Senin, 27 September 2010

Kesan kesan di South East Asia Soft Tennis Champs

Jakarta, 27 September 2010. Sekembali dari Kota Kinabalu Sabah Malaysia saya mempunyai kesan tersendiri di pelaksanaan kejuaraan soft tennis Asia Tenggara. Kehadiran saya dalam rangka bertemu dengan Technical Delegate Soft Tennis SEA Games 2011 Jovy Mangawal yang memerlukan saya hadir melihat pelaksanaan Soft Tennis Asia Tenggara dan sekalian mempersiapkan pelaksanaan SEA Games di Jakarta tanggal 12- Nopember 2011.
Sebelum ke kota Kinabalu saya sempat berkomunikasi dengan Yovy melalui email. Ada perbedaan pandangan dia dengan saya yaitu masalah Referee dan Technical Delegate yang saya lihat di pelaksanaan kejuaraan soft tennis Asia Tenggara ini ( 17-19 September 2010).

" Anda cukup dikenal di Filipina" ujarnya memuji mengangkat setinggi mungkin. Tentunya ada maksud maksud tertentu untuk memuji saya didepan rekan rekan lainnya yang datang dari Thailand sebagai Referee turnamen.
Malam kedua saya sempat bertemu di kamarnya yang merupakan tempat kerjanya dimana dia sedang pilek karena kecapek-an.
Saya langsung menegurnya didepan President South East Asia Soft Tennis Federation Col. Jeff A Tamayo Jr. " Kenapa anda repot sekali, sebenarnya yang anda kerjakan itu kerjaannya Referee. Dia enak enak tidur Anda kerja berat buat order of play yang sebenarnya tugas Referee.Seharusnya sekarang anda tidur saja. Repotnya anda seharusnya sewaktu persiapan turnamen saja. " ujar saya didengar oleh Jeff A Tamayo yang langsung berdiri dan sempat mengiyakan pernyataan saya ini.

Kalau saya lihat perbedaan soft tennis dan tenis tidak banyak baik dilapangan maupun penyelenggaraannya. Walaupun saya sebenarnya pernah sebagai panitia pelaksana Asian Soft tennis Champ di Jakarta tahun 1992. Sayapun menilai pelaksanaan kali pini mengingatkan saya selenggarakan Persami (saya sudah laksanakan sekitar 300 turnamen Persami). Bedanya dengan tenis dengan soft tennis didalam penyelenggraan adalah soft tennis tidak gunakan ENRRY FEE alias uang pendaftaran. Artinya turnamen soft tennis tidak bisa mandiri, harus ada sponsor.
Bisa dibayangkan turnamen kelas Asia Tenggara dimana pertandingan BEREGU dan Perorangan tidak disediakan ruangan untuk peserta istrahat. Ada 2 tenda dimana tenda untuk panitia dan satu lagi tenda untuk restoran. Tim Indonesia duduk dibawah pohon saja. Tanpa sound system , cukup dengan TOA saja . Tournament Director membuat Order of Play agak aneh. Caranya mengingatkan saya pertama kali terjun di turnamen tenis ( 1980).
Waktu saya tanya kenapa tidak gunakan sound system yang lebih baik sehingga bisa didengar semua peserta. Saat ini pesertanya dicari oleh Direktur Turnamen dan Referee untuk diberitahukan lapangan yang akan dipertandingkan.Jawabannya adalah tidak disediakan listrik. Padahal tinggal tarik kabel panjang. Tetapi saya tidak meneruskan pertanyaan saya. Memang saya lihat dia itu sungkan sama saya karena memperhatikan dan mendengar reputasi saya di pertenisan Indonesia. Persiapan rekan rekan di Kota Kinabalu hanya dalam waktu 2 bulan setelah di approach oleh SEA Soft Tennis Federation. Sehingga saya lihat pelaksana kali ini disiapkan tenaga tenaga pelaksana dari Filipina.


Sanggup adakan turnamen soft tennis se Asia Tenggara
Melihat pelaksanaan kejuaraan soft tennis di Kota Kinabalu, saya memberanikan diri bertanya kepada Takei T yang juga pernah selenggarakan kejuaraan sejenis di Senayan Jakarta tahun 2006 yag diikuti 3 negara saja.
"Berapa budget sewaktu pelaksanaan tahun 2006 di Jakarta?" pertanyaan saya kepadanya. Dijawab kalau waktu itu menghabiskan 800.000 yen (mata uang Jepang). Langsung saya sampaikan kepadanya. " Berikan dana tersebut kepada saya maka saya sangup adakan 4 kali turnamen sejenis dalam setahun. " saya tantang dia.
Memang selama ini kalau kejuaraan soft tennis di Jepang ataupun Korea selalu diberikan fasilitas yang wah sekali seperti akomodasi dan makanpun disediakan oleh tuan rumah gratis. Kalau di Kota Kinabalu semua peserta harus bayar. Hanya akomodasi diberikan hostel atau lebih tepat "asrama" dengan tarif murah sekali US $ 16.00.
Pertandingan seperti Persami karena TANPA WASIT dari babak penyisihan sampai FINAL.

Perang Mulut Orangtua

27 September 2010. Disela sela pelaksanaan National Youth Training Camp kedua di Ragunan saya melihat para orangtua maupun pelatih ikut aktip mendampinginya. Dari cerita cerita yang saya terima ada yang belum pernah pisah degan orangtuanya. Ada yang mengatakan dihari pertama putra ataupun putri kesayangannya belum betah ingin pulang dekat orangtuanya. Kalau pengamatan saya ada yang betul tetapi ada juga "masukan" yang saya terima itu hanya rekayasa orangtua.

