertenisan juga.
" Saya teman tenis tetapi Ferry lebih jago dari saya." ujarnya kepada Referee Sony Irawan yang duduk disamping saya di lapangan tenis siliwangi Bandung. Begitulah kesan hari ini cukup berbahagia masih bisa bertemu teman lama diusia senja ini, Praise the Lord !

Selamat Berbahagia

Jakarta, 20 Juni 2009. Hari ini setelah selesai hadiri pembukaan turnamen tenis kursi roda Kapusrehabcat, acara siang hari menghadiri acara perkwainan di Gereja Theresia Menteng atas pernikahan putra dari rekan Samudra Sangitan

Sebelumnya sudah sampaikan sama Samudra Sangitan kalau tidak bisa hadir dimalam resepsi karena harus berada di Bandung untuk sign-in turnamen internasional Oneject Indonesia di Hotel Aston Braga Bandung.

Repot juga untuk memutuskan untuk hadir di acara pernikahan, tetapi karena sudah sampaikan akan ikut berbahagia menghadiri acara pernikah di Gereja Theresia. Acara mulai pukul 13.00 - 15.00, sedangkan harus berada di Bandung pukul 17.00. Sayang sekali baru bisa mencapai Gereja Thersia pukul 13.30, dan sayapun masuk kedalam Gereja sendirian sambil ikuti prosesi pernikahan oleh Pastur yang tampaknya masih muda belia. Setelah selesi mendengarkan prosesi pernikahan dan acara berikutnya adalah menyanyi dstnya, sayapun keluar sebentar ketemu salah satu keluarga pihak mempelai perempuan dan jam sudah menunjukkan 14.15. Pamitan untuk disampaikan kepada kedua keluarga.
'SELAMAT BERBAHAGIA "

Sabtu, 20 Juni 2009

Pagi pagi pembukaan turnamen tenis kursi roda

Jakarta,20 Juni 2009. Baru kali ini saya merasakan memenuhi undangan pembukaan turnamen tenis pukul 06.00. Bangun tepat pukul 05.00 kemudian persiapkan diri ke lapangan tenis Pusat Rehabilitasi Cacat Dephan di Bintaro. Pembukaan turnamen tenis kursi roda Kapusrehabcat.
Tiba dilapangan pkl 06.50, langsung diminta untuk langsung sarapan pagi yang disediakan panitia. Ternyata pagi pagi disediakan bubur Manado. Waduh sudah lama juga tidak makan bubur Manado diluar rumah sendiri. Lumayan, enak juga makannya.

Begitu acara dimulai dengan pembukaan, dan dilanjutkan pertandingan. Musik diluar lapangan dengan pemain organ mengisis acaranya dengan menyanyi. Mulailah diawali perwira menengah dari Kolonel, Letkol dan Mayor diminta maju.
Tak disangka sayapu diminta menyanyi. Ini untuk keempat kalinya menyanyi didalam acara tenis. Yang pertama sewaktu di Pontianak acara eksibisi tenis tahun 1976, kedua di Hotel Menara Peninsula acara Jubilee Schoo 14 & Under asian Champs, ketiga di Pekanbaru acara peresmian Pengprov Pelti Riau.

Kenapa musti takut, menghormati tua rumah, sayapu maju kedepan ambil microphone.

Jumat, 19 Juni 2009

Terlambat Tiba, apa ada Hukuman?

Jakarta, 19 Juni 2009. Ada kasus yang menarik diangkat dan perlu diketahui oleh masyarakat tenis masalah aturan aturan yang berlaku. Karena sampai saat ini masih ada petugas Referee yang keliru memutuskan berdasarkan aturan yang berlaku.
Kasus tersebut adalah jika telah dibuat Order of Play, dan disaat waktunya salah satu pemain sudah siap sedangkan lawannya belum hadir.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah lawannya yang belum hadir, langsung dinyatakan kalah atau w.o ! Jawabnya adalah TIDAK, harus menunggu 15 menit, baru diputuskan.

Sepengetahuan saya dulu berdasarkan aturan yang baku adalah dalam kasus pemain yang terlambat. Jika 5 menit terlambat maka ada hukuman kalah 1 game, jika 10 menit maka dihukum kalah 2 games. Tapi jika 15 menit terlambat maka langsung dinyatakan kalah tanpa bertanding. Bahkan diturnamen yunior, pemain yang sudah hadir diminta masuk lapangan dimana wasit sudah menunggunya. Dan sambil menunggu sampai 15 menit jika lawannya belum hadir maka lansung dinyatakan kalah bertanding.

Tetapi sekarang aturan itu sudah tidak ada lagi. Tetapi yang masih ada adalah batasan waktunya yaitu ditunggu sampai 15 menit baru diputuskan. Kalau turnamen kelompok umum atau pro maka hukumannya kalah tanpa bertanding dan ditambah hukuman uang. Untuk turnamen yunior ada hukuman penalti dalam bentuk hukuman angka. Tapi tidak ada kaitannya dengan peringkatnya.

Sekarang , andaikan dalam 10 menit ataupun 14 menit terlambat maka sewaktu masuk lapangan masih diberi kesempatan untuk pemanasan tanpa ada hukuman penambahan gamesnya.

Kamis, 18 Juni 2009

Curiga masalah usia muncul lagi

Jakarta, 19 Juni 2009. Makin banyak turnamen di Indonesia makin banyak kasus kasus didalam lapangan yang sedikit kontroversial terjadi. Saya sendiri baru tahu setelah terima masukan melalui telpon maupun email dari pelaku pelaku tenis. Karena tidak terjun langsung ke turnamen turnamen tenis nasional. Permasalahan terjadi tentang keabsahan pemain maupun kebijakan yang dilakukan oleh pelaksana turnamen seperti Referee ataupun Wasit.

Saat ini muncul lagi himbauan dari orangtua petenis terhadap keabsahan atlet yang dicurigai memalsukan identititas kelahirannya. Bahkan saya sendiri diberikan informasi tentang keikutan sertaan salah satu juara tunggal putri kelompok umur 12 tahun berasal dari Sumatra Barat yaitu Runi Utami Putri yang lahir tanggal 3 Mei 1997.
Dari kejanggalan kejanggalan yang diberikan kepada saya seperti keikutsertaannya di turnamen nasional kelompok umum dan di sentra sentra pembinaan daerah Sumatra Barat digunakan sebagai bahan informasi tersebut.

Kesulitan muncul bagi saya tentang masalah ini sebenarnya karena di PP Pelti sendiri belum ada dalam file copy akte kelahirannya maupun belum mempunyai Kartu Tanda Anggota (KTA) Pelti. Begitu tahu kalau dia itu sudah ikuti turnamen kelompok umum Semen Padang tentunya ada kesalahan. Karena ketentuan turnamen nasional kelompok umum disebutkan minimal sudah berusia 14 tahun.
Akhirnya sayapun mencari buku laporan Referee turnamen Semen Padang 2009. Memang namanya ada, dan didata waktu sign-in yang bersangkutan sudah mencantumkan kalau tanggal lahirnya 3 Mei 1997. Nah, kalau Runi bisa ikut bertanding berarti yang salah adalah Refereenya. Bukan atletnya.Seharusnya kalau Referee jeli membaca semua sign-in didepannya maka sudah bisa dicegah.
Ada informasi yang katakan datanya yang berbeda sewaktu ikuti turnamen lainnya dan bisa diakses di situsnya indotennis. Kalau ini yang digunakan tentunya tidak bisa dipertanggung jawabkan karena bukan situs resmi Pelti. Kecuali mereka bisa beri bukti akte kelahiran sebenarnya. Situs bukan resmi ini untuk kedua kalinya berikan data atlet yang berbeda dengan diungkapkan, tapi saya tidak bisa ikut campur masalah ini.
Jadi, kira kira bukti apa yang dikehendaki dan bisa digunakan sebagi pembuktiannya. Ada entry form, tetapi bisa saja yang mengisi dalam entry form bukan atletnya. Andaikan yang menulis pelatih tentunya juga tidak bisa dipertanggung jawabkan. Satu satunya adalah Akte Kelahirannya sebagai bahan pembuktiannya. Walaupun banyak pihak sudah mengetahui kalau banyak juga akte kelahirannya dipalsukan, berarti saya juga tidak bisa berbuat apa apa, karena akte kelahiran itu dikeluarkan oleh instansi resmi negara kita.
Selama ini informasi yang diberikan masih samar karena tanpa bukti akte kelahirannya. Banyak orang menyampaikan ada bukti2nya tetapi sampai saat ini belum ada yang membawa bukti bukti tersebut. Jadi hanya didalam omongan saja. Ini tidak menyelesaikan permasalahannya.

Tetapi sebenarnya kalau kita mawas diri dan mau berniat membantu pemberantasan pemalsuan umur, ada cara terbaiknya. Setahu saya 2 tahun lalu sudah berdiri FORKOPI atau Forum Komunikasi Orangtua Petenis Indonesia. Dengan berdirinya FORKOPI ini yang tujuann sebenarnya membantu pertenisan Indonesia, bisa ikut menelusuri kekota kelahirannya atlet tersebut. Saya sendiri, bukannya sombong sudah bisa membuktikan sekitar 30 atlet bermasalah dengan keabsahannya. Tinggal saja maukah FORKOPI menjalankan salah satu pelanggaran yang dilakukan Orangtua Atlet Tenis yang otomatis sebagai anggotanya.

