Senin, 30 Maret 2009

Kembali Ke Jakarta

Tulungagung, 30 Maret 2009. Jalan jalan ke Tulungagung ternyata masih menunggu tugas lainnya di Jakarta yaitu penutupan turnamen Jubilee School 14 U Asian Chamsp 2009 di Pusat Tenis Kemayoran yang dijadwalkan besok pukul 14.00.
Kemarin sore cari tiket kembali ke Jakarta besok 30 Maret 2009 dengan pesawat terbang dari Surabaya. Kenapa tidak dengan KA Gajayana lagi sepert kedatangan sebelumnya. Ya, sudah harus menginap di Tulungagung dan juga tentunya waktunya tidak ada lagi dengan KA Gajayana. Lebih penting lagi tentunya bisa jadi kurang tidur membuat badan tambah lemah kalau naik KA. Keputusan kembali dengan pesawat terbang.

Airport terdekat sebenarnya di Malang tetapi pesawat terbang hanya 2 yaitu Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air yang sudah penuh. Rekan Johannes Susanto dan Mohan pilih naik Sriwijaya Air dari Malang, Ketua Umum dengan Garuda Indonesia. Pilihan jatuh ke Surabaya karena banyak pilihan pesawat terbangnya dan juga tidak kalah penting harga kompetitip alias murah. Bisa dibayangkan Malang ke Jakarta bisa sampai Rp. 950 ribu sedangkan Surabaya hanya Rp.450 ribu. Ya pilih lewat Surabaya.

Cari travel sdari Tulungagung ke Surabaya yang dengan kendaraan mobil bisa makan waktu 3-4 jam. Dapat tiket dengan Lion Air pukul 14.25. Akhirya dapat travel ke Surabaya, hanya yang jadi masalah adalah jam keberangkatannya pukul 04.00 pagi. Waduh, kapan tidurnya !

Tunggu punya tunggu dari jam 04.00 ternyata kendaraan datang jam 05.00. Berangkatlah ke Surabaya sambil merem merem melek mata karena ternyata sopirnya juga sudah mengantuk, maklum dia bangun jam 03.00. Christian Budiman duduk disamping sopir langsung ambil inisiatip ngobrol sama sopir agar tidak ngantuk.
Perjalanan cukup lancar, keluar dari Kediri udara penuh dengan kabut bukan asap . Sudah lama tidak melihat kabut, ternyata didapat di Kediri. Masuk ke Jombang jalannya masih belum lebar tapi mulus, akhirnya masuk Mojokerto dan jalanpun sudah lebar dengan penuh kendaraan truk gandengan maupuns sepeda motor yang juga merajai jalannya. Sampai di Bandara Juanda sudah menunjukkan jam 09.00. Harus tunggu 3 jam lagi, panggilan perut sudah menunggu karena belum sarapan,

Setelah puas sarapan masuk kedalam untuk check-n. Lihat ada penerbangan sebelumnya 10.50, ambil inisiatip siapa tahu masih ada tempat duduk kosong di penerbangan tersebut. Betul juga ada tempat kosong dan jadi berangkat lebih awal.
Masuk kedalam pesawat ada kejadian lucu. Kami berempat dapat seta No. 29 D , 30 D,E,F. Ternyata ada penumpang dengan seat nomer 31. " Pake dingklik saja ." ujar salah satu penumpang lainnya. Pramugari juga kerepotan. "Sebenarnya pakai Boeing 737 ER tapi ini ditukar." uajr pramugari Lion Air.
Tetapi karena tidak semua tempat duduk penuh maka penunmpang no. seat 30 masih bisa sisipin. Berangkatlah pesawat ke Jakarta. Selanjutnya didalam penerbangan tersebut mata sudah tidak bisa ditahan, Tiduur !

Blitarpun Ingin ada Turnamen

Tulungagung, 29 Maret 2009. Disela sela pembukaan turnamen tenis Tulungagung Open 2009, sempat berbincang dengan masyarakat tenis dari Blitar teman sekolah dari Slamet Utomo yaitu Rudy Permadi yang juga Bendahara Pelti Kota Blitar bersama Malik yang juga termasuk "gila" tenis.
Ada keingian mereka adakan turnamen tenis nasional dikota Blitar dan disampaikan langsung kepada Christian Budiman dan saya.
Malik sendiri juga sebenarnya bukan orang tenis, tetapi sepakbola. Jadi pelatih tenis yang saya lihat dia lebih tekankan adalah latihan fisik dengan pengalaman sebagai pemain sepakbola.

"Berapa kesanggupan Anda cari sponsor, maka saya bisa selenggarakan turnamen nasional yunior di Blitar." ujar saya menantangnya, setelah mendengar banyak keluhan dilemparkan terhadap kinerja Pengprov Pelti Jawa Timur khususnya sewaktu masih bernama Pengda Pelti Jawa Timur. Sayapun menjaminkan kalau Pelti tidak akan menghambat keinginan buat turnamen nasional, bahkan akan berterima kasih sekali.

Terima keluhan-2 di daerah terhadap kinerja Pelti setempat ataupun daerah sudah merupakan santapan rutin bagi saya selama jalan jalan kedaerah sehingga bukan suatu hal yang istimewa bagi saya. Tetapi saya selalu tekankan tidak perlu ada ketergantungan terhadap Pelti jika ingin memajukan tenis didaerah masing masing.

Ajakan sayapun akan dibicarakan kepada rekan rekannya di Blitar sehingga mimpi mereka akan teraeliser secepatnya. Mudah mudahan!

Inilah sebenarnya tujuan jalan jalan kedaerah agar daerah bisa bangkit karena masih ada potensi di era otonomi daerah sekarang ini.

Pembukaan Tulungagung Open cukup meriah

Tulungagung, 29 Maret 2009. Setelah puas melihat pabrik pembuatan tenda, kembali ke Pendopo Bupati untuk jamuan maka siang yang waktunya sudah lewat pukul 14.30. Setelah itu kesibukan dalam acara pembukaan turnamen nasional Tulungagung Open 2009 dilapangan tenis diahalaman Pendopo.
Persiapan upacara cukup rapi, ditunjang juga kondisi lapangan dengan club house memadai. Club housenya memiliki peralatan gyms, rasanya belum pernah lihat lapangan tenis yang memiliki perlatan seperti ini.

Ketua Penkab Pelti Tukungagung dr. Bambang Supeno sebelum upacara pembukaan sempat meminta konfirmasi soal susunan acara pembukaan. Sayapun bersama Hudani Fajri sampaikan kalau Ketua Umum PP Pelti cukup memberikan sambutan dan yang membuka atau meresmikan acara turnamen adalah petinggi setempat khususnya Bupati atau Walikota ataupun Gubernur. Memang ada keragu-raguan oleh dr. Bambang Supeno menganggap turamen nasional harus ketua umum PP Pelti, tetapi akhirnya diralat sesuai anjuranPP Pelti.
Setelah memberikan sambutan Ketua Umum PP Pelti memberikan sovenir berupa jam untuk Bupati Tulungagung Ir.Heru Tjahjono dab sebaliknya juga. Ada acar yang menarik sebelum diresmikan, ada acara pemberian bantuan kepada masyarakat oleh Bupati dan Panpel turnamen. bantuan berupa beasiswa untuk Ballboys yang bertugas selama 6 bulan bebas SPP, kepada Gereja Pantekosta, dan Mesjid maupun masyarakat lainnya. Yang menyerahkan diminta oleh Bupati adalah selain Ketua Umum PP Pelti juga sponsor sponsor turnamen Tulungagung Open. Bupati sendiri yang memanggil para sponsor tersebut. Setelah dibukan oleh Bupati dengan pengguntingan balon keudara oleh Katua Umum PP Pelti dan Bupati, terlihat Martina Widjaja tergerak berikan sumbangan Rop. 20juta kepada Panpel.
Acara pembukaan ini hadir juga Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti Johannes Susanto bersama sponsor Dunlop Mohan yang datang siang ini dari Jakarta via Malang. Acara cukup meriah dan akhirnya Ketua Umum PP Pelti kembali ke Malang untuk meneruskan perjalanan ke Jakarta.
Sebelumnya sempat menyaksikan eksibisi pertandingan tenis antara 2 petenis yunior asal Blitar dan Malang. Setelah itu diharapkan ada pertandingan antara PP Pelti dan Pelti Tulungagung sehingga Johannes Susanto, Christian Budiman, Hudani Fajri dan saya sudah siap tempur dengan bawa peralatan tenis termasuk raket kecuali saya tidak bawa raket.
Ketika ditanyakan kepad dr. Bambang Supeno, ternyata tidak jadi karena Bupati maupun panpel sudah kecapekan urus acara pembukaan ini.
Sebelum kembali ke hotel. masih diundang makan malam dulu di Pendopo oleh Bupati Tulungagung. Johannes Susanto, Mohan, Christian Budiman, Hudani Fajri dan sayapun menikmati makan malam. Kecuali Amin Pudjanto yang sedang sibuk dilapangan tenis mewancarai pemain maupun pelatih, maklum wartawan yang sedang sibuk kerja.
Pamitan dengan Bupati ternyata diberikan sovenir Batik yang cukup mahal dan indah sekali. Setelah kembali ke hotel baru tahu kalau Amin Pudjanto belum makan malam. Ada kesibukan lain dari dr. Bambang Supeno, karena salah satu wartawan Tabloid Tennis Abor sedang tergolej dikamar karena panas. Abor yang saya panggil Cucakrowo datang bersama istri dan putri tunggalnya via Surabaya sudah terlihat pucat. Saya sendiri ketika dia sampaikan keluhannya menganjurkan beli obat antibiotik, dan parasetamol maupun vitamin karena kelihatannya sudah kecapekan. "Bawa istri kok sakit Bor " guyon teman teman.