Sebenarnya keberadaan training camp ini untuk membuat petenis yunior juga bisa mandiri, karena semua itu dimasukkan dalam "asrama" yang sebenarnya sudah fasilitas hotel berbintang. Tetapi dalam pelaksanaan sejak yang pertama kali diadakan training camp saya masih melihat belum sepenuhnya semua orangtua mau rela melepaskan putra/putri kesayangannya didalam camp. Padahal mereka tidak ikut menginap, hanya setiap saat dipantau kegiatan didalam kamar dengan menunggui anak anak sampai jam tidur. Itu hak mereka tetapi saya melihat dengan kacamata saya kalau hal itu tidak perlu dilakukan. Biarkan mereka belajar mandiri. Lepaskan mereka mengatur diri mereka setelah diberi pengarahan sebelumnya.

Di training camp yang kedua ini ternyata terjadi "perang dingin" antar orangtua yang saya dengar sendiri dari peserta training camp. Bahkan sudah terjadi perang mulut antara orangtua peserta. Memang saya sendiri menerima SMS dari salah satu orangtua memberitahukan masalah putra/putrinya di marahin oleh salah satu orangtua. Tetapi tidak saya tanggapi karena saya tidak mau ikut campur masalah mereka ini. Saya sudah anggap biasa diturnamen tenis khususnya ada pertengkaran antar orangtua masalah putra dan putrinya. Ini akibat ikut campurnya orangtua sampai ke kamar peserta yang disiapkan seperti fasilitas hotel saja.
Berbagai cerita disampaikan kepada saya sebagai upaya meyakinkan masalah yang muncul tanpa saya minta karena saya tidak ingin ikut masuk kedalam masalah mereka sendiri. Saya akan turun tangan kalau menyangkut masalah hal hal yang mengganggu jalannya training camp saja.

Serba FILA, dapat tanggapan

Jakarta, 27 September 2010. Disaat menunggu pertandingan Soft tennis di South East Asia Soft Tennis Champs yang berlangsung sejak 17-19 September 2010 di Likas Tennis Center Kota Kinabalu, Sabah Malaysia yang ltaknya di utara Kalimantan, saya sempat dikejutkan dengan pernyataan rekan Takei T pelatih soft tennis Indonesia asal Jepang.
"Sepatu FILA, kaos kaki FILA, celana FILA, kaos FILA. semua FILA." ujarnya kepada saya. Lansgung ditangapi oleh Wukirasih Sawondari mantan petenis Asian Games Busan peraih medali emas Indonesia yang sekarang menjadi atlet soft tennis Indonesia yang sudah berdomisili di Bali. "Itu dari sponsor." ujar Wukir.
Tetapi saya langsung mengatakan. " Under wear saya juga FILA. Belum lagi ada burungnya FILA. Mau lihat?" ujar saya bercanda karena semua sudah tegang karena hasil tim Indonesia baru 1 emas dari 5 yang ditargetkan.

Begitulah selingan yang saya buat agar semua hilang ketegangannya menghadapi kejuaraan soft tenis Asia Tenggara sebagai ajang try out tim SEA Games 2011.
Sebelum berangkat kebetulan saya diminta hadir ikut bertemu dengan technical delegate Soft Tennis di SEA Games 2011 di indonesia Yovy Mangawal yang juga sebenarnya pelatih di Filipina dan sekarang menadi Sekjen South East asia Soft Tennis Federation.

Sebelum berangkat saya dibuat sibuk karena harus mencari jaket untuk tim, langsung saya tawarkan kepada FILA yang sudah saya kenal. Karena mepet waktu maka FILA tidak bisa berikan sponsorship. Hanya diberikan discount untuk jakte tim Soft Tennis. Sebelumnya saya coba hubungi Misrun salah satu pedagang di Senayan untuk kebutuhan jaket tersebut. Hanya karena soal waktu dimana masih ada suasana Lebaran sehingga ada kesulitan pengadaannya. memang ditawarkan merk NIKE tetapi modelnya saya tidak suka karena sepertinya untuk sepakbola. Akhirnya saya dapat jawaban dari FILA.

Saya punya cerita sendiri mengenai FILA. Sepengetahuan saya merk yang pertama saya kenal sebenarnya FILA sewaktu saya berkunjung ke Singapore ( tahun 1988), saya tertarik sekali dan saya belu=inya juga di Bandara Singapore. Satu stel saya beli yaitu jaket, kaos dan celana pendek untuk tenis. Waktu itu bintang tenis yang gunakan FILA adalah Bjorn Borg. Baru setelah itu saya mengenal merk SIMPSON asal Australia.

Saat ini saya menyimpan koleksi perlengkapan tenis merk FILA, mulai dari sepatu, kaos kaki dan Poloshirt/T-shirt, topi tas maupun tas laptop tempat Handphone dll.
Ini yang saya gunakan untuk RemajaTenis maupun lain lainnya.

Pernak Pernik National Youth Training Camp kedua

Jakarta, 26 September 2010. Jikalau pelaksanaan National Youth Training Camp yang pertama sebagai bentuk mewujudkan keinginan Martina Widjaja selaku Ketua Umum PP Pelti agar dimasa mendatang pertenisan Indonesia bisa menjadi lebih baik dengan lebih mengaktifkan grass root development programnya yang ternyata tidak terlalu banyak rumor yang muncul, tetapi setelah saya kembali dari kota Kinabalu Malaysia saya mendengar begitu banyak intrik intrik datang dikalangan masyarakat tenis Indonesia, khususnya dikalangan orangtua petenis yunior yang selama ini saya kenal karena mereka ini ikut aktip membawa putra/putrinya ikuti turnamen RemajaTenis maupun Persami Piala Ferry Raturandang.
Saya sendiri menyadari akan banyak reaksi terhadap pemenuhan keinginan yang lebih banyak atau cenderung lebih menonjol ego masing masing pihak. Suka atau tidak suka I don't care begitulah cara saya menghadapi komentar komentar miring terhadap setiap pemenuhan ego masing masing. Saya juga dengan bintang LEO, juga cukup tegar maupun cuek karena ego saya juga tidak kalah dengan mereka. Tapi ego saya bisa mengalah jika ingin menjalankan misi pertenisan kedepan. Ini demi masa depan tenis Indonesia, sedangkan saya sendiri merasa sebagai pelayan masyarakat tenis.