Saya sudah pernah kirimkan kepada FORKOPI melalui email masalah data atlet yang dicurigainya atas permintaan orangtua dari Yogya,dengan nomor Akte Kelahirannya sudah saya sebutkan. Datangi saja kantor catatan sipil dimana dikeluarkan akte kelahiran. Ini salah satu solusi yang pernah saya lakukan sendiri waktu itu 15-20 tahun silam di Kantor Cataran Sipil Surabaya. Tetapi sampai saat ini belum ada respons, maklum saja masih sibuk barangkali ya!

Kasus di turnamen nasional

Jakarta, 18 Juni 2009. Disetiap turnamen selama ini muncul berbagai kasus yang dianggap tidak lazim terjadi. Bagi orang awam tentunya bisa menerima atau tidak , tergantung pengalaman mereka diturnamen tenis.
Turnamen tenis memiliki petugas yang merupakan perwakilan dari induk organisasi tenis. Kalau internasional ada ITF untuk turnamen tertentu dan ATP-Tour maupun WTA-Tour. Petugas pertandingan ini dikenal dengan Referee atau juga ITF Supervisor ditingkat internasional.
Tanggung jawabnya adalah menjalankan turnamen sesuai dengan ketentuan atau peraturan peraturan yang baku. Referee punya wewenang cukup besar, bahkan bisa menstop turnamen karena melanggar aturan atau ketentuan yang baku. Bahkan sampai masalah sponsorship bisa ikut campur. Salah penggunaan warna didalam lapangan, salah penempatan materi promosi didalam lapangan. Tindakan yang dilakukan oleh Referee kadang kadang suka berbeda satu sama lainnya. Bahkan pandangan referee yang satu dengan yang lainnya suka berbeda. Ini bukan hanya Referee nasional, tetapi saya pernah juga alami dengan referee internasional.
Bedanya, kalau referee internasional selalu saling berkomunikasi dengan referee internasional lainnya atau dengan atasannya langsung yaitu ITF ataupun ATP-Tour maupun WTA-Tour.
Saya pernah melihat kejadian tahun 2008, ada 2 turnamen internasional di Balikpapan dan Jakarta. Kebetulan saya di Jakarta menelpon Referee di Balikpapan karena ada kasus dan pendapat saya disalhkan, esok paginya saya bertanya kepada Referee di Jakarta sebagai second opinion layaknya terhadap pemeriksaan kesehatan saja. Saat itu saya dengar Referee ini baru saja berkomunikasi dengan Referee di Balikpapan. Karena kasus ini muncul di Balikpapan, awalnya Referee tersebut menolaknya tetapi setelah saya berkonsultasi di Jakarta, dia baru sadar kalau salah, dan dirubahnya langsung keputusan sebenarnya. Saya waktu itu sedikit ngotot dengan Referee yang di Balikpapan, karena saya sedikit tahu tentang aturannya. Saya sendiri tidak mau kelihatan tidak tahu akan peraturan peraturan tersebut dimata Referee asing, sehingga ada sedikit keseganan meraka terhadap diri saya.
Bagaimana nasib Referee nasional, kepada siapa harus mengadu. Sebenarnya di PP Pelti ada administrator pertandingan yang juga berstatus Referee nasional.

Hari ini saya terima pengaduan masalah kasus di turnamen nasional yunior. Info yang diterima adalah Referee sudah membuat Order of Play atau jadwal harian pertandingan yang seharusnya diletakkan ditempat official hotel maupun ditempat pertandingan. Maksudnya agar petenis yang dijadwalkan bertanding besoknya sudah dicantumkan didalamnya, bahkan tempat pertandingan atau lapangan yang digunakan sudah diumumkan juga.
Dalam menyusun Order of Play, seharusnya berkonsultasi dengan Direktur Turnamen mengenai penempatan pemain dilapangan tertentu dengan maksud untuk menarik penonton dilapangan tertentu tersebut. Dan biasanya jadwal pertandingan Single dimainkan sebelum jadwal pertandingan GANDA.
Kali ini setelah Order of Play diumumkan maka pemain sudah harus siap main sesuai gilirannya. Bagaimana jika waktunya bertandingn ternyata salah satu pemain belum muncul dilapangan sedangkan lawannya sudah siap waktu itu. Seharusnya pemain yang ditunggu belum datang pada waktunya sehingga dinyatakan kalah tanpa bertanding alias walk over (w.o).
Tapi kali ini ternyata Referee berbuat lain sehingga membuat pertanyaan besar. Bahkan Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti sempat sewot juga. Tetapi saya tdak mau ikut campur kerja referee sesuai fungsi saya sendiri. Kuatir dikatakan bukan wewenang saya mau ikut campur. Saya langsung sampaikan kepada Slamet Widodo untuk menghubungi Referee yang bertugas, tapi telpon selulernya tidak aktip alias sulit dihubungi. Saya punya pengalaman dengan Referee asing di turnamen internasional, selalu siap dihubungi ditelpon selulernya. Tidak pernah kejadian telpon selulernya tidak aktip. Kejadian di Indonesia berbeda sering Referee nasional tidak mau aktipkan telepon selulernya saat bertugas. Kadang kadang suka kesal juga.

Muncul pemikiran agar kedepan PP Pelti harus membentuk tim mengevaluasi kinerja Referee nasional kita. Salah satu tugasnya adalah membaca laporan setiap TDP yang dibuat oleh Referee Nasional. Apakah sudah menjalankan tugasnya dengan benar. Pengamatan saya masih banyak yang belum lakukan hal ini. Tapi so pasti ada yaitu minta kenaikan honor.

Selasa, 16 Juni 2009

Serangan Bertubi tubi

Jakarta, 16 Juni 2009. Resiko duduk di induk organisasi tenis Indonesia sudah diketahui jauh jauh hari, dimana kritik kritik yang masuk dengan berbagai cara bagi pihak pihak yang dirugikan maupun merasa ikut ikutan dirugikan dan merasa jadi pahlawan. “Resiko jabatan.”
Minggu ini pula serangan tidak henti hentinya datang dari pihak pihak yang sudah tidak mau mengerti tetapi punya hobi (akhirnya) menyerang induk organisasi olahraga. Kenapa demikian ?
Saya setelah mendapatkan email maupun SMS dari rekan rekan di Yogyakarta menanyakan soal O2SN yang merupakan proyek dari Diknas , langsung minta kepada technical delegate yang ditunjuk induk organisasi Sdr Hudani Fajri duduk permasalahannya.
Saya telah bertemu dengan Hudani Fajri dan bersama sama Aga Soemarno menanyakan permasalahan tersebut di pelaksanaan O2SN yang berlangsung di Kemayoran. Akhirnya Aga sendiri bisa menerima situasi yang telah didengar sendiri.

Laporan Hudani Fajri cukup menarik, karena ada orangtua yang bertubi tubi menyerangnya sebagai bentuk protesnya. “Kalau lihat gayanya kayaknya marah besar. Tapi lucu begitu dijelaskan oleh petugas Diknas, orangtua tersebut ngacir dengan alasan ada keperluan diluar. Aneh kan. Terus mau diapain” Tapi langsung diungkapkan dimedia maya lainnya. Saya langsung katakana kepada Hudani Fajri, tidak perlu dilayani. Dan saya puji terhadap Hudani yang bisa sabar mengahadapinya, karena biasanya berbeda.

Banyak pihak belum mengerti dimana posisi induk organisasi yang kesannya sebagai penanggung jawabnya yang sebenarnya hanya sebagai pelaksana saja. Sama sepetri Pekan Olahraga Nasional yang milik dari Komite Olahraga Nasional Indonesia selama ini. Hal yang sama juga di multi event O2SN yang berlangsung saat ini di Jakarta.
Jika multi event maka tentun persyaratan peserta dibuat oleh Diknas selaku pemilik program tersebut. Induk organisasi hanya membuat peraturan pertandingannya. Jadi, harus bisa dibedakan antara peraturan pertandingan ( dibuat oleh induk organisasi) dan peraturan persyaratan peserta dibuat oleh Diknas.
Informasi O2SN telah dikirimkan oleh Diknas keseluruh jajarannya baik ditingkat provinsi sampai ke kecamatan. Yang lakukan adalah Diknas.
Setiap multi event selalu dibentuklah Tim Keabsahan yang dibentuk tidak melibatkan induk organisasi. Tim keabsahan ini yang menentukan status pemain. Benar atau tidaknya , selaku pelaksana pertandingan tidak bisa berbuat apa apa, hanya membantu peserta. Muncullah kasus tim DIY yang tidak diperkenankan mainnya salah satu putranya karena diangap melanggar aturan yang dibuat panitia (Diknas).

Tetapi dikatakan oleh Hudani, ada kasus yang aneh dari sikap tim keabsahan yang dikenalnya juga sebagai orang tenis, maksudnya sering bertugas di turnamen tenis. Ada petenis DKI yang jelas jelas melanggar aturan keabsahan tetapi diloloskan juga. “Kenapa tidak ditanyakan langsung ?” Dikatakan juga atlet DKI tersebut (I) sudah merupakan rahasia umum tidak sekolah tetapi dapat surat dari sekolahnya. “ Hati hati, Diknas sedang telusuri ke sekolah yang keluarkan surat rekomendasi tersebut.” ujar Hudani Fajri

Senin, 15 Juni 2009

Jawaban yang menyakitkan


Jakarta, 15 Juni 2009. "Kalau saya mau berikan kepada petenis ondel ondel, itu hak saya." demikianlah akan terdengar jawaban kurang bijaksana tetapi sah sah saja, dimana yang ditanya merasa terpojok dengan desakan desakan permintaan langsung wild card kepadanya selaku Direktur Turnamen. Apalagi kalau yang bertanya juga kurang bijak alias tidak tahu diri membuat yang ditanya lepaskan senjata pamungkasnya agar yang bertanya diam. Kalau kita mendapatkan jawaban seperti ini tentunya sangat menyakitkan hati. Apalagi kalau kita ini sangat serius bukan ambisius untuk mendapatkan jatah wild card tersebut. Kecuali diri kita ini seperti "badak" istilah kerennya. Tapi ada juga yang begitu di sekitar lapangan /turnamen tenis, maklum saja.