Melihat Amin Pudjanto belum makan malam, akhirnya pergi cari makan sat kembing dan hule kambing. Memang enak juga , padahal sebelumnya sudah makan malam di Pendopo.

Boromg Marmer di Tulungagung

Tulungagung, 29 Maret 2009. Kedatangan Ketua Umum PP PeltiMartina Widjaja bersama dengan Sekjen PP Pelti Soebronto Laras ke Pendopo Bupati Tulungagung disambut oleh Bupati TulunagungIr. Heru Tjahjono bersama Ketua Penkab Pelti Tulungagung dr. Bambang Supeno bersama anggota Pelti setempat.
Jadwal hari ini untuk sarapan pagi di Pendopo Bupati. Melihat liha lukisan yang ada diruang pendopo cukup menarik perhatian begitu pula gedung atau bangunan yang ada cukup terpelihara sekali walaupun keberadaan Pendopo ini sudah ada sejak tahun 1823.

Setelah selesai sarapan dan berbincang bincang, rombongan dibawa ketempat pembuatan marmer yang cukup terkenal di Tulungagung. Jalan 3 rombongan kendaraan ketempatnya yang kurang lebih 15 km jauhnya . Tempatnya cukup baik dan produksinya cukup murah ukuran Jakarta.
Martina Widjaja cukup sibuk dengan memilih yang mana mau dibeli. Sayapun tahu kalau dia sedang kumpulkan untuk kebutuhan hotelnya di Menado. Christian Budiman dan sayapun ingin membeli kecil kecilan.
Kami berdua beli tempat lampu maupun pajangan lainnya yang nilainya tidak besar.
Begitu mau pulang, Martina bertanya, apa juga beli. Ya, dijawab saja hanya Rp. 500 ribu saja untuk saya dan juga Chritian Budiman. "Sudah bayar ? " ujarnya. Langsung sayapun katakan sudah. "Oh sudah, ya nggak jadi deh." ujar Martina sambil tertawa, yang kelihatannya mau bayarin. Langsung Hudani Fajri menggoda, mau dibayarin kok tidak mau." Kalau cuam Rp 500 ribu masih sanggup." ujar saya sok gengsi ke Hudani Fajri. Nanti kalau jutaan baru minta dia yang bayarin.
Inilah untungnya daerah didatangi Ketua Umum PP Pelti, bisa dirasakan masyarakat bisnis setempat. Hari ini keluar dari kocek Ketua Umum PP Pelti uang diatas Rp. 15 juta untuk belanja tersebut.

Setelah itu pergi ke tempat pabrik buat tenda yang juga seorang pecinta tenis.Disambut langsung oleh pemiliknya dan memperlihatkan pabriknay sebagai supplyer tenda kebutuhan Angakatan Bersenjata dan POLRI.

Jalan Jalan ke Tulungagung

Jakarta, 28 Maret 2009. Pagi sibuk mengamati turnamen nasional RemejaTenis dan Jubilee School 14 U Asian Champs ditempat berbeda yaitu di Golds Gym Elite Rasuna Club dan Pusat Tenis Kemayoran, sore hari sudah harus ke stasion Gambir untuk jalan jalan ke Tulungagung Jawa Timur. Niat awal banyak yang mau ikut tetapi akhirnya yang berangkat hanya bertiga yaitu Christian Budiman, Hudani Fajri dan saya sendiri tetapi Amin Pudjanto sudah berangkat kemarin ke Yogyakarta.
Perjalanan dengan Kereta Api yang terakhir adalah tahun 1991 antara Melbourne ke Sydney dan sekarang mulai dicoba lagi. Dengan gunakan Kereta Api Executive Gajayana Jakarta-Malang berangkat pukul 17.30 tepat waktu. Tempat duduk cukup nyaman ber AC dan ada TV.

Karena sudah kecapekan sehingga tidak disadari sudah tertidur sehingga KA singgah Cirebon tidak tahu lagi, bangun waktu singgah di Purwokerto. Tetapi namanya naik kereta api sebenarnya sangat sulit untuk tidur, tidak biasa tidur dikursi. Mungkin karena sangat capek maka bisa tidur antara Jakarta-Purwokerto. Goyangan KA sehingga tidur juga kurang nyaman, ditambah dengan mengingat pengalaman dari Slamet Widodo salah satu wasit tenis ke Tulungagung kehilangan laptop dalam perjalanannya membuat sedikit kuatir atas tas yang dibawa sehingga tidak ada keberanian membawa laptop yang selama ini selalu dibawa pergi kerja kemana saja sehingga bisa mengirim atau membaca email yang masuk. Akibatnya lelap sedikit sudah terbangun lagi.

Perjalanan cukuppanjang kurang lebih 10 jam, ,masuk stasion Yogya terbangun tetapi ketika masuk stasion Solo tertidur dan bangun lagi waktu masuk Kediri sampai Tulungagung,
Tiba distasion ternyata yang mau jemput teman sekuliah di FK Unair dr. Bambang Supeno belum hadir. Keluar stasion belum ada juga, lihat rekan Amin Pudjanto juga ikut keluar dari KA Gajayana naik dari Yogya. Mau telpon tapi masuklah telpon dari dia menanyakan apa sudah tiba, Tidak lam kemudian muncul dr. Bambang Supeno menjemput dan dibawa jalan jalan dulu sebelum ke Hotel Narita tempat menginap. Masuk kompleks Pendopo Bupati dan lihat lapangan tenis yang mau digunakan untuk Turnamen nasional Tulungagung Open dan kembali ke Hotel.

Jam 09.00 dijemput ke Pendopo oleh putranya, dan petinggi Pelti Tulungagung sudah menunggu kedatangan kami. Dari beberapa petinggi Pelti tersebut dengan seragam biru panitia ada satu yang terakhir dengan celana pendek dan bersandal. Tidak kenal siapa dia tetapi punya firasat, kalau biasanya berdiri dengan cara demikian so pasti pejabat tinggi setempat yaitu Bupati Tulungagung Ir Heru Tjahjono. Ternyata benar dugaan saya waktu itu. " Ini yang namanya Pak Ferry." demikian ujar dr. Bambang Supeno kepada Bupati Tulungagung. Setelah berbasa basi cerita sana sini dimana Bupati Tulungagung terkesan cukup ramah dan suka guyon, kami minta ijin mau lihat lapangan tenis dan halaman Pendopo yang cukup rindang penuh dengan pohon pohon dan binatang hidup sepeti burung burung merpati, cendrawasih, kasuari maupun kijang. Ibaratnya kebon binatang kecil. Burung burung berkeliaran jinak dihalaman seperti diluar negeri saja dimana masyarakat dibebaskan menikmati semua ini. Kebebasan masyarakat masukdi Pendopo merupakan ciri khas kota Tulungagung. Disamping itu pula keistimewaan kota Tulungagung adalah kebersihan.

"Awalnya saya pikir diberi hukuman bagi yang melanggar ketentuan membuang sampag sembarangan tetapi tidak kena. Diubah dengan beri contoh setiap hari tertentu saya membersihkan jalan jalan. Akhirnya sekarang jika ada yang buang sembarangan maka pasti orang luar Jakarta. " ujar Ir. Heru Tjahjono yang sebelumnya jadi Bupati adalah Kepala PU Kabupaten Tulungagung.
Disampaikan pula jika naik becak ada penumpangnya yang membuang kertas ataupun rokok maka yang menegurnya adalah tukang becak tersebut.
Selama ini kebersihan kota diluar Jakarta yang saya lihat kunjungi dan lihat sendiri, kota Tulungagung terbersih kemudian Pekanbaru. Paling kotor adalah Samarinda. Ini cara yang patut juga dicontoh bagi petinggi kota atau kabupaten di Indonesia. Kesadaran harus datang dari Masyarakat sendiri bukan dipaksakan.