Sebelum ke Kota Kinabalu saya sudah siapkan program National Training camp, mulai dari pemanggilan pemain dengan kontak ke peserta atau orangtua maupun pelatih dari 9 petenis yang diprioritaskan ikut program ini karena mereka ini yang ikut National Youth Traiing Camp pertama. Semua ini sudah dikonsultasikan dengan pelatih Suresh Menon di Kuala Lumpur.
Yang menjadi tugas agak sensitif hanya untuk mengisi kekurangan dari kuota 24 pemain yang dipilih berdasarkan seleksi sebelum masuk training camp. Seleksi dijadwalkan 17-19 September 2010, yaitu dari KU 10 tahun diundang 12 petenis dan KU 12 tahun dipilih 12 petenis juga.
Mulailah saya buat daftar pemain berdasarkan prestasi yang saya miliki di turnamen RemajaTenis maupun turnamen lainnya. Maka saya buat daftar keseluruhan menjadi 32 pemain. Karena siapa tahu yang sudah masuk dalam kelompok 12 orang ada yang berhalangan ikut karena berbagai masalah sendiri sendiri. Sebagai contoh Rini Puspitasari dari Makassar awalnya bersedia tetapi last minute berhalangan karena tidak ada dana untuk tiket pesawat ke Jakarta. Maklum setelah Lebaran harga tiket mahal. Begitu juga masalah dari peserta Training camp sebelumnya berhalangan hadir karena masalah sekolahnya yang baru pindah sehingga sulit mendapatkan ijin kalau sampai masuk camp ( 20-29 Sept). Petenis ini adalah Shamira Azzahra (DKI). Kalau Stefano Wirawan asal Semarang berhalangan hadir karena sudah diprogramkan ke kelompok 12 tahun sedangan Stefano dalam program ini diminta tetap di KU 10 tahun.
Dari nama petenis yang baru ada yang berhalangan karena tidak ada yang antar ke Jakarta yaitu Salsabila H dari Padang. Sedangkan Bagus Laksono dari DIY tidak ada kabar beritanya.

Yang agak kaget saya mendapatkan informasi kalau diluaran ada upaya untuk tidak memenuhi undangan ikut seleksi masuk training camp. Mulai dengan kirim SMS keorangtua calon peserta yang diundang dengan menyampaikan berita bohong seperti kalau training camp yang pertama telah terjadi atlet patah kaki. Belum lagi datang juga SMS kepada orangtua di Jawa Tengah yang menerima SMS dari salah satu orangtua petenis yunior di Rembang Jawa Tengah yang menyebutkan kalau harus hati hati ke Jakarta karena bahaya narkoba dan lain lain. Apa sih maunya semua ini. Tapi ini ciri khas pertenisan Indonesia datang dari kalangan orangtua yang sangat berambisi tetapi menurut saya mereka ini baru kenal tenis sehingga lebih sering manghalalkan segala cara untuk mencapai ambisinya sendiri. That's a life !

Kamis, 23 September 2010

SPORTIFITAS bukan untuk Pembina

Jakarta, 23 September 2010. Ada satu hal yang saya perhatikan selama berkecimpung di organisasi olahraga tenis yang juga mencangkup semua cabang olahraga. Yaitu SPORTIFITAS yang selama ini didengung dengungkan. Dan hari ini dalam seminar olahraga dikantor Menpora saya kemukan sebagai salah satu peserta.
Kesan saya sportifitas itu hanya berlaku untuk atlet bukan bagi pembina. Kenapa begitu ya. Coba kita perhatikan baik di tingkat kotamadya/kabupaten bahkan tingkat propinsi dan nasional sekalipun. Ini merupakan ganjelan didalam memajukan prestasi olahraga.
Jika ada kegagalan selalu dicari kambing hitamnya, yaitu jatuh kepada atletnya yang disalhkan. Belum lama ini saya membaca juga komentar petinggi olahraga bahkan sampai ke tingkat menteri sekalipun bahwa kita kalah karena curangnya wasit. Ini korban kedua yang dilem[arkan kepermukaan. Saya sangat sedih sekali masalah ini.

Sebenarnya atlet itu sangat smart sekali menurut saya, bisa memanfaatkan peluang yang muncul dari ketidak sportifan pembinanya. Kenapa sampai demikian tentunya bisa panjang ceritanya. Tetapi saya membuat lebih simpel saja . Yaitu goalsnya pembina baik ditingkat klub maupun kotamadya/kabupaten bahkan propinsi dan nasional bukan lagi PRESTASI. Tetapi sudah ke PRESTISE.
Coba kita lihat setiap Pekan Olahraga baik ditingkat kotamadya/kabupaten maupun propinsi danbahkan nasional selalu yang ditekankan adalah mengejar medali bukan prestasi. Akibatnya semua pihak mengejar medali dengan cara cara tidak sportip. Contohnya, langsung dibelinya atlet lain kota/daerah untuk memperkuat kontingenya. Mulailah semua kebohongan publik dilakukan. Kita ketahui persyaratan peserta adalah Kartu Tanda Penduduk. Disinilah manipulasi dilakukan. Bisa didapatkan KTP baru bagi si atlet dengan berbagai cara, padahal atlet tersebut berdomisili dilain kota/propinsi.

Belum lagi kalau kita lihat ada pembina yang memalsukan usia anak anaknya untuk bisa ikuti kejuaraan dengan usia dimudakan. Ini di tingkat yunior, kalau di tingkat veteran lain lagi, usia dituakan. Jadi usia bisa berubah ubah tergantung kebutuhannya.

Selama goalnya bukan PRESTASI tetapi PRESTISE maka menurut saya olahraga kita bukan maju tetapi mundur sekali.
Kenapa pembinanya berbuat demikian, saya memperkirakan karena pembinanya sendiri belum pernah merasakan menjadi atlet sejak yunior, sehingga tidak merasakan betapa sulitnya mengejar prestasi itu.Dan jika sudah didapat maka kebanggaannya sangat dirasakan sekali. Jadi pembinaan atlet bukannya instan.
Pembina tersebut belum pernah merasakan suatu kompetisi dan tidak pernah merasakan menjadi juara suatu turnamen.