Berbagai pendapat soal kebutuhan wild card khususnya untuk petenis yunior. Ada yang mengatakan lebih baik putranya itu masuk kualifikasi daripada dapat wild card babak utama kemudian kalah 60 60. Tetapi ada yang mengatakan lebih baik minta wild card agar jalannya lebih mudah tidak perlu terlalu capek dari babak kualifikasi. Dua pendapat tentunya sah sah saja, tergantung dari kepiawian atletnya juga. Kalau disebut ondel ondel terus minta wild card babak utama itu namanya kebangetan juga. Karena menutup pintu bagi yang lebih berprestasi. So pasti orangtua akan marah kalau putranya dianggap pemain ondel ondel. Begitulah berbagai istilah yang muncul dipertenisan yang tercinta ini, sehingga muncul segala intrik intrik. Apalagi jika istilah ini dikeluarkan oleh pejabat induk organisasi, dianggap tidak etis. Begitulah berbagai komentar akan muncul disekitar kita.

Memang saya akui, menjelang suatu turnamen selalu disibukkan dengan permintaan wild card tersebut. Bukan hanya petenis Indonesia tetapi banyak juga dari luar negeri. Hanya berbeda cara permintaannya. Kalau petenis asing itu terlihat jelas keseriusannya mendapatkan wild card. Bahkan sampai menelpon langsung minta wild card.
Bayangkan berapa beaya yang dikeluarkan dengan menelpon langsung. Sedangkan petenis Indonesia "jarang" bahkan leboh kepada tidak pernah minta sendiri, tetapi yang ngotot justru orangtua dan juga pelatihnya. Seharusnya dirubah pola berpikir atlet kita,jangan biasakan mereka kurang mandiri. Dari yunior sudah harus diajarkan hak dan kewajibannya. Begitu juga soal "ngotot", lebih pintar orangtua atau pelatihnya. Ini harus dibalik. Anjuran saya agar orangtua dan pelatih, jadilah penonton yang baik. Enteng 'kan
Yang saya anggap aneh, kalau ada pendapat wild card itu wajib hukumnya diberikan kepada petenis tuan rumah, tanpa melihat latar belakang pemberiannya. Aneh ? Ya jelas karena ada latar belakangnya
.

Minggu, 14 Juni 2009

Pertanyaan Bertubi tubi

Jakarta, 14 Juni 2009. Banyak pertanyaan baik melalui pembicaraan langsung maupun melalui email ataupun SMS. Tentunya ada yang bisa dijawab langsung tetapi ada yang harus dilihat permasalahan sebenarnya. Pertanyaan pertama dating dari wakil sekretaris Pengprov Pelti DKI jakata Bu Siti disaat berkunjung ke Kelapa Gading Sport Club melihat langsung Thamrin Cup 2009. “Apakah bisa kita pindah pindah KTA Pelti?” Ini tentunya ada kaitan dengan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional Tenis 2009 tanggal 27 Juni 2009. Jawaban yang saya berikan adalah. “ Apakah kita bisa pindah pindah alamat kediaman , baik dalam satu kota maupun berbeda kota ? Karena kita semua tidak mungkin melarang mau pindah rumah atau alamat baik didalam kota maupun antar kota. Tetapi tentunya perpindahan ini harus juga melalui prosedur yang berlaku.” ujar saya kepadanya disaksikan juga anggota Pengprov Pelti DKI lainnya.

Terima email dari Bandung dan Yogya masalah O2SN yang diselenggarakan oleh Diknas RI dengan pelaksana dari PP Pelti. Dari Bandung oleh Arief Suardi menanyakan keabasahan kelahiran atlet Indra Bakti (DKI) dan Oktaviani (Blitar). Saya langsung berikan jawaban dengan data yang ada di PP Pelti (lahir tahun 1997), walaupun mereka katakan lahir tahun 1996.Yang harus mereka buktikan dengan mendapatkan copy akte kelahiran 1996. Sayapun sampaikan data lengkap dari kedua atlet tersebut dengan memberikan saran agar ditelusuri bersama dengan Forum Komunikasi Orangtua Petenis Indonesia (FORKOPI) yang juga mempunyai tanggung jawab terhadap pelanggaran anggotanya sendiri.
Begitu juga dari Yogya rekan Joko W, mempertanyakan permasalahan keputusan tim keabsahan penyelenggara O2SN yang melarang salah satu anggota tim DIY tidak diperkenankan bertanding.
Karena belum memiliki peraturan O2SN, sehingga saya akan minta kepada Hudani fajri yang menangani pertandingan ini secara resmi. Tetapi sering terjadi didalam kejuaraan tenis yang diselenggarakan oleh DIKNAS, dimana manajer tim (bukan pelatih tenis, tetapi guru atau pejabat Diknas setempat ) tidak mempunyai pengetahuan atas peraturan peraturan pertandingan, sehingga disaat hadir didalam technical meeting muncullah protes dari tim lainnya, maka timbullah masalah tersebut. Memang disayangkan sekali sudah datang jauh jauh ternyata tim tersebut tidak bisa dimainkan. Artinya yang akan kecewa berat adalah atletnya.

Hal yang sama masalah wild card, dipertanyakan pemberian terhadap atlet asing. Sudah tahu wild card, mau diberikan kepada siapapun itu adalah haknya. Selama ini jika ada petenis asing diberikan wild card oleh PP Pelti , maka artinya PP Pelti ada program kerjasama dengan asosiasi tenis dinegara tersebut. Bentuk kerjasamanya adalah diberikan wild card kepada petenis Indonesia jika ikuti turnamen sejenis dinegara tersebut. Sudah banyak atlet Indonesia menikmati pertukaran wild card tersebut.

Buat TDP hadiah Rp 1 milyar

Jakarta, 14 Juni 2009. Pelti sebaiknya adakan turnamen dengan hadiah Rp 1 milyar. Begitulah yang disampaikan oleh Wiriatmaja salah satu orang tua petenis dari KTC Jakarta kepada saya disaksikan juga oleh Freddy dari Cirebon dilapangan tenis Velodrom Rawamangun disela sela Turnamen Thamrin Cup yang mempertandingkan KU 12 tahun. Maksudnya beri kesempatan kepada petenis senior mendapatkan uang yang cukup besar sehingga mereka bisa merasakan hidup dari tenis. Begitu mendengar maksudnya langsung saya sampaikan kalau idea itu baik sekali, tetapi tanpa disadari dampak yang terjadi.
Sebagai contoh sayapun sampaikan di tahun 2008, Sportama menyadari melalui pendirinya Glen Sugita yang melihat petenis senior kurang latihan karena tidak adanya turnamen kelompok umum. Saat itu Pelti sedang konsentrasi ke kelompok yunior. Bisa dibayangkan dalam setahun ada banyak turnamen dengan hadiah sebesar Rp. 150 juta setiap turnamen dan diakhiri diakhir tahun seri masters dengan hadiah Rp. 500 juta. Tetapi yang tanpa disadari, justru tidak memacu atlet senior ikuti turnamen internasional. Keinginan sebenarnya agar atlet tenis bisa mengatasi masalah dana sehingga bisa berprestasi ketingkat internasional yang dikenalnya banyak butuhkan dana. Diakuinya kalau mau mendunia harus juga berani ikuti turnamen internasional baik didalam negeri maupun luar negeri. Tapi ternyata impian sebelumnya sudah berbalik dengan kenyataannya.

" Boro boro ikuti turnamen diluar negeri, turnamen internasional didalam negeri tidak mau ikut . Kenapa ? Karena setelah dihitung hitung untung rugi materialnya lebih baik tunggu saja turnamen Sportama atau tarkam (antar kampung)." ujar saya kepadanya sehingga terlihat kaget dengan ungkapan tersebut.

Kejadiannya waktu itu ada turnamen Salonpas Internasional ($ 10,000)di Manado dimana 2 minggu kemudian ada Turnamen Sportama. Kalau ikut internasional hanya masuk kualifikasi, tidak dapat duit , belum lagi beaya tiket Jakarta ke Manado dan entry fee US$ 30.00 dan IPIN $ 40.00. Belum main aja sudah harus keluarkan dana minimal Rp. 3 juta untuk tiket plus $ 70.00. Andaikan dapat wild card babak utama, kalah dibabak pertama cuma dapat duit sekitar $ 100.00.
Jadi saat ini diotak petenis tuan rumah adalah bukan mengejar prestasi tetapi uang yang didapat bukan dengan kejar peringkat internasional. Kalau peringkat dunianya naik maka akan nikmati uang dolar bukan rupiah, dengan perjuangan yang cukup berat.
"Mau tahu, saya waktu di Ternate Nopember 2008 dengar ada turnamen antar Pelti Kota/Kabupaten yang bertanding disalah satu kabupaten yang dari Ternate harus naik speed boat. Yang main adalah petenis Jakarta (sekitar 4-5 atlet senior). Belum lagi ada PORDA di Sultra atau Papua, yang main anak anak Jakarta juga. Gimana tidak enak karena pulang ke Jakarta minimal sudah bawa uang Rp 5-10 juta." Ironisnya tenis Indonesia.