Kamis, 26 Maret 2009

Petenis Harus Tahu Aturan Turnamen

Jakarta, 26 Maret 2009. Ada satu pelajaran yang mungkin juga bisa ditiru oleh petenis yunior maupun pelatih dan orangtua petenis Indonesia. Dalam pembicaraan dengan ibu dan anak petenis Malaysia setelah bertanding kalah lawan putra dari pelatih Bunge Nahor yaitu Jeremy Nahor diturnamen nasional RemajaTenis di Golds Gy Elite Rasuna Club. Nama lengkap Corneil Spaapen ,anak Malaysia yang berayahkan warga Belanda dan Ibunya warga Malaysia. Kekalahan putra tersayang kadangkala sering saya terima berbagai alasan yang muncul dan diberikan oleh orangtua atas kekalahan tersebut. Ada yang mencari kambing hitam kekalahahn tetapi ada juga yang mengakui kekuranagn putra tercinta. Ibu ini mengakui kekurangan anaknya yang masih berusia dibawah 13 tahun, tetapi menyatakan kepuasn atas upaya anaknya yang sudah bertanding dengan baik hanya kalah saja dari lawannya. Selesai pertandingan ibunya bertanya kepada saya masalah bola yang sudah melewati net dan berpantul diarea lawannya dan bola itu kembali keareanya tanpa sempat dipukul oleh anaknya. Ibunya bertanya kepada saya siapa yang menang point tersebut. Saya ingin segera menjaab tetapi tak disangka anaknyapun menjawab kalau bola itu milik lawannya. Kalau mau menjadi miliknya maka pukullah bola itu walaupun sudah melewati net. Sayapun kaget karena anak itu bisa menjawab dan sekaligus ceritakan antisipasi yang harus dilakukan jika ingin dapatkan point tersebut. Setelah itu satu lagi pertanyaan dari ibunya kepada saya dimana anaknya langsung menjawabnya. Ibunya mengakui kalau dia itu buta akan peraturan tenis.Suatu pengakuan jujur didepan putranya.
Kesan yang saya dapat adalah, anak itu masih berusia 12 tahun lebih sudah bisa mengetahui peraturan pertandingan. Yang jadi pertanyaan saya , apakah petenis Indoesia sudah mengetahui peraturan peraturan turnamen. Ini sudah masuk kemasalah tehnis, sehingga menurut saya sudah sepatutnya pelatih dulu mengetahui aturan aturan sepeeti ini, kemudian jika orangtua ingin mengetahuinya pun bisa dilakukan sendiri.
Syukur syukur jika ada yang sudah mulai mempelajari hal hal seperti ini sehingga tidak mudah " dikerjain " oleh ofisial pertandingan.
Tetapi saya yakin masih banyak platih apalagi petenis yunior belum ketahui aturan aturan pertandingan mulai dari pendaftaran ke suatu turnamen yang tidak dilakukan sendiri tetapi melalui pelatih

Daftar Tapi tidak Hadir : kena hukuman

Jakarta, 26 Maret 2009. Sering terjadi dipertenisan Indonesia tentang kebiasaan jelek menurut saya pribadi sering dilakukan oleh petenis melalui pelatih maupun orangtuanya. Hal ini perlu saya kemukakan kembali sehingga tidak akan merugikan sendiri. Kebiasaan jelak selama ini pendafataran ikut turnamen tidak dilakukan oleh petenis sendiri kecuali di kelompok umum (ada juga yang masih lakukan). Apa sebab saya katakan kebiasaan jelek, karena kebiasaan ini selalu terbawa sehingga sudah beralih ketingkat kelompok umum yaitu profesional. Pendaftaran dilakukan bukan oleh petenisnya akibatnya ada petenis apalagi orangtua tidak tahu kalau sudah didaftarkan sehingga jika bertabrakan dengan acara orangtua (yang selama ini selalu mengantar putra/putrinya kelapangan tenis) maka acara keluarga lebih dinomor satukan daripada acara turnamen. Sewaktu dilakukan undian maka tidak datang. Begitu juga kelompok umur 14 tahun, 16 tahun dan 18 tahun dilakukan sign-in mencegah walked over (w.o) maka tidak hadir bukan berarti bebas dari hukuman turnamen. Dalam ketentuan baik internasional maupun nasional (TDP) ada ketentuan batas waktu pengunduran diri kepanitia penyelenggara. Jika dilakukan sesudah batas waktunya maka akan kena hukuman pelanggaran turnamen. Dalam bahasa kerennya ada suspension point. Jika jumlah suspension point tersebut mencapai angka tertentu ( 12) maka petenis tersebut tidak diperkenankan ikuti turnamen selama jangka waktu tertentu.
Nah, kalau sampai terjadi demikian dimana Referee wajib melaporkan ke PP Pelti sehingga suspension point tersebut akan diumumkan kepetenis tersebut dan turnamen berikutnya maka yang rugi so pasti petenis tersebut. Hal ini perlu diketahui oleh semua masyarakat tenis. Tidak semudah itu dimata mereka menganggap enteng pendaftaran turnamen. Turnamen nasional RemajaTenis dikelompok putra 16 tahun ada 2 unggulan 1 dan 2 hadir di lapangan tetapi tidak sign-in. Kedua petenis tersebut adalah Rashley Yeremia dan M.Sani Wijaya. Berdua hadir dilapangan tampak jalan jalan seaktu diadakan sign-in. Sewaktu referee Sukardi mau lakukan undian maka ditanyakan kedua nama tersebut. Atas inisiatip dihubungilah orangtuanya Gunawan Tedjo. Jawabannya sakit tangan, sehingga tidak jadi main. Ini berarti tidak ada inisitaip beritahu kepanitia. Oleh Referee sendiri dikatakan akan kena suspension point. Sepengetahuan saya Sukardi adalah referee yang patuh akan aturan, dan paling sering beri laporan seperti ini tetapi seringkali tidak dibaca oleh pihak yang bertanggung jawab di PP Pelti. "Ini yang harus dibenahi."
Pengalaman saya selama ini di Jakarta selenggarakan turnamen Persami maka ada beberapa nama yang rajin sekali mendaftar tetapi raji sekali tidak hadir hanya bikin penuh nama nama peserta saja. Salah satunya adalah kembar putra asal Jakarta dikelompok umur 10 - 12 tahun. Usia cukup muda tetapi kalau tidak dibenahi maka nantunya sulit berubah, apalagi orangtuanya pelatih yang menjadi teladannya. Beda sekali jika lakukan diluar kota Jakarta, hanya 1 % saja yang batal. Di Jakarta sekitar 20 % batal hadir tanpa pemberitahuan. Nah, kebiasaan ini jika berjalan terus maka akan terbawa jika sudah memasuki turnamen diatasnya. Mereka harus sadar !

Kenapa Tidak diadakan di Senayan

Jakarta, 26 Maret 2009. Disela-sela turnamen nasional RemajaTenis yang berlangsung di lapangan tenis Golds Gym Elite Rasuna Club Jakarta, terlihat pelatih pelatih tenis hadir menyaksikan adu tenis anak asuh masing masing. Seperti Deddy Prasetyo, Bunge Nahor, Alfred Raturandang, Albert Polohindang (Manajer Golds Gym Elite Rasuna Club), Ardi Rivali, Tjahjono, Hawin Sutopo, Agustina Wibisono, Rani Jakob.
Terlihat Rani sibuk secara diam diam bagikan brosur tentang turnamen Persami yang akan diselenggarakannya bulan Aril di Jakarta

Yang menarik saat itu disaat berbincang dengan Deddy Prasetyo dan Bunge Nahor Dimana Bunge langsung katakan didepan banyak orangtua yang hadir, kalau Martina perlu merangkul Deddy Prasetyo. Sayapun berekasi. " Kenapa harus wanita yang merangkul pria. Seharusnya Pria yang merangkul Wanita. Ngana salah Bunge. " ujar saya dengan guyon karena biasanya semua terlihat seperti tegang menunggu reaksi selanjutnya.

Secara tidak langsung saat berbincang dengan Deddy Prasetyo bertanya kepada saya.
"Kenapa tidak diselenggarakan di senayan saja Om. nanti saya bantu." ujarnya cukup simpatik. Deddypun menyampaikan kalau turnamen di Mojokerto dia bantu uang, tetapi yang ramai justru panitianya menghabiskan uang tersebut. Uluran tangan yang simpatik ini cukup menggembirakan bagi saya karena dia mau peduli dengan apa yang saya kerjakan selama ini untuk buat turnamen tenis.
"Sebaiknya Deddy bantu kita selenggarakan turnamen diluar pulau Jawa. Mereka sangat membutuhkan. Janganlah dipulau Jawa yang sudah padat dengan turnamen turnamen tenis." ujar saya kepadanya.
Disamping itu sayapun mendapatkan respon dari orangtua pemain yang sangat senang kalau buat turnamen di Rasuna ataupun Kemayoran. Kenapa tidak di Senayan, begitulah pertanyaan saya, karena ingin tahu kelemahan Senayan dimata orangtua petenis. Ternyata dikatakan kalau di Senayan sulit mencari Toilet. Memang diakui kalau banyak ada toilet didekat lapangan tenis tetapi sering dikunci. Saya aka coba beritahu ke manajer di Senayan masalah keluhan ini.

Rabu, 25 Maret 2009

Pakaian Putih disaat kedukaan mempunyai makna berbeda

Jakarta, 25 Maret 2009. Kemarin diberitahukan kalau ada undangan dari KOI (Komite Olimpiade Indonesia) dimana saya harus hadir mewakili PP Pelti. Ketua Umum dan sekjen sedang ikuti AGM ATF di Tashkent. Acara dimaksud hari ini pukl 09.00-14.00. Waduh , hari ini pemakaman saudara Eddy Henuhili dengan acara mulai pukul 11.00. Bingung juga, memang salah satu kelemahan saya jika sering melupakan keperluan keluarga dibandingkan kepentingan tenis. Akhirnya saya putuskan kedua duanya bisa diikutinya. Tetapi untungnya pagi ini setela cek kembali ke PP Pelti mengenai waktu dan tempat acara KOI didapatkan berita kalau acara diundur, lega sudah beban berkurang.