Pengaturan Permainan

Kota Kinabalu, 18 September 2010. Baru kali ini saya melihat suatu keanehan diarena pertandingan internasional. Aneh, karena diminta pengertian akan tujuan ikut turnamen ini bukan mengejar medali sebanyak mungkin. Sedangkan sebelum berangkat saya sudah mendapatkan pesan agar sapu bersih medali yang ada sessuai dengan perkiraan kekuatan soft tennis di Asia Tenggara.
Pertandinga soft tennis berbeda dengan tenis. Jika ada event beregu biasanya di tenis dipertandingkan lebih awalkemudian setelah selesai dilanjutkan dengan perorangan. Soft tennis dipertandingkan perorangan dulu dengan ganda baik putra dan putrid. Mereka punya alas an sendiri. Soft Tennis lebih menghormati ganda bukan tunggal. Bisa dilihat susunan beregu yaitu 1 tunggal dan 2 ganda.
Pembuatan order of play maupun undiannya berbeda sekali. Digunakan round robin system dimana setiap pemain/regu akan saling ketemu. Artinya bukan system gugur.
Karena turunnya hujan membuat penyelenggara kewlahan juga. Diubahlah sistemnya dimana ada pembatasan peserta dari setiap Negara. Awalnya setiap Negara bisa ikut seluruh pesertanya artinya 5 petenis untuk pertandingan tunggal baik putra maupun putrinya. Kali ini diubah menjadi 3 saja.
Saya diminta pengertiannya untuk mengalah karena asosiasi soft tennis Asia Tenggara butuh partisipasi peserta di SEA Games 2011 di Indonesia. Karena soft tennis untuk pertama kali dipertandingka di SEA Games. Giliran pertandingan hari ini adalah ganda campuran. Karena kemarin sudah ada medali emas ganda putra dan putrid dimana Filipina dapat 1 ganda putrid dan Indonesia medali emas di Ganda Putra maka diupayakan agar Thailan juga dapat. Maka ada kompromi dengan Filipina ahar tidak mendpatkan meadli emas di ganda campuran. Lansgung saya komunikasikan dengan Diko Moerdono selaku penanggung jawab Soft Tennis Indonesia. Jawabannya adalah harus sapu bersih.Akhirnya gand campuran dipegang oleh Thailand setelah kalahkan ganda campuran Indonesia di final.

Beri sambutan dengan celana pendek

Kota Kinabalu, 18 September 2010. Tiada disangka sangka kalau malam ini diadalkan welcome party oleh tuan rumah di restoran sea food Nelayan di Kota Kinabalu. Sore ini setelah kembali dari lapangan tenis Likas, saya diberitahu kalau nanti malam jam 19.00 makan malam diluar. Ini seperti biasanya kalau makan malam selalu keluar Asrama atlet tesebut dengan menyewa mini bus.
Saya melihat salah satu atlet softtennis Indonesia memakai celana pendek. Maka seperti biasanya saya memakai celana pendek juga karena tujuannya makan malam dengan atlet sendiri.
Tiba dilobi asrama saya melihat anggota tim Filipina sudah berkumpul dan juga atlet Indonesia dengan memakai jaket seragam tim Indonesia. Sayapun kembali kekamar memakai jakte tersebut biar sama sama, tidak ada pikiran kalau ada acara makan malam bersama tuan rumah.
Setelah berangkat saya baru tahu kalau semua diajak makan di restoNelayan diundang tuan rumah.
Santap malam saya bersama rekan satu tim Takei duduk bersama atlet, tetapi tidak lama diminta tuan rumah duduk bersama President South East Asia Soft Tennis Federation Kolonel Jeff Antonio Tamayo Jr dengan sponsor makan malam dari Sabah Tourism Board.
Yang menjadi asaya kikuk ketika diacarakan sambutan dari wakil peserta. Artinya saya harus menyampaikan sambutan juga. Wah, cilaka sayapun menyodorkan agar Takei mewakilinya karena saya memakai celana pendek.Tetapi dia menolaknya. Apa boleh buat.
Ini untuk kedua kalinya saya berpidato diluar negeri memberikan sambutan mewakili tim Indonesia. Yang pertama kali sewaktu bersama tim Davis Cup Indonesia di Hongkong.
Kekauanpun hilang karena yang pertama berikan sambutan adalah Jeff Antonio Tamayo Jr, kemudian saya diminta berikan sambutan. Ya, sudahlah karena tidak ada undangan resmi maka sayapun terpaksa lakukan ini.
Kalau berpidato diajang internasional bukan yang pertama karena untuk seminar ataupun rapat internasional khususnya tenis sudah pernah dilakukan.

Rabu, 22 September 2010

Hari pertama di Kota Kinabalu

Kota Kinabalu, 17 September 2010. Pagi ini masalah muncul adalah tidak disediakan makan pagi, harus cari sendiri. Pesanlah kepada rekan rekan yang lebih dulu datang yaitu dari Filipina yang juga tidur dalam asrama tersebut. Rombongan Thailand menginap dihotel lainnya diluar asrama tersebut. Karena acara pembukaan mulai pkl. 09.00 maka bungkusan makanan dibawa ke lapangan karena pemainnya mau pemanasan dulu.
Pembukaan dilakukan dilapangan utama karenaada tribun penonton, dan dibuka oleh Deputy Menteri Olahraga Malaysia dan sambutanpuna datang dari Presdient Sabah Tennis Association Johnson Koh Yong Siang. Parade peserta terdiri dari Malaysia, Thailand, Filipina dan Indonesia.
Setelah pembukaan dilakukan foto session peserta dengan Menetrri dan ofisial lainnya.
Acara hari ini adalah pertandingan ganda putra. Berbeda dengan tenis, di Soft Tennis pertandingan dimainkan mulai dari ganda bukan tunggal, karena lebih dominant ganda dibandingkan dengan tunggal.
Ternyata hari pertama ini Indonesia bisa mengambil medali emas dengan keluarnya Hendri SoesiloPramono/Edy Kusdaryanto sebagai juara. Sedangkan Prima Simpatiaji/Ferly Montolalu gagal di semifinal karena tumbang dari pasangan Filipina.