Menurut saya sendiri jika ada uang Rp. 1 milyar sebaiknya dibuat turnamen dengan hadiah Rp. 30 juta dibeberapa puluh kota diseluruh Indonesia. Ini beri kesempatan putra putra daerah bisa berkembang, bukan milik petenis di Jawa saja. Saya langsung katakan sekarang tenis sudah mulai bergerak di Aceh, Padang, Pekanbaru, Balikpapan dan lain lain. Andaikan setiap pulau besar seperti Sumatra,Kalimantan dan Sulawesi digerakkan lagi turnamen tenisnya maka tentunya tenis Indonesia akan maju pesat.

Kamis, 11 Juni 2009

Kualitas Pelatih Perlu Peningkatan


Jakarta ,11 Juni 2009. Berbicara masalah pembinaan tenis, tentunya tidak akan habis habisnya. Kelemahan tenis Indonesia ada yang mengatakan merupakan kesalahan dari atletnya sendiri dan ada pula yang menyatakan kekurangan kualitas pelatih sebagai penyebab utama. Tetapi ada juga yang mengatakan karena induk orgnisasinya. Semua pandangan tersebut sah sah saja.

Pengalaman saya selama ini melihat perkembangan tenis Indonesia mulai dari yunior berkembang ke senior dan seterusnya, tentunya penilaiannya akan sangat berbeda sekali dengan pelaku pelaku tenis lainnya. Hanyalah berbekal pengalaman melatih putra dan putri sendiri beberapa puluh tahun silam ditambah dengan pernah mengikuti workshop kepelatihan dengan pelatih Dennis van der Meer, kemudian membaca pemberitaan tenis baik melaui internet, saya mencoba melihat dari kacamata AFR sendiri setelah ikuti perkebangan tenis dari luar negeri. Maybe right and maybe wrong. Tetapi bisa juga digunakan sebagai referensi bagi pelatih pemula.

Dari berbagai kejadian selama ini saya sebagai pelaksana turnamen, bisa mengamati pola bertanding maupun pola latihannya melalui hasilnya. Begitu juga perkembangan disekitar turnamen Piala Ferry Raturandang atau Persami (Pertandingan Sabtu Minggu) yang sejak tahun 1996 saya laksanakan sendiri ( sudah sekitar 200 lebih Persami) , saya mencoba memberikan masukan terhadap pertenisan Indonesia.

Menurut pendapat saya, beberapa hal yang menjadi factor penentu keberhasilan pembinaan tenis. Saya tidak bicara soal dana, bukan berarti dana tidak termasuk factor tersebut. Karena semua kegiatan butuh dana.

Mulai dari faktor internal, yaitu dari ATLET dan Orangtua. Disini peranan orangtua sangat penting sekali, bagaimana bisa membentuk karakter putra dan putrinya. Tanpa dukungan orangtua maka mustahil anaknya bisa berhasil. Saat ini paling dominan muncul keinginan menjadi JUARA DUNIA, itu datangnya dari ORANGTUA, bukan dari ATLETNYA. Ini berbahaya, karena ambisi ORANGTUA bisa cenderung ke AMBISIUS. Ini yang harus dirubah , cukup mendasar sekali. Memang ada yang saya lihat datang dari anaknya sendiri. Disini harus disadari oleh orangtua sehingga cukup mendukung dari belakang.

Kalau Orangtua sudah ambisius maka habislah prestasi atlet tersebut. Seharusnya ATLET lah yang mempunyai AMBISI Juara Dunia tersebut. Dari pengamatan di turnamen yunior, saya melihat banyak orangtua yang membimbing anaknya justru bukannya menjadi MANDIRI. Berbeda dengan pengamatan saya terhadap petenis yunior asing didalam keikutsertaan mereka sangatlah mandiri. Punya tanggung jawab terhadap tugas yang diembannya.

Setelah itu baru peranan PELATIH, perlu mendapatkan perhatian. Selama ini terlihat banyak kekurangannya sebagai contoh dalam menimba ilmu kepelatihannya yang didapat kesannya kurang ikuti perkembangan kepelatihan modern. Sebenarnya tidak ada alasan tidak bisa ikuti perkembangan kepelatihan tenis. Cukup baca internet yang bisa ditembus seluruh masyarakat. Ada pelatih melihat cara pelatih lainnya melatih tanpa melihat kemampuan individu setiap atlet tentunya berbeda beda terapinya. Ingat tenis adalah olahraga Individu sehingga treatmentnya juga berbeda, tidak bisa disama ratakan.

Saya teringat juga beberapa puluh tahun silam, ada dokter yang memberikan terapi sama rata. Karena melayani pasien anak anak cukup banyak, maka sudah punya resep standard. Akhirnya kesan saya seperti menembak burung kutilang, burung gereja, elang , rajawali dll dengan senjata bazooka. Ya, terang so pasti mati semua. Tapi akibatnya lihat sendiri, bisa imun pasiennya
Sama dengan tenis, terapi pemain tidak sama, jangan disamakan. Mau tahu akibatnya, yaitu CIDERA . Nah kalau sudah cidera maka sulit sekali yang bisa kembali berjaya. Kenapa ?

Perkembangan kepelatihan tenis sudah pesat sekali kemanjuannya. Sebagai contoh, jika bagi masyarakat awam yang ingin main tenis, cara penanganannya berbeda. Karena keinginan itu bukannya mau belajar tenis, tetapi mau main tenis. Nah disinlah perbedaannya. Belajar Tenis dan Main Tenis.
Teringat sekali sewaktu dulu saya belajar main tenis, yang diajar adalah grip (pegangan raket). Tetapi sekarang tidak lagi diajarkan masalah grip tersebut. Diserahkan kepada pemain mau memegang raket dengan caranya sendiri. Ini agar pemain berfikir sesuai dengan keingiannya. Dari sini sudah terlihat perbedaan kepelatiah sekarang dibandingkan dulu kala.
Begitu juga saya lihat, cara cara drill yang diberikan untuk petenis pemula dan advance seharusnya berbeda sekali.
Termasuk pula latihan fisiknya. Pernah saya lihat, anak badan gemuk dan kurus dipaksakan lari keliling lapangan dengan jumlah yang sama, Cilaka lah !

Faktor berikutnya adalah kesempatan ikuti turnamen. Tanpa turnamen sulit rasanya menilai kemajuan pembinaan atletnya
Bagi pemula, biasanya disetiap tempat latihan dilakukan friendly games sesama atletnya sendiri. Kemudian latihan tanding keluar. Begitujuga ikuti turnamen Persami, dan seterusnya.

KECANDUAN Internet

Jakarta ,11 Juni 2009. Tahu sakit tapi tidak bisa juga hilangkan kebiasaan selama ini yang akrab dengan internet. Hari ini ternyata masih belum bisa bangun akibat sakit batuk, pilek berat sehingga kepalapun sangat berat. Minum obat justru membuat tidurnya makin panjang. Maklum dalam obat itu ada anti histaminnya sehingga buat ngantuk. Memang tujuannya adalah biar bisa istrahat. Semua telpon seluler dimatikan sehinga tidak terganggu dengan masuknya telpon tersebut.
Bangun setelah pukul 15.30 setelah tidur panjang, langsung isi perut dan minum obat, tapi sebenarnya ada keinginan sejak semalam untuk bisa istrahat jauhkan pikiran dari permasaahan pertenisan. Hari ini ada jadwal press conference Pekan Olahraga Nasional Tenis 2009 tepatnya pukul 11.30 di hotel Menara Peninsula Jakarta. Tapi apa daya badan tidak bisa melawannya. Istrahat satu satunya cara agar besok bisa kembali menjalankan tugasnya.

Tetapi keinginan tidak menyentuh laptop, tidak bisa ditahan lagi, karena so pasti banyak surat surat email yang harus segera dijawab khususnya dari luar negeri. Karena ada 2 event internasional yaitu Thamrin Cup ( 15 Juni) di Jakarta dan Oneject Indonesia ( 22 Jun) di Bandung . Benar juga harus kirimkan daftar peserta Oneject Indonesia yang harus dikirimkan ke ITF (InternationalTennis Federation).

Penyakit ini sebenarnya selama ini bisa diatasi karena capek saja. yaitu dengan makan yang banyak sehingga dampaknya adalah badan jadi gemuk, ini yang dihindari karena sudah ada gejala gula darah naik. Tetapi kuncinya adalah harus berolahraga. Ironis sekali saya ini bergelut didunia olahraga tenis, tiap hari yang dilihat lapangan tenis, tetapi anehnya tidak ada keinginan main tenis. Aneh juga. Tapi ini akibat sewaktu kecil yang dikenal hanya tenis. Yang ditekuni dengan serius hanya tenis . Cabang olahraga lainnya sambil lalu, asal bisa saja. Main sepak bola bisa, bowling bisa, badminton bisa, enis meja tentunya bisa. Main golf tidak ada keinginan, tapi pernah ikuti di lapangan golf Patra Jasa di Pematang Siantar. Main voli bisa, berenang so pasti bisa. Yang tidak bisa adalah olahraga bela diri. Tapi kalau berantem tentunya bisa tetapi hukan tinju sebagai olahraga.
Akibatnya bosan dengan tenis. Inilah AFR.