Tiba tiba terima SMS dari rekan lama Benny Gerungan yang isinya " Seumur hidup baru kemarin kita lihat org yg ditinggal orang yg dikasihi pake baju putih putih. Ya itulah iman Joan, dia bersuka cita karena yakin Eddy sudah bersama Bapa di Sorga. Yoh `14:3."
Begitulah yang saya lihat semalam, adik tercinta Joan Ilona Octova Raturandang bersama putrinya semata wayang Rebecca Joan henuhili berpakaina putih sedangka keluarga lainnya termasuk saya gunakan pakaia hitam hitam. Joan terlihat begitu tabah dengan kepergian sang suami. Tidak terlihat kalau dia itu sedang bersedih. Sayapun kagum atas kekuatan atau ketegarannya menghadapi kepergian sang suami.
Hari inipun saya pergi dengan memakai pakaian serba putih, begitu juga adik adik lainnya dan keluarga Raturandang lainnya. Beritahu Alfred Raturndang tentang pakaina putih, trnyata dia tidak punya pakaian putih, dia sibuk cari dilemari sampai makan waktu lama baru dia telpon. "Gua kagak punya kemeja putih, yang ada putih dengan garis garis." ujarnya. Ya, sudah yang penting datang secepatnya.

Memang sudah merupakan tradisi Kawanua jikalau dalam acara kedukaan selalu memakai pakaian hitam hitam. Setelah menerima SMS tersebut sayapun yang minim pengetahuan tentang Alkitab mulai menyadari masalah tersebut. Yang selama ini saya selalu tekankan didalam kedukaan seperti ini, kalau berkumpul agar tidak bersedih sampai menangis karena sebenarnya suka cita karena telah kembal kerumah Bapa di Surga. Begitulah keimanan kita diuji menghadapi kehidupan secara manusiawi.

Penuh Canda di Rumah Duka

Jakarta, 24 Maret 2009. Suasana duka berhubung dengan telah dipanggilnya saudara tercinta yang adik ipar saya Eduard Henuhili pagi ini, tidaklah mengganggu rutinitas kesibukan sehari hari. Terutama mempersiapkan turnamen nasional RemajaTenis di Golds Gym Elite Rasuna Club Jakarta yang diselenggarakan tanggal 26 - 29 Maret 2009

Masih menggunakan celana pendek bertugas di turnamen Jubilee School 14 U Asian Champ 2009 di Kemayoran karena tidak sempat pulang kerumah. Inilah resiko tinggal di Jakarta, sudah harus bisa mengatur keibukan disesuaikan dengan lokasinya.

Sore hari kerumah duka di jalan Lembang, sudah mulai banyak kedatangan tamu yang melayat. Sampai malam hari diruah duka dan mengikuti kebaktian.
Sore hari seharusnya ikuti rapat PB POR Maesa yang akan dipimpin oleh Justian Suhandinata, tetapi berhalangan dan sudah ikut pula rekan dari Bidang Pembinaan PB POR Maesa Eddy Pesik dan dr. Rocky Wawolumaya.
Hadir dirumah duka rekan rekan dari Maesa, Harmen Lukas Tompodung. Freddy Paslah, Anthony Wayong, Gilbert Pesik, Benny Tengker. Begitu juga teman teman dari Manado yang sudah lama tidak ketemu. Selalu ketemu teman teman di 2 acara penting yaitu acara perkawinan atau kematian.
Disamping itu pula bertemu juga dengan saudara sendiri, Lukito bersama istri Vonny Waworoentoe, Roy Waworoentoe, Capt.Pilot Vitenam Air Sompotan bersama istri Inggrid Waworoentoe, Harry Kawilarang wartawa senior Suara Pembaruan bersama istri, Micky Montolalu sepupu dari ibu saya dimana ibunya asal Dayak, begitu pula hadir Harry Montolalu salah satu petinggi POLRI yang akhir akhir ini sibuk dengan pemberantasan narkoba karena mendapatkan tugas di BNN.

Sewaktu Harry Montolalu bertanya masalah sakit yang diderita almarhum Eddy Henuhili, sayapun sampaikan kalau sakit kanker paru paru. "Dia ini perokok berat." ujar saya kepadanya. "Jangan takut takutin saya karena saya juga perokok berat." Karena tidak tahudia perokok berat karena jarang bertemu karena kesibukan masing masing, sayapun alihkan dengan bercanada pula. "Tuhan sudah memilih mana perokok berat yang akan dipangil. Biasanya yang anak baik bai diprioritaskan." ujar saya membuat yang mendengar ikut tertawa.

Hadir pula Emmy Gerungan-Sompotan bersama kakak dan adiknya, sehingga suasana maki ramai saja. Belum lagi ketemu teman teman dari Manado, Erni Kawengian (nama saktu gadis), Lenny Mantiri, Mona Singal. Teingat pula sewaktu di Manado tahun 1970-1972, saya membentuk klub tenis khusus yuniri Manado youth tennis Club (MYTC) dimana 25 anggotanya terdiri 5 cowok dan 20 ceweknya. Kelima cowok terdiri dari Berty Sampouw, Ken Bacuu, Ismail, Yopie Tloliu alm, dan saya sendiri. Sedangkan keduapuluh cewek yang saya masih ingat ad alah Lucy Tambayong, Sisca Tambayong, Erna dan Erni Kawengian, Anneke Pakasi, Etty Sumampouw, Oleke Rompas, Nancy Angkouw dll yng sudah sulit saya ingat.
Sayapun sampaikan kalau sering ketemu teman lama khususnya cewek sering suka lupa namanya terutama jarang bertemu."Maklum waktu nona nona masih langsing sekarang sudah makan tempat. Jadi so lupa."

Selasa, 24 Maret 2009

Tuhan Telah Memanggil Saudara Tercinta

Jakarta, 24 Maret 2009. Dalam perjalanan ke Kemayoran, terima telpon yang menghendaki agar segera ke ICU RS Medistra Jakarta karena adik ipar saya (Eduard Henuhili) sedang terbaring karena sakit Kanker Paru Paru. "Nadinya sudah hilang , hanya nafasnya masih ada." Begitulah bunyi permintaan tersebut karena adik saya terkecil Joan Ilona Octova Raturandang sebagai istrinya.
Sedangkan konsentrasi saat ini di 2 kegiatan yaitu turnamen Jubile School dan RemajaTenis ( 26-29 Maret) dimana turnamen ini tanpa sponsor dilaksana dan masih mendapatkan perhatian baik dari petenisnya maupun dari rekan rekan yang mau membantu sebagai donaturnya. Puji Tuhan !

Wah, firasat jelek muncul dengan adanya telpon tersebut. Langsung kendaraan meluncur ke jalan tol untuk secepatnya tiba di RS Medistra. Tiba di Rumah sakit sudah menunggu adik saya Jeanne Eykendorp-Raturandang bersama putri dari Joan Henuhili yaitu Rebeca Henuhuli. "Eddy sudah dipanggil Tuhan pukul 09.45." begitulah bisikan dari adik saya didampingi juga adik dari almarhum.

Tuhan yang memberi maka Tuhan juga yang mengambilnya. Ini sudah jalan jalannya Tuhan demi kebaikan semuanya. Memang sebelumnya disaat dokter sudah memutuskan tidak bisa berbuat apa apa sehingga secara medis tidak ada harapan , sebagai manusia tidak bisa memutuskan karena semua diserahkan kepada Tuhan. Waktu itu menghadap ke dokter menerima putusan tersebut adik saya minta agar didampingi maka saya sendiri tidak berani untuk mengusulkan agar alat tersebut dicabut karena melihat harapan sudah tidak ada secara medis. Tetapi saya melihat betapa tegarnya adik saya satu ini menghadapi pencobaan dalam hidupnya ini. Diapun minta jangan dicabut, hanya bisa menunggu keajaiban Tuhan.

"Eddy sudah pergi kerumah Tuhan, Selamat jalan Eddy "

Senin, 23 Maret 2009

Ada juga Yang Belum Puas karena tidak tahu

Jakarta, 23 Maret 2009. Malam ini masuk SMS di telpon genggam saya dari nomer yang tidak dikenal karena tidak muncul namanya yaitu 085813357681. Isinya " Mbak t, kok bukan arif yg ikut jubilee, malahan anak yang tidak ikut seleksi bisa main. " Karena tidak tahu dari siapa maka saypun balas tanyakan yang dimaksud siapa . Masuk lagi SMS tersebut dengan bunyi" Iki sopo, mbak Ut? Arif ikut sleksi malah tanya. Ada arek yang tidak ikut itu lo malah tanding singel dobel di jubilee kemayoran. Seenake memang." Karena tidak jelas dan sudah lupa siapa siapa saja yang masuk dalam 5 besar seleknas 14 tahun, maka sayapun bertanya kepada penanggung jawab seleknas Christian Budiman. Maka ternyata atlet Arif Rahman tidak masuk 5 besar sehingga tidak bisa ikut Jubilee yang diambil hanya 5 petenis tuan rumah baik putra maupun putri.
Sayapun jadi penasaran, apakah betul terjadi demikian. Maka sayapun minta nama atlet yang dimaksud, maka dibalasnya. " Marek Gintings."