Pengalaman baru di masyarakat soft tennis Asia Tenggara. Ini kejuaraan Asia Tenggara tetapi minim fasilitas. Tidak ada tempat istrahat peserta, terpaksa duduklah dibawah pohon dimana duduk diakar akarnya, so pasti pantat tidak betah berlama lama.
Panitia kerja dibawah tenda sedangkan peserta tidak disiapkan tempatnya. Panasnya udara Kota Kinabalu cukup menyengat kulit. Perkiraan saya saat itu diatas 30 derajat C.
Dalam hati saya lihat kerja panitia yang diturunkan dari Filipina termasuk tenaga medis didatangkan dari Filipina. Ini seperti kalau saya jalankan Persami di Jakarta. Ada Referee dari Thailand, dan direktur turnamennya dari Filipina yang akan jadi Technical Delegate SEA Games mendatang. Tidak a\disediakan sound system cukup gunakan speaker TOA (mobile) seperti yang saya punya juga. Model Order of Playnya agak aneh tidak seefisien di Tenis. Pemain yang mau main disamping sudah dipanggil dengan TOA tetapi masih dicari oeh Referee ataupun Direktur Turnamen. Ini baru lucu deh.
Kelihatannya Direktur Turnamenya rada segan sama saya. Pertama kali ketemu semalam di asrama tersebut, dia katakan kalau nama saya cukup dikenal di Manila. Wow, sombong juga. Ini moment yang tepat agar tidak digertak sama orang asing, maka keluarlah sombong saya (biasa saya lakukan dengan orang asing ditenis.Kita harus so tahu, jangan dianggap enteng.). Sayaoun cerita sama dia kalau saya sudah hampir 300 turnamen Persami saya laksanakan tanpa sponsor, diapun kaget karena dia hanya 20an selaa ini di Manila dalam beberapa 10 tahun saja. Sehingga kadang kadang kalau dia merubah suatu keputusan maka dia tanya dulu kepada saya. "Kena deh"

Berangkat ke Kota Kinabalu

Kota Kinabalu, 16 September 2010. Tiba dengan selamat di Kota Kinabalu, Sabah Malaysia sudah malam sekali pkl 21.00 dan dijemput oleh penyelenggara South East Asia Soft Tennis Champs 2010. Kok saya ikut ikutan di cabang olahraga Soft Tennis. Kehadiran saya disini bersama sama timSoftTennis Indonesia yang teriri dari Ferly Montolalu, Hendri SoesiloPramono, Edy Kusdaryanto, Prima Simpatiaji dan Prihatin untuk putra. Sedangkan tim putrid terdiri dari Wukirasih Sawondari, Wanda Jane Maukar, Pauliene Sapulete, Nursanti Ebo dan Maya Rosa, dengan pelatih Achmad Maulana (uce) dan Takei T.
Sebenarnya saya ke Kota Kinabalu untuk memenuhi undangan rapat dengan sekjen South East Asia Soft Tennis Federation Juwy M . Saya sendiri disiapkan sebagai Direktur Turnamen Soft Tennis di SEA Games 2011 di Indonesia. Sehingga diangap perlu ketemu bersama mereka.
Memang kalau dilihat ada keuntungan saya berada disana karena bisa melihat apa yang dikerjakannya. Padahal saya pernah ikut dalam kepanitiaan Asian Soft Tennis Champs 1992 di Jakarta.
Ada perbedaan sewaktu Soft Tennis di tahun 1992 dan sekarang, saya melihat perbedaan tersebur. Kalau dulu Soft Tennis dimainkan hanya satu jalur saja, dimulai dari kanan dipukul menyilang dan setelah itu baru pukulan lurus. Tidak seperti sekarang seperti main tenis saja.

Sewaktu dijemput dan naik mini bus akan memasuki hostel ternyata terpampang sudah nama nya yaitu ASRAMA. Waduh ini bukan hotel. Mau tahu fasilitasnya. Ternyata dalam kamarsudah ada AC dan Jioas angina, tanpa TV maupun HANDUK. Untung saya selalu membawa handuk kecil . Peserta lainnya yang tidak bawa handuk kewalahan, sudah malam tidak ada super market yang buka. Terpaksa handuknya adalah baju kaos yang sudah dipakainya. Cari makan tidak ada, tidak disediakan kendaraan oleh penyelenggara. Terpaksa sewa mini busa tersebut untuk mengantar cari makan malam. Bayar RM 60.00 ini senilai dengan Rp. 180.000. Pulang pergi bisa membawa 12 orang.
Kembali kekamar, saya coba buka internet dikamar, ternyata tidak bisa. Bisanya di lobi Asrama tersebut . Tapi saya tidak bawa colokan kelistrik yang di Indonesia hanya 2, disini 3 , jadi tidak bisa dikontak ke listri karena baterai laptop sudah low batt. Ya, apa boleh buat hari pertama dinegeri orang tidak bisa internetan.

Perpanjang Passport yang mau expired

Jakarta, 15 September 2010. Ditugaskan untuk ke Kota Kinabalu yang saat itu akan diadakan South East Asia Soft Tennis Champs 2010, membuat kesibukan tersendiri karena setlah di cek ternyata paspor saya mau expired tg 6 Oktober 2010. Artinya saya harus segera urus perpanjangan paspor jika ingin keluar negeri. Terakhir kali saya keluar negeri tahun 2005 bersaman dengan Tim Davis Cup INA melawan Malaysia di Kuala Lumpur.