Mau nonton TV, beritanya membosankan, karena masalah politik saja. Belum lagi soal infotaintmen juga membosankan. Apalagi soal manohara, lebih baik cari acara dagelan saja. Seperti Bukan Empat Mata, Opera van Java, Tawa Sutra XL. Ini baru asyiik.

Rabu, 10 Juni 2009

Akhirnya Ambruk Juga


Jakarta, 10 Juni 2009. Keasyikan dengan melakoni pertenisan tetapi melupakan kondisi badan sendiri diusia yang senja ini tentunya akan berakibat merugikan diri sendiri. Pagi ini, badan jadi ambruk tidak bisa bangun. Leher sakit dan badan meriang. Tetapi badan tidak mau mengalah jika mampu, karena ada janji atau jadwal pertemuan hari ini di dua tempat yaitu di Kantor Menegpora memenuhi undangan NPC (National Paralympic Committee) yang akan membicarakan masalah Paragames yang waktunya setelah SEA Games. Dan juga ada pertemuan dengan JakTV sehubungan dengan persiapan publikasi Pekan Olahraga nasional Tenis 2009. Waktu antara keduanya hanya 1 jam, yaitu pukul 14.00 dan 15.00. Ini masalahnya, telpon seluler jika mau tidur bukan di matikan tetapi dibuat silent sehingga bisa tahu siapa yang telpon.

Memang betul badan baru bisa bangun pukul 10.30 , sedangkan panggilan telpon cukup banyak, miscall 10 belum lagi telpon kerumah yang minta dihubungi. Tapi dasar kepala dan leher tidak bisa diajak kompromi maka semua permintaan tidak bisa dilayani.
Setelah minum obat antibiotic istrahat dan beberapa jam kemudian panas sudah menurun dan memaksakan diri sambil tiduran membuka email karena so pasti banyak yang masuk, terutama menjelang turnamen internasional (Tahmrin Cup dan Oneject Indonesia )dan tepat pukul 13.00 dengan memaksakan diri badan lemas , sudah bisa menuju ke Senayan untuk menyelesaikan tugas yang sudah menunggu. Tetapi hanya mampu satu acara saja yaitu dengan Jak-TV, sedangkan untuk NPC yang membicarakan masalah Tenis Kursi Roda sayapun minta Komite Tenis Kursi Roda dan pelatih Satria TN mewakilinya.

Setelah pertemuan dengan Jak-TV kembali bersama Amin Pudjanto ke Senayan, dengan harapan untuk istrahat pulang kerumah setelah meminum obat kembali. Semoga sehat, begitu harapan diri sendiri. Thank's God !

Gaung Tenis Kurang


Jakarta, 9 Juni 2009. Saya juga kaget dikatakan kalau tenis Indonesia itu mati suri. Saya tidak sependapat dikatakan tenis Indonesia mati suri tersebut. Yang benar adalah ada kecendrungan menurun publikasi dimedia massa. Kurang bergairah didalam pemberitaan akhir akhir ini. Berbeda dengan 5-10 tahun silam dimana pemberitaan tenis nasional penuh dengan berita polemik yang diciptakan sendiri . Apalagi menjelang MUNAS (Musyawarah nasional) Pelti, dimana ada perganian Pengurus Pelti.
Kalau aktivitas Tenis sendiri sih tidak karena yang muncul setiap hari adalah berita berita tenis Internasional dimana porsi terkecil ditanggung oleh berita tenis nasional apalagi daerah. Coba dibuka halaman olahraga, selain basket, sepak bola tentunya porsi tenis cukup besar. Masuk dalam 3 besar prioritas. Dimana letak kesalahannya. Siapa yang bertanggung jawab.
Saya sendiri berupaya agar porsi berita tenis Indonesia tidaklah dikecilkan artinya, jika kita mau berbuat lebih terhadap olahraga Tenis. Jadi kesimpulan saya, tenis itu bukan hanya tanggung jawab induk organisasi tetapi merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat tenis sendiri termasuk rekan rekan di media massa. Saya sendiri merasa punya tanggung jawab sehingga tidak bosan bosan mengirimkan setiap berita tenis keseluruh media massa dari Sumatra , Jawa, Kalimantan dan Sulawesi melalui surat elektronik ( email ).

Saya sependapat jika dikatakan tenis itu kurang gaungnya dimedia massa, sehingga media massa seharusnya mencari TENIS, bukan mencari BINTANG seperti saat ini.Tidak ada Bintang maka tidak ada berita. Inilah masalahnya.
Jika ada kegiatan khususnya turnamen seharusnya dibuatnya agar menarik sehingga memancing bisa mendatangkan penonton langsung melihat di tempat pertandingan.
Saya teringat ditahun 1989-1991, saya sering berkomunikasi dengan rekan rekan wartawan. Saat itu saya sampaikan kalau dalam menulis berita, bukan hanya mencari hasilnya saja. Karena kalau demikian maka cukup tunggu saja dikantor dan hasilnya dikirimkan dengan fax (saat itu belum ada email). Tetapi upayakan agar pembaca seolah olah menonton turnamennya. Sehingga dibutuhkan pengetahuan tenis yang lebih bagi wartawan olahraga dalam meliput kegiatan turnamen. Saat itu sempat diadakan kepelatihan dengan wartawan yang difasilitasi oleh Pelti.

Saat ini memang terjadi demikian, dimana dalam pemberitaan tidak semua media menulis seperti keinginan saya diatas. Akibatnya pemberitaannya monoton. Jika sudah monoton maka maka terjadilah ketidak puasan pembaca.

Pemberitaan yang menarik bukan hanya pemberitaan masalah polemik di pertenisan yang diciptakan demi kepentingan sesaat saja. Hal ini terasa jika menjelang habis masa bakti kepengurusan Pelti, banyak pihak mulai menonjolkan kepentingan tersebut. Mulai dari public figur petenis yang tidak puas terhadap kepemimpian Pelti tersebut.
Mulailah sering sering menonton turnamen tenis setiap hari kemudian berikan analisa terhadap permainan petenis (kalau bisa). Kalau tidak mengerti bisa berbincang bincang dengan pakar pakarnya atau dengan pelatih ditempat tersebut. Kalau ini sudah dilakukan, saya yakin pemberitaan akan enak dibaca dan ditonton oleh masyarakat tenis termasuk yang awam sekalipun. Sekarang terpulang kembali kepada diri sendir. Maukah kita berbuat untuk OLAHRAGA atau TENIS !

Selasa, 09 Juni 2009

Keluhan Wailan Walalangi

Jakarta, 9 Juni 2009. Hanya Wailan Walalangi yang mengatakan bukan salah pelatih didalam diskusi terbatas Kompas Sportama hari ini di Jakarta. Sedangkan pelatih DedDy Prasetyo justru sependapat dengan saya kalau pelatih kita masih menggunakan pola latihan cara lama. Dikatakan pula oleh Wailan kalau selama ini petenis Yayuk Basuki, Angelique Widjaja merupakan binaan pelatih lokal bukan pelatih asing. Berati pelatih kita berkualitas. Artinay nasionalism Wailan cukup tinggi.
Menarik juga acara ini dimana saya sebagai wakil dari pembicara PP Pelti harus siap akan diserang dengan berbagai pertanyaan dari peserta. Tetapi saya melihat banyak kursi yang kosong yang tersedia. Yang hadir ada public figure seperti Wimar Witoelar, Wailan Walalangi, Deddy Tedjamukti, Sebagai pembicara selain saya ada Angelique Widjaja, Glen Sugita, Pudjianto (Alfamart) dan Deddy Prasetyo. Tetapi serangan yang ditunggu tidak muncul sehingga rekan rekan pengurus lainnya tidak banyak berbicara.

Acara ini diawali dengan presentasi saya tentang program kerja PP Pelti periode 2007-2012 supaya semua mengetahui apa saja yang sudah dilakukan PP Pelti selama ini.

Terungkap pula kurang greget publikasi tenis di Tanah Air sebagai penyebab seolah olah tenis itu mati suri. Memang saat ini tidak banyak kesempatan yang bisa membuat polemik tenis Indonesia yang diangkat ke media massa sehingga beritanya tidak seperti 10 tahun silam dimana polemik muncul datangnya dari dalam PB Pelti saat itu. Kuncinya sekarang kekompakan pengurus cukup besar sehingga segala pertentangan ataupun adu domba yang dilakukan pihak luar semuanya bisa diatasi dengan baik.

Sewaktu ketemu redaktur olahraga Kompas M.Bakir menyampaikan kepada saya idea munculnya diskusi ini karena seringnya menerima email dari saya mengenai kegiatan turnamen tenis baik itu tenis nasional maupun Persami menunjukkan tenis di Indonesia masih tetap rutin aktivitasnya.

Ada yang menarik dan saya sendiri secara pribadi melihat sebab dan akibatnya meningkatnya jumlah turnamen nasional atau dikenal dengan nama TDP. Wailan mengusulkan agar turnamen nasional kelompok umum itu dikurangi dan diganti dengan turnamen internasional. Awalnya tujuan memberikan lahan kepada petenis kelompok umum dalam bentuk turnamen dengan hadiah uang agar mereka bisa menikmatinya untuk masa depan mereka. Tetapi akibat dari komitmen petenis yang berorientasi kepada UANG sehingga bukannya kepada PRESTASI maka hal hal seperti ini yang terjadi. Saya sendiri sudah melihatnya tetapi kurang etis kalau selaku petinggi indukorganisasi menyampaikan secara terbuka. Tetapi untungnya sudah diungkapkan oleh Wailan Walalangi. Glen Sugita, yang juga mantan petenis mempunyai gagasan selenggarakan Sportama yang berseri dengan puncak hadiah di Master sebesar Rp 500 juta. Karena melihat prestasi petenis Indonesia butuh turnamen maka Glen dan kawan kawan mencetus pelaksanaan TDP nasional.