Tadi siang saya sempat bertanya kepada Referee, karena ada draw yang dimainkan diluar Jubilee School 14 U AsianChamps 2009 di Kemayoran. Ada petenis Malaysia dan petenis Indonesia ( Armando Soemarno, Mark Ginting, Ardiansayh) dimainkan ditempat Kemayoran. Ternyata pertandingan ini tidak masuk dalam acara Jubilee School 14 U Asian Champs 2009. Beberapa hari sebelumnya saya melihat ada percakapan Aga Soemarno dengan Suresh Menon. Karena pemegang hak turnamen adalah ITF Development Officer Suresh Menon sehingga diluar jatah pemain tiap negara ( hanya 3 kecuali tuan rumah 5 ) maka seperti tahun sebelumnya ada tambahan petenis tuan rumah (Aldila Sutjiadi) sebagai pengganti petenis yang batal datang.
Sore ini ikut menumpang dalam kendaraan salah satu orangtua petenis dari Malaysia yang murid dari pelatih Suresh Menon dengan petenis putra dan 1 petenis putri. Dari pengakuan orangtua ini baru ketahuan kalau murid dari Suresh Menon dan spesial datang bukan sebagai utusan resmi.
Melihat banyak petenis muda di jakarta maka inisiatip Suresh memberikan kesempatan ikut latihan dan bertanding di Kemayoran. "Oh, inilah masalahnya "

Minggu, 22 Maret 2009

Suka Duka Hari ini

22 Maret 2009. Kegiatan hari ini selain hadir di turnamen Jubilee School 14 U Asian Championship di Kemayoran ternyata sudah menunggu rekan rekan dari PB POR Maesa yaitu Eddy Pesik dan dr. Rocky Wawolumaya yang sama sama duduk di Bidang Pembinaan PB POR Maesa untuk membahas program kepengurusan PB POR Maesa. Maesa ini salah satu klub olahraga tertua di Indonesia, bisa dibayangkan berdiri sejak tahun 1924 dan sampai saat ini masih berkibar di olahraga Indonesia. Tepatnya April mendatang akan berusia 85 tahun.

Pertemuan dilakukan dirumah Eddy Pesik yang letaknya di jalan Jeruk Purut. Akhirnya draft program bisa dibuat bersama untuk dibahas dalam rapat PB POR Maesa mendatang.

Setelah itu bukannya pulang keruma tetapi ke Rumah sakit Medistra, karena adik ipar Eduard (Edi) Henuhili sedang berada di Intensive Care Unit (ICU) akibat sakit kanker paru paru yang dialaminya. Sudah berada dirumah sakit selama 14 hari. Bisa dibayangkan beban dialami istri dan putri tuggalnya yang kelihatan cukup capek mengahdi keadaan ini. Hal ini bisa saya rasakan bersama istri saya yang cukup memperhatikan keadaan adik iparnya didampingi adik saya Jeanne Anne Marie Eykendorp Raturandang bersama suaminya sudah hadir dirumah sakit.
Seminggu yang lalu saya diminta oleh adik saya Joan Ilona Octova Henuhuli Raturandang untuk mendampinginya keteu dokter rumah sakit mengenai situasi Edy Henuhiii. Tetapi saya sendiri kuarn berani mengahadapi masalah ini karena sudah diputusakn kalau dokter tidak bisa berbuat apa apa lagi. Artinya menunggu mujizat Tuhan saja. Ini berati jika alat bantu penafasan dicabut maka sama dengan mencabut nyawanya. "Ini yang saya tidak bisa lakukan atau hadapi."
Secara manusiawi sangat sulit, tetapi kalau melihat beban keluarga terhadap berlarut larutnya di Rumah Sakit akan membawa konsukuensi finansial makin membengkak. Bisa dibayangkan satu hari keluar beaya Rp.10 juta.
Hanya doa saja yang bisa lakukan begitu juga harapan rekan rekan lainnya. Semoga Tuhan Memberkatinya.

Bincang Bincang dengan Ortu Petenis

Jakarta, 22 Maret 2009. Hari ini di Pusat Tenis Kemayoran Jakarta sedang berlangsung turnamen tenis internasional Jubilee School 14 U Asian Champs 2009 dihadiri pula oleh Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti Johannes Susanto yang istrinya sedang berada di rumah sakit karena jatuh sehingga ada yang patah. Begitu juga bertemu dengan para orangtua dari petenis Indoneia yang sedang berlaga, seperti ayah da ibu dari Aldila Sutjiadi, begitu juga prangta dari Kely R Putri, Voni Darlina dan dari Bali juga ibu dari Jeany Ratnasari Anastasia.

Sempat berbincang dengan Johannes Susanto mengenai isi dari blogger ini disampaikan ada yang kurang dalam tulisan mengenai wild card yaitu jika ada penyimpangan pemberian wild card bisa disebabkan adanya rising star alias munculnya petenis berbakat menurut pandangan pembina yang duduk dalam kepengurusan PP Pelti khususnya Pengurus harian yatu Ketua dan wakil bidang. Pandangan rising star ini bukan berdasarkan penilaian pelatih, tetapi pandangan pembina yang terdiri dari Ketua dan Wakil Ketua Bidang tersebut. Karena kalau pendapat pelatih dikuatirkan adanya interest pribadi sehingga kurang tepat.

Sewaktu bertemu dengan ayah dari Aldila dan kely didamingi pelatih Hadiman hanya sebentar karena adanya panggilan dari telpon genggam. Tetapi sempat juga komentar dari ayah dari kely, Budi yang menyampaikan kalau makin seru saja bloger ini. Dan sayapun menyampaikan kalau bloger ini hanyalah pendpat pribadi saya saja. Begitu juga menurut ayah dari Aldila, Indriatno Sutjiadi sampaikan kalau pendapat saya itu bisa juga salah. Menanggapi hal ini saya juga merasa tidak selamanya pendapat saya bisa diterima oleh semua pihak , itupun sah sah saja. " Namanya blogger , bisa saja sampaikan uneg unegbahkan kalau perlu marah marah sekalipun."

Sempat berbincag pula dengan ibu dari Jess Davis Wiranata , Andrea Wiranata berbincang masalah hasil putranya kali ini belum memuaskan semua pihak. "Biar anak anak terbuka matanya diturnamen internasional seperti ini. Kesempatan ikuti turnamen internasional dinegeri sendiri ." ujarnya kepada saya. Jikalau orangtua menyadari kekurangan putra dan putrinya setelah melihat sendiri hasilnya diturnamen internasional itu sangat penting. Apalagi kesempatan dinegeri sendiri dengan udara cukup familier bagi atletnya seharusnya sudah bisa memanfaatkan dengan baik. tetapi diakuinya pula semua terpulang kepada atletnya sendiri.

"Seharusnya anak anak dilatih bukan seperti robot, tetapi harus juga dilatih otaknya berpikir kapan harus memukul bola dalam berbagai posisi yang tentunya akan berbeda." ujar saya kepada Andrea Wiranata. Sayapun memberi contoh dari hasil pegamatan petenis tuan rumah di turnamen ini. Apakah anak anak mengerti pukulan spin itu bagaimana mekanismenya.? Bisa dibayangkan bola half court, dimana bola dipukul spin saat bola tersebut setinggi diatas bahunya. Bola akan jatuh keluar karena dipukul dengan spin. Ini berulang ulang terjadinya seperti yang saya lihat Begitu juga selama ini saya lihat kebanyakan anak anak menunggu bola, bukan disongsong. Sayapun tidak tahu alasannya menunggu bola, apakah memang diajarkan oleh pelatihnya atau tidak.

Tetapi ada yang menarik dalam pembicaraan dengan ayah dari Frederico Rumambi, setelah melihat putranya bertanding tetapi kalah. "Saya senang melihat dia main karena berani bermain lepas dan berani pukul bola." ujarnya kepada saya.
Memang harus disadari dalam masa yunior sebenarnya masalah kalah atau menang bukan prioritas, karena setiap pertandingan harus ada yang menang dan ada yang harus kalah. Yang paling penting adalah bagaimana anak itu bermainnya, apakah sudah seperti sewaktu latihan atau tidak.

Sehingga dalam benak sayapun teringat moto selama ini saya selenggarakan turnamen Piala Ferry Raturandang. Yaitu, "win or loose I don't care, Just play tennis"..

Jumat, 20 Maret 2009

Kerja Atlet Makan dan Shopping

Jakarta, 20 Maret 2009. Hari ini dimulai turnamen internasional Jubilee School 14 U Asian Champs 2009 di Pusat Tenis Kemayoran Jakarta. Disela sela pertandingan, ada sedikit pembicaraan menarik antara Suresh Menon ITF Development Officer, Aga Soemarno, Ardi Rivali pelatih, didengarkan oleh saya sendiri disamping Referee turnamen Slamet Widodo.

Ada yang cukup menarik dari pembicaraan ini adalah apa yang disampaikan oleh Suresh Menon kepada Aga Soemarno dan Ardi Rivali. Masalah salah satu petenis Indonesia hasil dari turnamen ini ditahun 2008. Suresh sampaikan kalau petenis Indonesia itu kerjanya makan dan shopping .Akibatnya tambah gemuk. Ini berita kurang bagus. Hal ini diakui juga oleh pelatih Sri Lanka Chris P yang ikuti tur ke Eropa tahun lalu.
Oleh Ardi disampaikan kalau hasilnya di Eropa atlet tersebut sempat juara ganda campuran . Oleh Aga disampaikan kalau program development itu bukan hasilnya tetapi tunjukkan effortnya untuk mencapai tujuan.

" Disiplin petenis harus mulai mendapatkan perhatian jika ingin maju. Kelemahan petenis Indonesia adalah disiplin." ujar saya.

Oleh Aga minta agar Pelti menegur atlet tersebut, tetapi saya katakan seharusnya laporan dari ITF kepada pelti. Memang ada laporan dari pelatih yang membawa tim ITF selama di eropa tetapi tidak dicantumkan masalah makan dan shopping ini. Suresh juga akui tidak ada dalam laporan tersebut, hanya ada anjuran untuk atlet tersebut.