Karena pengalaman sebelumnya pengurusan Paspor bisa dlama satu hari maka sayapun minggu lalu dengan tenangnya mengangap masalah itu bisa diatasi. Lupa kalau saat itu Lebaran sudah mingu depannya, maka saya mengurus sendiri ke Kantor Imigrasi Jakarta Barat sesuai dengan domisili. Sewaktu mendaftarkan diri dengan antrean saya diberitahukan kalau harus menghadap tanggal 14 September 2010 untuk mengambil foto dan sidik jari. Saya jadi bingung juga, karena rencana berangkat 16 September 2010 sore hari. Kebetulan ada salah satu masyarakat yang juga mengurus Passpor, sayapun bertanya, kira2 berapa lama urusan passpor ini. Dikataka ini kunjungan keduanya, artinya masih ada kunjungan ketiga baru bisa diambil passpor tersbut. Waduh, saya jadi kewalahan karena tiket sudah siap berangkat tanggal 16 September 2010. Pulanglah dengan lemas kembali ke Senayan karena saya naik Busway.
Timbul inisiatip saat itu mencari koneksi di kantor Imigrasi Pusat. Saya langsung telpon dan diberikan nomer tilpon rekannya di kantor Imigrasi Jakarta Barat.
Sayapun pulang dengan naik busway ke Senayan. Itu tanggal 7 September 2010.

Besok pagi kembali lagi saya ke kantor Imigrasi dengan catatan mudah mudahan bisa ketemu petugas Imigrasi yang direkomendasikan tersbut. sayapun telpon yang bersangkutan, ketemu. Diluar dugaan dia katakan dari kemarin sudah ditungu tunggu. Tetapi akhirnya berkat bantuannya saya pun hari itu juga biss ambil pasfoto, sidik jari dan tanda tangan di buku Paspor baru. Disuruhnya kembali setelah Lebaran tanggal 14 September 2010. Legalah sudah urusannya. Benar juga sewaktu tanggal14 September 2010 , begitu lapor tunggu 15 menit sudah dipanggil untuk ambil paspor tersebut.

Jumat, 10 September 2010

Jadilah Numero Uno


Jakarta, 10 September 2010. Beberapa minggu lalu saya sempat berjumpa dengan salah satu orangtua yang putranya tidak masuk dalam tim nasional. Dicoret dari tim nasional, istilah kasarnya. Dicoret karena tidak bisa ikuti salah satu program yang telah ditentukan oleh manajer tim nasional karena punya alasan sudah ada jadwal ikuti turnamen diluar negeri. Saya tahu persis masalah ini karena sewaktu berita diterima oleh manajer tim nasional didepan saya kemudian diapun aktip beritahu kepada seluruh pemain yang ada. Bagi yang tidak bersedia masuk pelatnas Batujajar sebagai salah satu persyaratan tim Pelatnas SEA Games, maka akan dicoret. Ada 2 petenis yang tidak bisa yaitu Christopher Rungkat karena sudah dijadwalkan ikut turnamen diluar negeri. Dan dicek benar sehingga bisa diperkenankan. Sedangkan David Agung Susanto tidak bersedia karena akan ikut try out ke Thailand. Ternyata yang bersangkutan tidak bisa diterima disana karena tidak ada peringkat walaupun ada permintaan wild cardpun tidak diterima. Ini masalah komunikasi saja antara manajer tim nasional dengan orangtuanya. Kedua pihak bertahan dengan argumen sendiri sendiri yang tentunya sah sah saja. Karena keduanya punya alasan sendiri sendiri dimana saya tidak ingin memasuki yang bukan ranah saya sendiri.

Dalam kasus ini saya hanya sampaikan kalau tidak perlu putus asa. "Kenapa musti tergantung kepada Pelti?" ujar saya. Dan saya sampaikan kalau putranya bisa berprestasi dengan baik dengan aktip ikuti turnamen dengan kemampuan sendiri maka yang bisa menikmati nomor satu adalah anaknya sendiri. "Jika menjadi number 1 maka tentunya Pelti akan memakainya kembali." ujar saya memberikan semangat.
"Saya sudah lama pernah sampaikan kepada orangtua sewaktu jalankan Persami. Siap siap saja Anda akan kecewa. Kecewa kepada anaknya, pelatih maupun Pelti." ujar saya kepadanya disaksikan juga pelatih nasional Deddy Prasetyo dilapangan tenis Senayan.

Kemudian saya ceritakan kepadanya pengalaman saya dengan keponakan sendiri waktu itu mau dipakai masuk tim Davis Cup Indonesia didalam rapat PB Pelti ( antara 2000-2001). Adik saya Alfred Raturandang selaku ayahnya sempat marah mendengar cerita saya ini.
Waktu itu dalam rapat PB Pelti (masa Tanri Abeng selaku Ketua Umum) hadir ketua bidang Pembinaan selaku penanggung jawab tim nasional yaitu Sujiono Timan. Dalam rapat cukup ramai karena ada yang Pro dan ada juga yang KONTRA. Saya selaku pendengar yang baik hanya diam seribu bahasa. Mungkin waktu itu Sujiono Timan bingung mau pilih yang mana. Akhirnya diapun sampaikan. " Ini ada Omnya, menurut Ferry bagaimana?" begitulah pertanyaan kepada saya.
Langsung saya yang punya pendirian untuk prestasi jangan melalui koneksi tetapi karena keberhasilan sendiri. Ini momen yang tepat disaat menolong keponakan sendiri. Tetapi tidak saya lakukan. " Kalau Andrian dianggap pantas masuk tim terimalah, tapi jika tidak maka jangan diterima." itulah jawaban saya waktu itu.Bagi yang KONTRA tentunya kaget mendengar jawaban saya waktu itu. Memang kalau saya langsung sampaikan harap diterima maka Andrian langsung bisa masuk tim nasional. Kalau tidak salah akhirnya Andrian bisa diterima masuk tim Davis Cup Indonesia sebagai keputusan rapat PB Pelti.
Saya sampaikan kepada orangtua tersebut, kalau bagi saya yang penting tunjukkan dulu prestasinya sebagai kewajiban atlet terhadap orangtua maupun negara. "Jadilah Numero Uno atau Number One"