Atlet tenis khususnya PUTRA, lebih aktip mencari lahan turnamen TARKAM (istilah antar kampung), sering terlihat bertanding keluar daerah bahkan sampai ke Papua karena menyediakan hadiah berpupuh pukuh juta. Mudah didapat sehingga tidak ada keinginan ikuti turnamen internasional Men's Futures. Penah terjadi Men's Futures ($ 10,000) berlangsung di Manado, kemudian berselang beberapa minggu ada turnamen Sportama (Rp. 150 jt). Yang ikuti Men's Futurs hanya Elbert Sie dan Christopher Rungkat. Karena atlet nasional sudah mengkalkulasi beaya beaya pesawat dan akomodasi ke Manado lebih besar karena belum tentu mereka bisa masuk babak utama. Kalau hanya dikualifikasi tidak menghasilkan uang tetaoi kalau kalah dibabau tama 1st round maka hanya kantongi $ 100.00 saja. Inilah ironisnya

Ikuti Diskusi Terbatas

Jakarta, 9 Juni 2009. Menerima tugas mewakili Ketua Umum PP Pelti dalam acara acara olahraga sudah merupakan tugas rutin, bahkan banyak undangan untuk Ketua Umum PP Pelti juga sering dilimpahkan kepada saya. Tapi kali ini ada tugas yang istimewa dan sempat membuat sedikit terkejut karena tidak menyangka. Tugas tersebut adalah undangan Diskusi Terbatas Kompas Sportama di Kompas pagi ini pukul 09.30 hari ini ( 9/6).

Dalam penugasan kali ini saya bersama sama dengan Ketua Bidang Pembinaan Senior Diko Moerdono, Wakil Ketua Bidang Pembinaan Yunior Christian Budiman, Wakil Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Daerah Hudani Fajri dan Humas yaitu Amin Pudjanto dan Gungde Ariwangsa. Sebelumnya sudah diperkirakan peserta yang hadir sebagai narasumber karena judul diskusi adalah Revitalisasi Tenis Indonesia. Kesannya tenis Indonesia sudah mati suri.

Menghadapi ini saya langsung siapkan materi presentasi program PP Pelti masa bakti 2007-2012 untuk diketahui dan dikenal oleh para peserta yang hadir.
"Apakah saya bisa menghadapi pertanyaan pertanyaan yang akan mengair dengan gencar dari pihak pihak yang tidak puas ? " Ini pertanyaan pada diri saya terhadap kemungkinan kemungkinan yang muncul. Ada beberapa permasalahan yang sebaiknya jika ditanyakan dilemparkan kepada yang bertanggung jawab yaitu masalah pembinaan senior.
Walaupun saya juga mengetahui tetapi lebih baik yang jelas jelas lebih mengetahuinya dibawa serta.

Tepat pukul 09.00 dari sekretariat PP Pelti berangkat bersama sama ke KOMPAS. Yang hadir muka muka lama baik yang selalu "menyerang" induk organisasi karena tidak sepaham. Setelah acara pembukaan dari Kompas , maka moderator Anthn Sanjoyo langsung naik mimbar dan minta para pembicara naik keatas.
Pembicara pertama, saya kebagian dulu karena semuanya menunggu paparan dari PP Pelti. Mengantisipasi acara ini, sayapun membuat strategi dengan membuat paparan yang tidak disertai dengan paper sebagaimana lazimnya. Ini semua agar yang hadir masuk dalam konsentarsinya.
Paparan sayapun dengan power point berwarna disertai dengan foto foto berwarna membuat mata memandang lebih berkesan.
Memang salah satu trik yang saya lakukan adalah dengan berdiri, tidak mau duduk agar semua bisa fokus. Ini semua adalah trik trik menarik perhatian, dimana tidak banyak bicara tetapi gambar gambar yang berbicara.

Dari seluruh pertanyaan dari Wimar Witoelar, Wailan Walalangi, Diko Moerdono, Medi, Paulus Pasurney, Aji yang bertanya kepada Pelti hanyalah Wailan Walalangi dan Paulus Pasurney. Pertanyaan Wailan ada benarnya juga, yang meminta agar Pelti mengganti turnamen nasional menjadi internasional khususnya kelompok umum bukan yunior.
Tetapi sengaja ada pertanyaan Wailan yang saya tidak jawab disebabkan waktunya habis. Sedangkan dari Paulus yang mengatakan perlu keterbukaan PP Pelti langsung saya bantah karena selama ini kantor sekretariat PP Pelti terbuka untuk yang ingin bertanya.

Deddy Prasetyo dalam pembicaraan lebih menjurus kepada tehnis kepelatihan dimana orang awam banyak yang tidak mengerti
.

Minggu, 07 Juni 2009

INTERNET semacam CANDU

Jakarta, 11 Juni 2009. Hari ini benar benar tidak berdaya menghadapi kondisi badan yang makin lama makin tidak bisa diajak kompromi. Mau bangun kepalapun sempoyongan, lebih baik tidur saja. Tetapi sampai pukul 15.00 baru bisa bangun. Satu penyakit yang sudah merupakan habit adanya laptop dirumah. Karena tidak bisa diam, ada kecanduan melihat surat surat masuk melalui e-mail.
Kebiasaan setiap harus membuka email dan menjawab surat surat yang masuk, begitu juga adanya facebook bisa melupakan waktu istrahat. Kadangkadang larut malam baru sadar harus istrahat. Ini salah satu penyebab jadi kurang istrahat. Ini yang terjadi pada diriku. Bisakah melupakan sehari saja tanpa internet ? Ini yang harus dicoba. Apa mungkin disaat saat mengahadpi persiapan turnamen internasional, lupakan internet, rasanya tidak mungkin. Karena komunikasi paling efektip dan efisien adalah internet. Begitu juga kalau jalan jalan keluar kota , walaupun tidak membawa laptop, tetap dicarinya Warnet dikota kota tesebut. Apakah ini kebiasaan buruk atau tidak saya tidak bisa menjawabnya dengan pasti.

Hari ini jam 11.30 ada acara press conference Pekan Olahraga Nasional Tenis 2009 di hotel Menara Peninsula, tetapi kondisi bada tidak memungkinkan untuk ikut serta. Lebih baik istrahat saja, supaya besok bisa seperti semula. Penyakit batuk, flu hanya bisa diatasi dengan banyak istrahat. Biasanya kalau capek, saya jadi gemuk karena makannya banyak, tetapi akhir akhir ini makanpun ditahan tahan agar gula darah tidak naik. Sadar kesalahan besar selama ini adalah tidak pernah olahraga tenis, walaupun sering diajak teman teman main tenis. Baru sampai ke jalan pagi saja dimana saya coba hitung langkah sampai 1.000 langkah. Tapi hanya sekali seminggu, mana cukup !

Sebenarnya pagi ini ingin mencoba tidak membaca email atau yang berhubungan dengan laptop, tapi hanya bisa bertahan sampai pukul 15.30. Ya, keinginan ini tidak bisa dibendung. Dasar "Pengacara" (Penganguran Banyak acara)

Benar juga, banyak email masuk yang harus cepat dijawab, termasuk komunikasi dengan ITF (International Tennis Federation), khususnya persiapan turnamen internasional yunior Thamrin Cup ( 15 Jun) dan Oneject Indonesia (22 Juni). Setelah menerima daftar peserta Oneject Indonesia dari Pelti, maka langsung dikirimkan ke ITF, karena setiap minggu harus dikirimkan daftar baru karena adanya nama nama yang mengundurkan diri. Ini harus dilakukan, tidak bisa ditunda tunda.

Tetapi karena badan sudah mulai membaik, sehingga dicoba bangun supaya tidak terlalu memanjakan badan sendiri, tentunya juga diimbangi minum obat. Aanggap saja ini hiburan. Bisa ikuti berita berita tenis melalui internet. Cukup banyak bahan bahan yang bisa diikuti di website tenis.

Melihat lihat Stadion Sultan Agung di Bantul


Yogya, 7 Juni 2009. Keingian melihat langsung lapangan tenis Sultan Agung di Bantul sangat besar, karena lapangan tenis ini beberapa tahun silam diselenggarakan turnamen internasional Men's Futures. Biasanya setiap daerah ingin selenggarakan turnamen internasional, saya yang selalu dikirim oleh Pelti untuk mencek kepatutannya. Terutama daerah yang baru pertama kali selenggarakan maka tugas saya untuk memberikan panduan langsung ke daerah tersebut. Khusus lapangan tenis Sultan Agung di Bantul saya tidak dikirim karena langsung akan ditinjau oleh Enggal Karjono selaku Ketua Bidang Pertandingan PB Pelti periode 2002-2007.

Hari ini langsung cari taxi sekalian jalan jalan dimanfaatkan melihat langsung ke Bantul. Memang jaraknya terasa jauh, apalagi mengambil jalan yang kecil sehingga terasa sekali berada di desa karena masih banyak sawah sawah yang menghijau. Cukup menarik melihat kehijauan epanjang jalan, Disamping itu pula rumah rumah yang ada tidak telihat bekas korban gempa yan mnghancurkan rumah rumah yang ada di Bantul.