Sekarang harus diperhatikan adalah kewajiban atlet dan selama ikuti turnamen khususnya diluar negeri tanpa pelatih ataupun orangtua maka pengamatan dilapangan sangat minim sekali, akibatnya bagi atlet yang kurang disiplin akan terjadi hal hal seperti itu.

Kamis, 19 Maret 2009

Wild card jadi sorotan

Jakarta, 19 Maret 2009. Ada satu pertanyaan yang dikirimkan kepada saya melalui SMS karena kekurangtahuan atas kebijakan masalah pemberian jatah wildcard disuatu turnamen. Masalah ini muncul selalu disetiap awal suatu turnamen baik nasional maupun internasional. Kenapa bisa terjadi ?

Perlu diketahui disetiap turnamen memiliki fasilitas wildcard selain yang diterima langsung berdasarkan peringkatnya dan yang lolos kualifikasi, dan ada lagi yang disebut special exempt. Kenapa disediakan wild card, tentunya ada alasan tertentu. Sepengetahuan saya sendiri alasan adanya wild card untuk memberi kesempatan petenis yang tidak bisa ikuti turnamen karena peringkatnya tidak memenuhi persyaratan bisa masuk dalam turnamen. Ini juga memacu penyelenggara untuk berikan kesempatan bagi petenisnya sendiri bisa ikuti turnamen karena tidak mempunyai peringkat. Ini salah satu manfaat bagi tuan rumah selenggarakan turnamen.
Ada 2 macam wild card yaitu wild card untuk babak kualfikasi dan wild card babak utama. Ada pemain berdasarkan peringkatnya hanya bisa diterima dibabak kualifikasi, sehingga ingin masuk langsung ke babak utama menggunakan fasilitas wild card.

Yang jadi pertanyaan , kepada siapa saja wild card itu diberikan dan siapa yang berhak menentukannya !
Prinsipnya wild card itu bisa diberikan kepada siapa saja, itu hak dari penyelenggara. Tetapi di Indonesia, dalam ketentuan TDP (Turnamen Diakui Pelti) disebutkan setiap TDP baik nasional maupun internasional hanya 50 % jatah wild card diberikan kepada penyelenggara turnamen atau tuan rumah , sisanya 50 % lagi untuk PP Pelti.
Bagi penyelenggara selama ini ditentukan oleh Direktur Turnamen. Kalaua wild card itu bisa diberikan kepada siapa saja ibaratnya pemain ondel ondel juga bukan masalah. tetapi tidak tentunya bagi induk organisasi Pelti. Sepengetahuan saya jika ditingkat PP Pelti maka aspek pembinaan merupakan prioritas utama.
Di PP Pelti sendiri selama ini selalu diputuskan berdasarkan kesepakatan bersama antar bidang (ketua dan wakil ketua) bersama sekjen atau wakil sekjen. Biasanya setiap rapat antar bidang ( hari selasa). Jikalau tidak ada rapat sedangkan kebutuhan turnamen tentang wild card maka dilakukanlah kontak SMS antar bidang dan semua hasil ini diberitahukan kepada ketua umum untuk sebagai pertimbangan keputusan PP Pelti. Selama ini hasil keputusan antar bidang jarang dianulir oleh Ketua Umum PP Pelti.
Apakah ada standard wild card diberlakukan oleh rekan rekan antar bidang ini.Tentunya sebagai induk organisasi PP Pelti memiliki standard yang "baku" untuk wild card. Berdasarkan peringkat menjadi prioritas utama. Jikalau TDP Nasional maka digunakan PNP . Sedangkan turnamen internasional atau dikenal dengan TDP Internasional maka digunakan peringkat dunia (ITF atau ATP-Tour atau WTA-Tour).
Dalam perjalanan wild card di TDP pernah terjadi ternyata ada petenis yang peringkatnya lebih rendah mendapatkan wild card sedangkan peringkat yang lebi tinggi tidak mendapatkannya. Alasannya kenapa ? Jawabannya kembali lagi kepada " wild card menjadi hak pemberi dan dapat diberikan kepada siapa saja." Jadi jelas sudah jika ada yang tidak puas.

Rabu, 18 Maret 2009

Nyaris Baku Hantam di Rapat Anggota KONI

Jakarta, 18 Maret 2009. Suasana Rapat Anggota Tahunan KONI 2009 yang berakhir hari ini semakin panas saja. Terlihat saat itu sewaktu laporan Komisi 2 yang membidangi Pembinaan melaporkan rekomendasi komisi 2 tentang Pekan Olahraga Nasional, muncul pertanyaan datangnya dari utusan KONI Provinsi Kepulauan Riau (KEPRI) yang tidak simpatik membuat merahnya telinga KONI Provinsi Kalimantan Timur yang diwakili oleh Ketua Umum KONI Provinsi Kaltim. Tudingan dari KONI Provinsi Kepri masalah pelaksanaan PON XVII 2008 Kaltim ada berbau main mata antara Tim KONI Pusat dan tuan rumah. Langsung saja Ketua Umum KONI Provinsi Kaltim (baru terpilih) interupsi minta klarifikasi tudingan tersebut. Langsung pimpinan sidang Rita Subowo meminta agar semua pihak menahan diri.
" Masalah olahraga sebaiknya diselesaikan dengan bahasa olahraga." ujar Rita membuat kagum peserta Rapat lainnya. Saya yang duduk bersama Soebronto Laras, Martina Widjaja letaknya tidak jauh dari meja KONI Provinsi hanya bisa memantau dari jauh saja.
Setelah acara semua selesai ,dan sudah ditutup oleh Ketua Umum KONI/KOI Rita Subowo, semua peserta berjalan kedepan untuk memberikan selamat kepada Ketua Umum KONI/KOI dan Sekjen KONI Pusat Rosihan Arsyad maupun wakil Ketua Umum KONI Pusat Sri Sudono, sayapun memperhatikan dan merasakan adanya suasana tidak beres jikalau keduanya bertahan.
Sebelumnya terlihat Ketua Umum KONI Provinsi Kaltim mencari dimana letak meja tim Kepri ini padahal letaknya dideretan sama dengan KONI Prov. Kaltim, 8 baris dibelakangnya sehingga tidak terlihat.

Disaat semua sudah berjalan kedepan, tim KONI Prov. Kaltim masih tetap berdiri tapi tetap ditempatnya. Datanglah rekan KONI Provinsi Kepri , anak muda badan tegap maju menghampiri KONI Provinsi Kaltim , terlihat mau berjabat tangan , tetapi salah satu anggota KONI Prov. Kaltim tidak menerima uluran tangan tersebut, sempat terdengar kalau mau memukulnya. Saat itu saya menunggu reaksi dari Sekretaris KONI Prov. Kepri apakah bereaksi atau tidak. Akhirnya diapun pergi ke Ketua Umum KONI Provinsi Kaltim mengulurkan tangan seperti minta maaf tapi juga tidak diterimanya. Sayapun berbisik kepada Soebronto Laras untuk melihat kejadian berikutnya apa yang akan terjadi.
Untungnya , uluran tangannya diterima juga.

Begitulah kejadian yang luput dari perhatian peserta lainnya. Sewaktu muncul pertanyaan dari Sekretaris KONI Provinsi Kepri, rekan rekan dari induk organisasi lainnya yang duduk disamping saya juga kurang setuju dengan cara cara dilakukan Sekretaris KONI Prov.Kepri tersebut. Sayapun juga sependapat, caranya tidak tepat lagi karena event PON XVII sudah selesai dan dinyatakan sudah berhasil tetapi masih diungkit ungkit dengan cara kurang simpatik.

Asalkan Ada Niat Baik maka Dukunganpun akan Datang


Jakarta, 18 Maret 2009. Mengikuti keinginan hati agar turnamen tenis di Indonesia semakin semarak membuat semalaman belum bisa tidur dengan nyenyak. Masalahnya belum ada kesepakatan dengan pihak manajemen Golds Gym Elite Rasuna Club tempat dimana akan diselenggarakan RemajaTenis seri 1 yang diminta bantuannya oleh RemajaTenis menegosiasi dengan manajemen pemilik klub tersebut. Awalnya setelah bertemu dengan GM klub tersebut yang menyambut baik keinginan diadakan turnamen tenis di klub tersebut sehingga belum menyempatkan menulis surat resmi sebagai tindak lanjut kerjasama tersebut. Sedangkan saya terlalu bersemangat sudah terlanjur edarkan pengumuman rencana pelaksanaan turnamen tenis yunior RemajaTenis pada tanggal 26-29 Maret 2009. Tetapi akhirnya setelah menerima email dari Lena Marketing Manager maka semua masalah terselesaikan dengan baik demi pertenisan kedepan.