Kualitas SDM Pelatih Butuh Perhatian


Jakarta, 10 September 2010 .Ada satu pertanyaan yang cukup menarik perhatian saya hari ini. Pertanyaan ini datang dari pelatih ITF yang sudah bersertifikat ITF Level-3 Suresh Menon yang memiliki jabatan ITF Development Officer for Asia. Pertanyaan ini cukup singkat yaitu ketidak hadiran pelatih Indonesia di Workshop diluar negeri baik itu Worldwide ataupun tingkat Asia. Memang harus saya akui beberapa tahun silam beberapa pelatih suka ikuti Workshop pelatih diluar negeri. Tapi belakangan ini justru tidak pernah dengar lagi. Awal Nopember 2010 ada Workshop pelatih di Filipina.
Apa masalahnya, sehingga ketidak hadiran pelatih Indonesia dipertanyakannya. Harus diakui kalau sering mengikuti workshop ataupun seminar seperti ini yang sering dihadiri oleh pelatih pelatih kelas dunia dari berbagai negara, maka pengetahuan maupun pengalaman dari pelatih pelatih dunia ini bisa diserap. Bisa bertanya jawab langsung dengan pelatih pelatih tersebut. Sehingga bisa menyerap pengetahuan baru yang sangat bermanfaat.

Yang jadi pertanyaan sekarang, kenapa tidak ada minat sama sekali. Kemungkinannya adalah ketiadaan dana untuk membeayai keluar negeri. Beaya workshop biasanya sekitar USD 400-600, belum lagi tiket pesawat. Hal seperti ini merupakan alasan klasik seperti yang terjadi bagi atlet tenis lainnya yang tidak ada dana untuk try out keluar negeri.

Tetapi sebagai informasi yang bisa digunakan oleh pelatih kita jika alami hal seperti ini yaitu Pemerintah punya dana untuk ikuti kegiatan kepelatihan seperti ini.
Dengan mengajukan proposal diajukan kepada Kantor Menpora melalui induk organisasi Pelti maka proses ketiadaan dana bisa teratasi.

Oleh Suresh Menon diceritakan minggu lalu baru lakukan ITF Level-1 coach course di Korea. Yang menarik dalam ceritanya adalah peserta kursus kepelatihan ini. Mantan petenis nasional Korea sebagai pesertanya. Bisa dibayangkan mereka menyadari pentingnya pengetahuan pelatih dinomor satukan. Asosiasi Tenis Korea khususnya bidang kepelatihan mau mempertahankan pelatih pelatih asli Korea dengan meningkatkan SDM pelatih melalui mantan mantan petenis nasional. Ini perlu diperhatikan juga di Indonesia. Sekarang ada berapa mantan petenis nasional Indonesia yang sudah mengikuti kepelatihan ITF Level-1 ini.

Akhirnya sayapun mengajukan kepadanya untuk tahun 2011, Indonesia ingin ada ITF Level-2 coaches course di Jakarta. Diapun setuju dan akan mendukungnya.

PORPROV makan Korban

Jakarta, 10 September 2010. Kaget juga saya terima SMS disela sela Lebaran ini yang merupakan berita buruk. Salah satu rekan pengurus Pelti didaerah minta mundur akibat kekecewaannya terhadap pelaksanaan PORPROV tersebut. Ini akibat dari pelaksanaan Pekan Olahraga Provinsi (PORPRV) yang dulu dikenal dengan PORDA. Memang dalam tahun ini sudah banyak dan bahkan ada yang mau diselenggarakan PORPROV ini.
Banyak pertanyaan pertilpon yang saya terima dari rekan rekan di daerah sekitar peraturan peraturan turnamen tenis di PORPROV tersebut. Ada 2 jenis pertanyaan sekitar pelaksanaan Pekan Olahraga yang merupakan ajang seleksi daerah menghadapi Pekan Olahraga Nasional 2012 di Riau. Biasanya pertanyaan dri tahun ketahun hanyalah masalah status pemain . Tetapi tahun 2010 sejak diumumkan masalah pembatasan usia peserta, maka masalah baru muncul yaitu batasan usia. Yang lazim selalu jadi polemik selama ini adalah status peserta.

Harus kita maklumi selama ini bukan hanya di tenis , terjadi juga hampir disemua cabang olahraga yang lazim diselenggarakan di PON. Yaitu status peserta.
Selama ini saya perhatikan ditahun sebelumnya adalah petenis nasional berkeliaran disetiap daerah dipelaksanaan PORDA atau PORPROV tersebut. Pemain yang sama ditahun yang sama bisa membela kabupaten atau kotamadya di beberapa PORPROV/PORDA tersebut. Ini sih sah sah saja, hak mereka didukung pula dengan ketidak sportipan pembina didaerah daerah. Untuk diketahui salah satu persyaratan peserta adalah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kenapa saya katakan tidak sportif, karena satu petenis bisa memiliki KTP berbagai kota demi PORDA/PORPROV. Nah, ini KTP merupakan kebohongan belaka. Orang pindah ah sah saja tetapi hebatnya KTP Jakarta tetap punya.

Kembali saat ini selalu saya katakan bahwa PORPROV/PORDA tersebut merupakan event KONI Provinsi, bukan event Pengprov Pelti setempat. Sehingga peraturan peserta dibuat oleh KONI setempat. Sedangkan Pelti membuat peraturan pertandingannya, bukan peraturan peserta kecuali diminta oleh KONI setempat.
Saat ini PP Pelti punya Kartu Tanda Anggota Pelti (KTA Pelti). Kalau mau gunakan persyaratannya KTP maka tentunya KTA tidak perlu dilihat lagi.Untuk itu sebaiknya sewaktu membuat peraturan persyaratan peserta sebaiknya diusulkan KTA Pelti kepada KONI Provinsi.