Sepanjang jalan dengan sopir taksi yang suka bercerita membuat perjalanan ini cukup menarik sepertinya turis dalam negeri saja. Sebelumnya dalam bayangan saya lapangan Sultan Agung ini ada mini stadium dengan 6 lapangan terbuka. Tetapi yang ada stadionnya justu lapangan sepak bolanya yang terletak bersebelahan dengan lapangan tenis. Sebenarnya ada keinginan selenggarakan turnamen nasional yunior di Bantul melihat adanya fasilitas yang cukup memadai.

Udara hari ini cukup panas sekali, dan sekitar lapangan masih kurang ditanami pohon pohon, sehingga terasa panasnya udara. Lapangannya cukup bagus karena belum terlalu lama dibangun Pemda Kabupaten Bantul yang dipimpin oleh Bupati Idham Samawi yang pernah menjadi Ketua Pengda Pelti D.I.Y.

Dari hasil kunjungan ke kota Gudeg ini ada kesimpulan sendiri yaitu kota Gudeg alias Yogyakarta sudah seharusnya mempunyai turnamen nasional

Merasa seperti sapi perah

Yogya, 7 Juni 2009. Selama berada di kota Gudeg sempat berbincang bincang dengan komunitas tenis di Yogya yang ternyata sangat haus dengan event turnamen. Keinginan ini pula langsung saya sampaikan kepada Sekretaris PengProv Pelti DIY Soemaryanto yang juga mendukung kegiatan turnamen di DIY. Kesempatan jalan jalan ke kota Gudeg ternyata mendapatkan sambutan positip. Bahkan semat bertemu salah satu rekan dari Harian Republika Herry Purwata yang khusus muncul di lapangan UGM karena ingin melihat dan ketemu saya. Memang sudah lebih dari 10 tahun sejak Herry bertugas di Yogya. Tidak disangka sangka masih bisa bertemu. Begitu pula rekan pelatih Ngatman menyempatkan diri datang bertemu dilapangan Lembah UGM.

Dalam pertemuan dengan Sumaryanto yang juga Dekan Fakultas Ilmu Keolahragan Universitas Negeri Yogyakarta, saya sampaikan salah satu gagasan agar ada kerjasama antara FIK UNY dengan Pelti dalam program pelatih tenis yaitu di FIK ada program study kepelatihan tenis, dimana setelah lulus S1 maka mahasiswa itu juga membawa gelar pelatih National ITF Level-1. Caranya, ada mata pelajaran yang belum didapat di Fakultas maka akan diberikan oleh Pelti.

Saya, sebenarnya tidak ingin selenggarakan turnamen dikota Gudeg karena sepengetahuan saya beberapa bulan lalu sudah pernah diadakan turnamen yunior di lapangan UNY dan UGM oleh rekan rekan dari Jakarta. Sukses, karena respons cukup besar sekali dimana peminat datang bukan hanya dari Yogya bahkan datang juga dari Jawa Tengah. Itu yang saya dengar sendiri dari penyelenggara turnamen berseri tersebut, sehingga timbul keinginan agar secara rutin diselenggarakan seterusnya.

Tetapi tidak disangka sangka saya mendapatkan laporan dari komunitas DIY ini yang diungkapkan sangat malu malu, dimana makin banyak yang berani ungkapkan kekecewaannya. Bahkan sangat mengharapkan saya turun langsung bukan hanya selenggarakan Piala Ferry Raturandang saja tetapi dikehendaki pula turnamen nasional yunior. Laporan seperti ini sudah pernah saya dengar juga dari rekan rekan dikota Bengawan yaitu Solo. Kenapa sampai kecewa, itu yang paling penting. Karena jika tidak ada lagi pihak pihak penyelenggara turnamen tentunya akan merugikan atlet tenis sendiri.

Memang sepengetahun saya, turnamen tersebut banyak memberikan janji janji kepada pemenangnya, tetapi realisasinya jauh dari perkiraan saya. Bahkan sebelum ke Bandara di lapangan tenis Lembah UGM, salah satu orangtua petenis yunior yang juga pelatih menyampaikan hadiah berupa raket hak putranya sebagai pemenang sampai saat ini belum direalisasikannya. Saya sendiri tidak mau ikut campur masalah ini, karena tidak berani mengumbar janji janji apalagi akhirnya tidak bisa direaliser.

"Saya lebih senang kerjasama dengan Opa, karena Opa lebih memperhatikan dan menghargai kerja kami ini. Bisa dibayangkan penghargaan yang diberikan oleh Opa untuk kerja 2 hari jauh lebih besar dibandingkan dengan dia berikan untuk 3 hari tidak sampai setengah dari Opa berikan. Dan selesai tugas langsung menerima tepat waktu tidak perlu ditunda tunda." ujar salah satu rekan yang ikut membantu pelaksanaan Piala Ferry Raturandang. Kemudian diungkapkan pula "jangan ada dusta diantara kita."

Sabtu, 06 Juni 2009

Manfaat Dunia Maya


Yogyakarta, 6 Juni 2009. Selama ini saya mengenal dunia maya cukup lama artinya sejak tahun 1997-98. Diperkenalkan oleh rekan saya di Singapore S Uthrapathy. Dari perkenalan dunia maya untuk berkomunikasi jarak jauh sudah bukan hambatan lagi. Bisa sangat murah jika dilihat dari beaya kehidupan sehari hari.

Malam ini di Yogya, saya bertemu teman teman komunitas tenis DIY. Salah satunya adalah Joko Wahyono yang dari TELKOM. Saya sendiri baru kenal, hanya memalui dunia maya, dan akhirnya bisa berjumpa di Solo saat Davis Cup by BNP Paribas bulan Maret 2009. Penasaran juga , langsung menanyakan awalnya bisa berkenalan. Sepengetahuan saya sebelum bertemu di Solo, sayapun belum mengenalnya. Terungkap dalam ceritanya karena membaca Tabloid Tenis masalah Turnamen Piala Ferry Raturandang sehingga Joko mencoba search ke internet nama Raturandang, maka didapatlah blogger ini.
Dibacanya seluruh cerita di blogger ini dari awal, berarti mulai diikuti ceritanya tahun 2008 karena blogger ini mulai muncul 12 Februari 2008. Sehingga membuat suatu kesimpulan yang cukup positip, dan berusaha menghubungi dengan cara berkomunikasi melalui email.

Memang selama mengenal dunia maya, pernah juga berkenalan tapi belum kenal. Yaitu rekan Eddy Suryanto dari Pontianak. Eddy mulai kenal tenis dan sering membaca situs ITF dan mulai tertarik dengan MINI TENIS. Dicarinya nomer kontak dengan Pelti di Indonesia. Dikirimkannya email ke PB Pelti menanyakan masalah Mini Tenis. Ternyata oleh sekretariat PB Pelti ( tahun 2000-2001 ) di forward emailnya ke email saya sendiri. Terjadilah komunikasi dua arah. Eddy bertanya, sayapun menjawab sebagai petugas PB Pelti .Kontak di dunia maya selama setahun akhirnya Eddy datang ke Jakarta singgah ke Pusat Tenis kemayoran untuk bertemu dengan August Ferry Raturandang yang saat itu sebagai manajer sport Pusat tenis Kemayoran.
.

Inilah manfaatnya bisa berkomunikasi dengan rekan rekan diluar daerah dengan cepat dan bermanfaat bagi pertenisan Indonesia. Tetapi ada juga kejadian tidak kenal tetapi justru dunia maya digunakan untuk menyerang pribadi maupun organisasi. Saya sendiri menyadari tidak smua masyarakat yang senang atas sepak terjang saya selama ini. Ini yang harus dimaklumi pula.

Jalan Jalan Ke Kota Gudeg

Yogyakarta, 6 Juni 2009. Sudah lama sekali tidak jalan jalan ke Yogyakarta atau dikenal dengan nama kota Gudeg. Rasanya sudah beberapa tahun silam bersama keluarga dari Semarang mnginap di Hotel IBIS yang dekat dengan jalan Malioboro yang cukup terkenal. Masih ingat hotel IBIS ini ada jalan masuk langsung ke Mall sehingga memudahkan tamu tamu yang bisa langsung shopping di Mall tersebut. Hari ini berangkat dari Jakarta dengan Garuda Indonesia, saya sendiri dijadwalkan jam 12.50 berangkat dari Bandara Soekarno Hatta.

Mendarat dengan selamat di Bandara Adi Soetjipto yang kelihatannya kalah besar dan mewah dibandingkan dengan Bandara Adi Soemarno di Solo yang bulan Maret 2009 diresmikan pemakaiannya oleh Presiden SBY.

Setelah singgah ke Lembah UGM dimana ada pertandingan tenis Piala Ferry Raturandang-66 yang dipimpin oleh tenaga muda dari Solo Irsyad, singgah ke rumah salah satu orangtua petenis Yogyakarta Indrawan bersama Irsyad dari Solo. Letak rumahnya dekat sekali dengan Hotel IBIS. Akhirnya menginap di Hotel ISD artinya Ibis Sonoan Dikit. Teringat istilah BSD di Jakarta diplesetkan menjadi Bekasi Sonoan Dikit

Setelah mandi sore, dilanjutkan makan malam di salah satu resto Pak Ndoet tempat makan bebek goreng. Tempat duduk lesehan artinya sambil bersila dimana mejanya sangat rendah. Karena tidak terbiasa maka saya memilih yang bisa sandaran badan.
Bebek Goreng. Teringat juga dengan bebek goreng H Slamet di Solo. Cukup nikmat makan bersama Indrawan, Joko W, Erman, Irsyad dan Deo salah satu petenis Yogyakarta.
Cukup nikmat dengan sambel khasnya agak pedes dikit, dan minum es beras kencur. Karena sudah lama tidak minum beras kencur, sehingga dicobanya kali ini.