Pelaksanaan turnamen tenis RemajaTenis ini sebenarnya untuk memenuhi keinginan beberapa pelatih maupun orangtua yang kurang puas terhadap frekuensi turnamen nasional di Jakarta.Permintaan ini sudah datang sejak tahun 2008 tetapi masih belum mau direaliser dengan alasan tertentu saja. Melihat keinginan cukup besar disamping ada kesadaran kalau turnamen merupakan suatu kebutuhan atlet maka saya tentunya harus merespons keinginan yang sudah lama saya pendam. Berarti harus tetap eksis dengan pelaksanaan turnamen disamping memberikan pelajaran kepada masyarakat yang berkeinginan selenggarakan turnamen tenis. Semua pihak harus bisa selenggarakan turnamen tenis. Prinsipnya tidak ada monopoli pelaksana turnamen. Bisa turnamen nasional atau dikenal dengan Turnamen Diakui Pelti, maupun turnamen non TDP. Berarti harus sepengetahuan induk organisasi tenis (PELTI) karena menjinjing nama TDP. Ada pelaksana turnamen yang tidak mau menggunakan tenaga Referee yang sudah merupakan salah satu persyaratan TDP, dan ternyata oleh salah satu anggota Komite Pertandingan Yunior PP Pelti Aga Soemarno mengharuskan semua turnamen yang menyandang predikat TDP diwajibkan menggunakan tenaga Referee seperti yang disebutkan dalam TDP. Begitu juga Johannes Susanto Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti menghendaki semua pihak agar ikuti aturan PP Pelti jika selenggarakan TDP. " Janganlah semau gue. Harus ada referee."

Beberapa kali saya sudah berikan masukan masukan kepada rekan rekan pelaku tenis di Indonesia baik di Jakarta maupun luar Jakarta. Ada yang mau mengikutinya tetapi banyak juga hanya bisa menjadi pendengar yang baik saja tanpa bisa berbuat apa apa. Begitu juga ada yang jalankan tetapi semau gue, inilah yang membuat saya harus turun sendiri memberikan contoh yang benar sesuai aturan dibuat oleh Pelti selaku induk organisasi tenis di Indonesia

Tetapi untungnya sebagai penghibur diri saya sendiri begitu mendapatkan kabar dari Surabaya maupun Yogyakarta, persiapan pelaksanaan turnamen nasional seperti yang saya anjurkan sepertinya akan menjadi kenyataan. Masuknya formulir pendaftaran TDP dari Surabaya, diikuti juga dari Yogya dimana Pengprov Pelti DIY akan selenggarakan TDP Hamengku Buwono Cup dan juga komunitas tenis DIY akan selenggarakan TDP. Berarti di Yogyakarta akan masuk 3 TDP yaitu 2 TDP kelompok yunior dan 1 TDP kelompok umum.
Ini yang membuat saya makin girang bagaikan anak kecil mendapatkan mainan baru diberikan oleh orangtuanya ataupun tetangganya. Maka hilanglah semua pikiran yang membuat tidak bisa tidur selama 2 hari, setelah aktip menemani adik di ICU RS Medistra menunggui suaminya sedang sekarat karena kanker paru paru.

Makin girang pula ketika datang dukungan dari masyarakat tenis yang sudah lama dikenal baik yang berasal dari Bandung (Jahja T), Balikpapan (Susan S), Surabaya (Freddy T) dan Jakarta (Herry K, Ferry S, Ayep ) yang memberikan dukungan moril maupun material atas rencana gila saya kedepan.

Bertemu dengan Presiden SBY di Istana Negara

Jakarta, 18 Maret 2009. Hari ini seluruh peserta rapat Angota Tahunan KONI 2009 bertemu dengan Prsiden RI SBY di Istana Negara. Tepat pukul 08.55 sejumlah 7 bus pariwisata bergerak meninggalkan Gedung Serba Guna Gelora Bung Karno menuju Istana Negara Perjalanan iring-iringan busa cukup lancar karena dikawal dengan motor Poisi sehingga hanya 25 menit sudah memasuki halaman Sekneg.
Seluruh peserta melewati sekuriti dua kali dan baru bisa masuk kedalam Istana Negara yang sudah disiapkan. Terlihat 9 kamera stasion Televisi siap dengan crewnya untuk mengambil gambar sebagai bahan beritanya.
Tepat pukul 10.00 Presiden SBY memasuki ruangan diiringi oleh Menko Kesra Aburizal Bakrie, Mensesneg Hatta Rajasa, Menegpora Adhyaksa Dault, Mendiknas.

Rita Subowo selaku Ketua Umum KONI/KOI melaporkan kepada Pesiden SBY peserta rapat anggota tahunan KONI 2009 terdiri dari unsur KONI Provinsi dan Induk Organisasi olahraga. Dilaporkan pula rencana tahun 2009 ada 7 multievent yang akan diikuti tim Indonesia.
Sedangkan Presiden SBY menekankan betapa pentingnya olahraga bagi masyarakat Indonesia. Yang cukup menarik adalah SBY katakan kalau KONI sebaiknya lebih fokus kepada Olahraga Prestasi. Ini cukup penting karena dalam program kerja KONI mendatang disebutkan masalah Pembinaan Usia Dini. Menurut pendapat saya sebenarnya KONI tidak perlu lakukan ini , cukup diserahkan kepada induk organisasi atau Diknas.

Setelah wejangan Presiden SBY, acara dilanjutkan dengan ramah tamah, dimana peserta diberi kesempatan berjabatan tangan dengan Presiden SBY, didampingi Aburizal Bakrie, Hatta Rajasa, Adhyaksa Dault, Soedibyo dan Rita subowo.

Disaat saya selesai berjabatan tangan dengan Presiden SBY kemudian Aburizal Bakrie, dan Hatta Rajasa, terdngar suara Adhyaksa Dault. "Mana bu Martina." kepada saya. Langsung saya sambil berjabatan tangan dengannya katakan kalau Martina sedang berad di Manado. Begitulah setelah acara jabatan tangan maka seluruh peserta dijamu makanan kecil diruangan belakang.
Terlihat kesibukan peserta rapat dengan mengambil foto didalam ruangan tersebut yang diterangi lampu lampu kristal. Foto sendiri ataupun beramai ramai dengan rekan rekan lainnya.

Tepat pukul 11.30 rombonganpun kembali ke Senayan, ditunggu oleh hidangan makan siang.

Sebenarnya Tidak perlu Ada PORDA

Jakarta, 17 Maret 2009. Rapat Anggota KONI 2009 digedung Serba Guna Gelora Bung Karno, PP Pelti menugasi Soebronto Laras Sekjen , Diko Moerdono Ketua Bidang Pembinaan Senior dan August Ferry Raturandang Wakil Sekjen PP Pelti. Hadir tepat waktunya dan bertemu dengan rekan rekan tenis yang duduk juga dikepengurusan KONI Provinsi. Ibarat reuni saja karena selama ini banyak sekali rekan rekan ini jika didalam kegiatan KONI selalu muncul, tetapi sudah banyak pula muka muka baru. Yang hadir dari rekan Pelti provinsi dan merangkap jabatan di KONI Provinsi hanya Irmantara Soebagyo yang juga Sekretaris PengProv Pelti Jawa Timur. Ternyata Irmantara atau Ibag panggilannya yang juga saudara kandung Bonit Wiryawan, juga sebagai Ketua Bidang Pembinaan KONI Provinsi Jawa Timur.
Muncul juga rekan mantan Ketua Pengda Pelti Bali, Made Nariana yang sekarang duduk sebagai Ketua Umum KONI Provinsi Bali. Bertemu juga KONI Provinsi Maluku Utara Drs Djafar Umar yang juga Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Maluku Utara.

"Saya suka baca blog Anda, cukup bagus hanya kurang banyak." ujar Made Nariana kepada August Ferry Raturandang. Oleh August Ferry Raturandang langsung katakan kalau blog ini hanyalah catatan harian yang bisa diketahui semua pihak. "Semoga blog ini bermanfaat bagi masyarakat tenis. Tugas saya hanyalah memberikan informasi atau berikan pengetahuan masalah pertenisan kita dimana masih banyak yang belum jelas." ujar August Ferry Raturandang.

Tetapi dari pembicaraan dengan Made Nariana ada yang menarik yaitu ketika diceritakan bahwa oleh Gubernur Bali disampaikan tidak perlu ada Pekan Olahraga daerah atau dulunya dikenal dengan PORDA sekarang menjadi PORPROV. Disebutkan kalau PORDA itu hanya kepentingan panitia saja dapat seragam , sepatu dll yang tidak penting. Yang menarik lagi dikatakan kalau lebih baik setiap cabang olahraga lebih aktip selenggarakan kejuaraan daerah atau nasional. Dana PORDA diberikan kepada caban abang olahraga selenggarakan turnamen sendiri.
Ini pendapat yang sebenarnya lebih tepat , karena selama ini August Ferry Raturandang amati jika diadakan PORDA seperti juga PON maka Pelti Kota/Kabupaten sibuk cari pemain dari luar derah, nasib yang sama persiapan PON maka KONI Provinsi sibuk cari pemain luar bukan hasil pembinaannya.

Yang jadi pertanyaan apakah goalnya PORDA atau PORPROV sebenarnya ?

Rencana Pemegang Medali Olimpiade, Asian Games tak bioleh ikuti PON

Jakarta, 16 Maret 2009. Menerima penugasan rutin untuk ikuti Rapat Anggota Tahunan KONI 2009 tanggal 17-18 Maret 2009 di Gedung Serba Guna Gelora Bung Karno Jakarta, tetnunya disertai juga materi yang akan menjadi bahan pertemuan tersebut. Setelah membaca materi yang diberikan ada yang menarik bagi saya yaitu masalah rancangan peraturan Pekan Olahraga Nasional, yang dilemparkan kedalam rapat anggota KONI setelah direvisi sedemikian rupa sesuai dengan keadaan sekarang.