Masalah korban PORPROV seperti saya kemukakan diatas karena rekan saya ini duduk di Pengprov Pelti sangat kecewa dengan PORPROV yang belum lama ini berlangsung di Pontianak. Memang rekan saya waktu itu telpon saya menanyakan masalah persyaratan peserta PORPROV. Saya hanya kemukakan kita harus melihat peraturan yang dibuat berdasarkan masukan dari Pelti setempat. Andaikan disebutkan KTP maka aturan KTA tentunya tidak berlaku. Seharusnya Pelti setempat mengusulkan ketentuan persyaratan peserta adalah KTA sehingga bisa terlaksana sesuai keinginan Pelti juga.

Disamping itu juga soal persyaratan umur yang akan diterapkan di PORPROV. Saya menyadari kalau banyak Kabupaten atau Kotamadya belu siap jika diterapkan aturan batasan umur adalah kelahiran th 1991 atau saat ini berusia 19 tahun. tapi saya salut bagi Provinsi yang secara drastis laksnanakan ketentuan ini. Tentunya ada kabupaten atau kotamadya yang tidak bisa ikutinya. Tapi saya juga sampaikan kalau agar banyak partisipasi kabupaten, maka bisa dikombinasikan 50% pesertanya benar benar usia 19 tahun sedangkan sisanya bebas.

Persiapkan Youth Training Camp tahap II

Jakarta, 10 September 2010. Kalau bulan Mei lalu sudah selesai tugas saya untuk menjalankan Training Camp atau dikenal dengan Youth Training Camp di Ragunan, ternyata mendapatkan tanggapan yang keliru kepada saya tentang pelaksanaannya, termasuk pula beberapa orangtua yang sangat mengharapkan putra dan putrinya bisa dipanggil kedalam training camp tersebut. Masukan kepada Ketua Umum PP Pelti-pun mengalir sehingga timbul kesan kalau saya salah dalam menentukan atlit pilihan kedalam Training camp. Memang ada beberapa nama yang kurang berkesan masuk kedalam camp tersebut sehingga kesannya baru belajar main tenis. Akibatnya saya sendiri yang kena kecaman tersebut baik dari pihak luar maupun internal dalam organisasi Pelti. Tapi setelah saya terangkan kepada rekan2 didalam Pelti, merekapun bisa mengerti permasalahannya. Dan mulai muncul nama lain yang akan menanganinya dan sayapun merasa lega tidak mau ikut campur lagi, tetapi hanya sekedar dipublikasi saja akan saya lakukan.

Setelah itu sesuai dengan rencana akan dilaksanakan kembali Youth Training Camp mulai 20-29 September 2010. Ada yang berbeda dalam pemilihan nama2 tersebut karena melalui suatu kompetisi tiga hari sebelumnya. Nah siapa yang akan dipilih masuk kedalam Youth Training Camp kedua ini. Yang pasti dari hasil Training Camp yang pertama ada 9 petenis diundang kembali yaitu C.Alvin Edison (Bandung), Samantha JK Nanere (Bandung), Indra Wahyu A (Balikpapan), Rini Puspitasari (Makassar), Emmanuel Patrick (Pati), Stefano Wirwan (Semarang),Patricia Imanuel(DKI),Shamira Azzahra (DKI) dan M. reza Fakhriadi (Banjarmasin). Sayapun langsung SMS saja kepada masin masing pemain untuk menyiapkan diri diprogram kedua ini.
Pertengahan Agustus saya terima pemberitahuan dari Martina Widjaja yang mengatakan kalau program Training camp ini akan dilanjutkan setelah Lebaran, dan saya diminta langsung untuk kontak pelatih tersebut Suresh Menon dan langsung dapat jawaban dan jadwal kedatangannya. Tetapi saya sendiri kaget ketika diminta lagi untuk mengkoordinir masaah ini.Ya, bagi saya ditugaskan atau tidak bukan masalah karena sudah cukup bagi saya membantunya. Sayapun sampaikan kalau pemilihan pemain akan saya lakukan dengan selenggarakan khusus turnamen KU 10 tahun dan 12 tahun, selama 3 hari yaitu 17-19 September 2010 di Kemayoran.
Tetapi setelah awal September saya diarahkan agar dilakukan pemilihan langsung tanpa adakan turnamen yang sifatnya terbuka. Alasannya masuk akal, karena kalau terbuka pesertanya bisa membludak, maka ada kesulitan bagi pelatih Suresh Menon untuk mengamati permainan anak anak tersebut. Bisa saja anak tersebut menjadi juara tetapi cara mainnya tidak sesuai dengan cara tenis yang benar. Nah disini yang dilihat adalah HOW TO PLAY, NOT HOW TO WIN. Dalam hal ini saya sangat setuju sekali dengan konsep tersebut.
Akhirnya saya mengusulkan saja 24 petenis untuk kedua kelompok umur. Ini sudah termasuk 9 atlet yang sudah pernah ikuti Training Camp. Sisanya hanya 15 atlet baru.
Timbul pertanyaan kenapa yang 9 petenis tersebut harus ikuti seleksi tersebut. Ini tidak lain dari mau melihat kemajuan setelah dikembalikan kepada pelatih masing masing. Idea ini benar juga, bukan jaminan kalau selama 3 bulan tidak ada kemajuan maka ditolak masuk camp tersebut.

Ada yang menarik dalam persiapan program ini adalah ketidak puasan rekan sendiri karena menganggap program ini hanyalah program sia sia. Tetapi lupa kalau program ini dpantau juga oleh ITF (International Tennis Federation), sehingga konsep ini diharapkan jalan terus. Ini kalau tidak salah dicoba juga di Bangkok pada bulan Nopember 2010. Bedanya adalah di Jakarta dilakukan dengan usia 12 tahun dan 10 tahun, sedangkan di Bangkok dilakukan oleh ATF (Asian Tennis Federation) untuk usia 13-16 tahun dan 17-20 tahun dan dikenal dengan High Performance Evaluation Camp.
Sekarang yang harus diperhatikan adalah kelanjutan pelatihan dilakukan oleh pelatih masing masing, sedangkan laporan sudah dikirimkan kemasing masing atlet untuk diteruskan kepada pelatihnya.