Saya sempat bertanya, Yogya disebut kota Gudeg tetapi dari siang sampai malam ini tidak terlihat yang jualan gudeg. Ternyata gudeg baru muncul agak malam setelah toko toko di jalan Malioboro tutup. Penasaran juga, sudah sampai Yogya kenapa tidak coba makanan khas nya yaitu Gudeg.

Mengisi waktu dengan mengobrol mulai dengan masalah turnamen tenis yang akan diselenggarakan oleh rekan rekan orangtua petenis di Yogya sampai masalah lainnya. Tetapi yang paling asyik, bicara masalah olahraga tidak satupun yang bercerita masalah Pilpres yang sedang hangat hangatnya dimedia massa Jakarta maupun daerah. Inilah dunianya olahraga, kenapa pusing dengan masalah politik.

Tepat pukul 22.30, saya pamitan dulu dengan berjalan kaki. Karena hanya 50 meter dari rumah Indrawan. Tetapi sewaktu mau masuk hotel, muncul keinginan menikmati suasana Yogya dimalam hari. Sudah datang jauh jauh, kenapa belum menikmati makanan khasnya yaitu Gudeg dan lain lain. Keinginan mencicipi makanan khas disetiap daerah yang dikunjungi merupakan salah satu kegemaran tersendiri. Akhirnya tidak jadi masuk kamar tetapi berjalan kaki menelusuri jalan Malioboro yang terlihat sudah tutup toko tokonya. Tapi bukan berarti langsung jalan Malioboro mati. Justru muncul kehidupan baru, yaitu sepanjang trotoar adanya tempat makan lesehan. Sepanjang kaki melangkah terlihat berbagai makanan yang dijualnya. Dan makin banyak juga masyarakat Yogya maupun pendatang dan bahkan ada bule juga ikut menikmatnya. Ada Anak Ayam Kampung Goreng, Pecel lele, dan gudeg. Tetapi kaki masi ingin jalan terus sampai melewati kantor Gubernur DIY, dan hitung hitung kaki telah melangkah sepanjang 950 langkah maka berhentilah karena ada tempat juala khusus Gudeg. Ada yang duduk lesehan tapi saya pilih duduk dibangku yang tersedia. Perut sebenanya sudah kenyang tetapi tidak mau melepaskan kesempatan menikmati makan Gudeg dimalam Minggu di jalan Malioboro yang cukup dikenal seantero dunia. Dari pilihan makana Gudeg saya tidak memilih ayam popor. Karena sudah kenyang akhirnya tidak bisa menghabiskan seluruh hidangan di piring.
Pulang kembali dengan mencoba iseng hitung hitung lgi ternyata 959 langkah sampai ke hotel untuk berisitrahat. Inilah Kota Gudeg dimalam Minggu yng tidak pernah mati. Ada lagi satu gangguan yaitu setiap berjalan kali selalu ada saja tawaran dari tukang tukang becak yang cukup banyak menunggu penumpang. Menawarkan jalan naik becak keliling. Untungnya yang ditawarkan adalah melihat toko toko batik yang lebih murah harganya langsung dipabriknya. Malam malam mau lihat toko batik. Apa tidak salah nih !

Jumat, 05 Juni 2009

Siapa Menang kalau masing masing menang dan kalah sama


Jakarta, 5 Juni 2009. Pengetahuan masalah aturan turnamen masih belum sepenuhnya dikenal baik oleh pelaku pelaku tenis di Indonesia sehingga saya tertarik mencoba berikan infiormasi setelah berkonsultasi dengan yang lebih mengetahuinya. Kita tidak perlu malu bertanya kepada yang lebih mengenal aturan aturan turnamen khususnya petenis, pelatih maupun organizer turnamen tenis. Khususnya petugas pertandingan seperti Referee seharusnya sudah menguasainya. Tetapi tidaklahheran masih banyak yang belum mengetahuinya jikalau tidak mau belajar dengan membaca peraturan2 yang mudah didapat jika belum mempunyai bukunya, yaitu melaui internet semua aturan bisa diakses. Khususnya bagi official (wasit) sudah punya akses khusus ke ITF dimana tidak semua orang termasuk saya bisa mengaksesnya karena tidak terdaftar sebagai wasit internasional.

Malam ini saya terima pertanyaan dari Surabaya masalah penentuan pemenang jika gunakan sistem round robin. Dimana ada 3 pemain ternyata saling kalah menang artinya ketiga tiganya menang 2 kali tapi kalah sekali. Kerena menerima telpon sambil menyetir kendaraan sehingga tidak bisa konsentrasi sehingga sayapun tidak gegabah memberikan keputusan maka sayapun menganjurkan agar menghubungi Admintrator Pertandingan Sdr Slamet Widodo yang juga sebagai Referee TDP. Mau menjelaskan berdasarkan feeling saja bukanlah suatu tindakan yang bisa dipertanggung jawabkan. Tidak usah malu membuka buku aturan aturan tersebut.

Jika kasusnya demikian berarti kemenangannya sama yaitu 2-1. Sekarang kita lihat prosentase setnya. Jika terlihat ada yang lebih unggul maka dinyatakan sebagai peringkat 1 kemudian jika 2 petenis lainnya sama setnya maka bukan head to head seperti perkiraan semua orang tetapi dilihat prosentase gamesnya. Jika masih sama pula maka tindakan terakhir adalah di UNDI

Kamis, 04 Juni 2009

Penawaran Akomodasi Atlet tenis di Surabaya


Surabaya, 4 Juni 2009. Ada penawaran yang menarik bisa dimanfaatkan oleh penyelenggara turnamen nasional maupun internasional di Surabaya. Masalah akomodasi khususnya di Surabaya, termasuk cukup pelik bagi petenis Indonesia karena jarak antara penginapan (murah) dengan lapangan Brawijaya cukup jauh sehingga bagi peserta luar kota Jakarta harus menggunakan taksi atau kendaran umum. Memang saat ini bagi petenis asing butuh hotel internasional sudah bisa berlapang dada karena sekitar 150 meter ada hotel di Surabaya Town Square (SUTOS).
Hari ini sebelum kembali ke Jakarta, singgah di lapangan Brawijaya ketemu Kolonel Agus yang ternyata Komandan BekAng Kodam Brawijaya yang bermaksud melihat latihan tim tenis Kodam Brawijaya yang dipersiapkan menghadapi Pekan Olahraga Angkatan Darat di Magelang. Sewaktu Kolonel Agus tiba kebetulan saya sedang duduk dekat pintu masuk berbincang bincang dengan rekan dari Surabaya Didik C Winardi membahas turnamen tenis Veteran.

Begitu melihat ada perwira menengah mau memasuki lapangan, langsung sayapun menyambutnya dengan ramah. Diapun tidak tahu kalau ada turnamen nasional UFO junior Open yang sedang berlangsung di Surabaya ini. Kemudian saling memperkenalkan diri, beliau menawarkan penginapan untuk atlet tenis di jalan Hayam Wuruk. Ada mess yang bisa dimanfaatkan dengan harga yang cukup terjangkau dibawah Rp. 100 ribu dengan adanya pendingin udara dan tempat tidur yang memadai karena mess tersebut digunakan untuk perwira Angkatan Darat. Langsung cari pengurus Pelti Provinsi dilapangan tetapi tidak kelihatan , akhirnya ambil inisiatip panggil Sony Irawan Referee UFO Junior Open yang juga salah satu Wasit White Badge di Surabaya. Diharapkan jika adakan turnamen Widjojo Soejono Semen Gresik yang di bulan Nopember 2009 bisa memanfaatkan fasilitas tersebut.
Jikalau jauh jauh hari sudah persiapkan dengan petugas Kodam maka semua bisa diatur dengan baik.

Memang uluran tangan dari perwira menengah Kodam Brawijaya ini sangat bermanfat untuk petenis daerah yang sangat butuh fasilitas akomodasi yang murah.
Disamping itu pula bisa juga memanfaatkan mess Kodam Brawijaya di Jakarta (jalan Matraman Raya) jika masih diperlukan untuk kegiatan turnamen tenis di Jakarta.
"Waduh, tidak percuma jalan jalan ke Surabaya bisa bertemu dengan pecinta tenis lainnya dan diteruskan kepada penyelenggara turnamen. Ini manfaat yang bisa dirasakan karena saya bisa memanfaatkan kesempatan yang didapat untuk tenis Indonesia juga."
Setelah itu Kol Agus selaku koordinator PTAD (Persatuan Tenis Angkatan darat) Kodam Brawijaya minta ijin melihat atlet atlet Kodam Brawijaya berlatih.

Perbincangan sejak semalam dengan rekan Didik C Winardi didapatkan informasi kalau akan diadakan juga turnamen tenis VETERAN pada tanggal 7-9 Agustus 2009 di lapangan tenis Brawijaya dengan hadiah Rp. 50 juta. Waduh, dapat lagi info menarik agar para petenis veteran ada lahan pertandingan. Kelihatannya BAVETI belum tahu rencana ini. Ya, sudah beritahu saja kepada mereka. Bravo VETERAN