Kenapa saya katakan cukup menarik karena dalam rancanagan tersebut disebutkan masalah peserta yaitu bagi penerima medali Olimpiade, medali emas Asian Games tidak diperkenankan untuk ikuti Pekan Olahraga Nasional.
Sebagai pembina ketentuan ini cukup bermanfaat sehingga nantinya kedepan atlet Indonesia ada lapisan lapisan kekuatannya. Tidak seperti saat ini dimana atlet yang Olimpiade, Asian Games, SEA Games maupun PON atletnya sama. Sehingga timbul secara terselubung lebih bangga ikuti PON ataupun PORDA dibandingkan SEA Games apalagi Asian Games. Karena tolak ukurnya adalah apresiasi yang diberikan oleh pembina olahraga lebih besar PORDA atau PON dibandingkan event internasional tersebut.
Andaikan rancangan ini diterima atau direkomendasikan dalam rapat anggota KONI 2009 maka yang akan alami kerugian adalah KONI Provinsi sendiri.
Gimana dengan pemegang medali emas Asian Games 2002 Busan dimana tim putri Indonesia terdiri dari Angelique Widjaja, Wynne Prakusya, Wukirasih Sawondari dan Liza Andriyani. Keempat pemain ini kecuali Wynne Prakusya masih aktip ikuti PON XVII 2008 di Kaltim.

Sebelumnya timbul wacana batas usia peserta PON yang santer dikatakan maksimal 23 tahun ternyata tidak ada dalam rancangan tersebut, hanya disebutkan diserahkan ke masing masing induk organisasi.

Tetapi yang menarik adalah rencana pengurangan cabang olahraga di PON karena akan membebani penyelenggara, bisa dibayangkan 43 cabang olahraga dipertandingkan.

Sabtu, 14 Maret 2009

Mengenal Raket tenis

Jakarta, 14 Maret 2009. Pemain tenis dapat menghabiskan waktu selama berjam-jam di lapangan untuk berlatih fisik dan mental agar dapat mencapai puncak dari perfomannya. Salah satu faktor seringkali diabaikan oleh pemain tenis adalah memastikan mereka memiliki peralatan yang benar/seusia. Memiliki menggunakan peralatan yang benar tidak akan membuat mereka memenangkan pertandingan, tetapi menggunakan peralatan yang kurang memadai akan mengakibatkan kekalahan bagi mereka.

Jadi sangat penting bagi pelatih yang mengajar tenis untuk memiliki pengetahuan agar dapat meneruskan informasi yang diperlukan kepada pemain dan orangtua. Berikut ini akan memberikan informasi penting bagi pelatih mengenai :
1. Raket
2. Senar
3. Sepatu

Raket
Ukuran kepala raket di definisikan denga area permukaan yang dipasang senar dan didasarkan ukuran (dimensi) dalam dari sistem penunjang senar. Ukuran kepala raket diuraikan dalam bentuk inci persegi atau sentimeter persegi .
Klasifikasi umum ukuran kepala raket adalah :
- Tradisional 60 - 79 inci persegi
- ukuran medium (Midsize) 80 - 95 inci persegi
- ukuran besar (Oversize) 96 - 115 inci persegi
- Sangat besar (Oversize) 116 inci persegi keatas

Pengukuran berat ditentukan dari sisi pabrikan, mencerminkan berat raket tanpa senar. Untuk ukuran kepala raket tidak ada standar industri, tetapi petunjuk umum berikut ini dapat digunakan :
- Ekstra ringan ( extra light) (XL) dibawah 12 ons
- Ringan (light) (L) 12.0 - 12.5 ons
- Medium ringan ( light medium) (LM) 12.51 - 13 ons
- Medium (M) 13 - 13.5 ons
- Berat (heavy ) (H) 13.51 keatas

Material rangka raket. Kayu, dimana pernah digunakan untuk membuat semua raket sudah tidak digunakan lagi dan kebanyakan raket sekarang dibuat dari fiberglassm graphite atau kombinasi dari kedua material tersebut. Aluminium raket juga bisa didapatkan dan harganya sangat bersaing (murah)

Ukuran pegangan (grip). Peganagna raket memiliki 8 sisi dan tersedia dalam beberapa ukuran berdasarkan ukuran lilitan pegangan (grip) tersebut. Ukurannya dari 4 inci - 5 inci dengan jarak perbedaan ukuran 1/8 inci. Ukuran ini ditulis di gagangnya nomor 0 - 8, dengan 0 sesuai dengan 4 inci, 1 sesuai dengan 4-1/8 inci dst.

Rangka lebar (wide bodies). Terminologi untuk konstruksi rangka yang aerodinamis. Wilson dengan seri Profile-nya mengawali generasi rangka lebar (wide bodies) pertama yang sangat kaku, sangat tebal dan sangat bertenaga (powerful). Generasi berikut seringkali mengurangi sifat kak ketebalan,power dan kelenturan yang bervariasi. (bersambung)
(Diambil dari ITF Manual Coaches)

Jumat, 13 Maret 2009

Kenapa Baru Sekarang Selenggarakan TDP


Jakarta, 13 Maret 2009. Melihat gelagat akhir akhir ini saya seperti kegilaan selenggarakan turnamen tenis selain Piala Ferry Raturandang melupakan akan kemampuam finansial sehingga ada yang bertanya langsung kepada saya. "Kenapa baru sekarang mau buat turnamen nasional? "
Harus diakui kalau selama ini sudah banyak yang minta agar Piala Ferry Raturandang (setingkat Persami) agar ditingkatkan saja menjadi turnamen nasional atau dikenal dengan TDP (Turnamen Diakui Pelti), tetapi saya masih bersikukuh tetap bertahan dengan tingkat Persami. Tentunya ada alasan kuat sehingga tetap berjalan dan tidak goyah sekalipun.

Sebenarnya sudah pernah saya ungkapkan keteman teman diluar tenis khususnya rekan rekan dikalangan bisnis saya dulu (marketing). Salah satu pertanyaan datang dari rekan saya drg.Juanto Rasjidganda. " Apa yang kamu dapatkan selama ini di Pelti ? " Ini pertanyaan yang saya tidak akan lupa termasuk jawaban yang saya berikan, yaitu " Kepuasan ". Karena maksud pertanyaan seperti ini berkaitan dengan materi yang bisa didapatkan. Akhirnya Juantopun sampaikan kalau jawaban seperti itu tidak bisa diukur nilainya.

Selama ini saya katakan sebenarnya beban bagi saya mengembangkan bisnis tenis sepeti rekan rekan lainnya karena terikat dengan induk organisasi tenis. Sangatlah tidak etis kalau saya dapatkan sponsor untuk kepentingan saya bukan untuk kepentingan Pelti yang juga alami kesulitan mendapatkan sponsor berbeda dengan beberpa puluh tahun silam. Sedangkan kesan ajimumpung itu tidak mau terjadi pada saya sendiri. Ini yang selalu disayangkan oleh teman teman saya semuanya. Inilah masalahnya !

Kenapa sekarang saya justru berubah, apakah tidak kuatir atas tudingan seperti diatas, termasuk vested interest. Keinginan selenggarakan turnamen karena melihat adanya penyimpangan-penyimpangan dilakukan oleh rekan lainnya dalam selenggarakan turnamen dengan dalih berbagai bagai macam yang sebenarnya sudah keluar dari koridor koridor yang dibuat oleh Pelti sebagai induk organisasi seperti yang diungkapkan oleh Aga Soemarno salah satu rekan di Komite Pertandingan PP Pelti. "Tidak boleh keluar dari koridor koridor yang baku dibuat Pelti." demikian ungkapan yang disampaikan kepada saya setelah minta konfirmasi atas kejadian akhir akhir ini.
Alasan kuat saya rencanakan agar turnamen tenis didaerah meningkat disamping karena sangat kecewa atas perbuatan rekan sendiri yang awalnya saya dukung tetapi justru melemparkan tudingan bermacam macam setelah sedikit kedoknya saya buka atau keinginannya saya halangi karena sudah bertentangan dengan aturan2. Juga karena daerah sangat membutuhkan turnamen tersebut tetapi selalu dibayang bayangi kendala dana cukup klasik dimana belum ada yang memberikan solusinya.
Sayapun mencoba membantu mereka dengan catatan kalau saya akan turun bukan dengan dalih pembinaan tetapi mencari untung dalam finansial. Buat apa saya musti malu mengungkapkan karena kalau tidak menguntungkan tentunya tidak akan ada kelanggengan turnamen tersebut. Lebih baik terang terangan daripada berkedok dengan macam macam dalih seolah olah demi pembinaan tetapi dibalik itu semua ada tujuan bisnis, itu sih sah sah saja. Saya hanya ingatkan kalau Tennis is Business.

Teingat pula ditahun 1993 ketika saya sudah keluar dari PB Pelti, saya sempat selenggarakan turnamen internasional VOLVO WOMEN'S OPEN ($ 25,000), sebagai pribadi saya bisa selenggarakan turnamen ini. Sponsor daat dari Volvo Bangkok kerjasama dengan Volvo Indonesia. Begitu juga Bintaro Jaya Open suatu turnamen nasional. Apakah sekarang saya mau lakukan hal yang sama ? Kendalanya adalah saya masih duduk dikepengurusan Pelti. Beda kalau berada diluar.

Ujian tetap berjalan dan satu persatu akan dilihat hasilnya. Mulailah dari Samarinda akhir Januari 2009 sudah bisa berjalan dengan baik, tanpa sponsor. Walaupun event di Samarinda ada yang memanfaatkan dari Pelti Kota Samarinda mendapatkan dana dari KONI Kotamadya Samarinda tanpa sepengetahuan penyelenggara. Ini informasi saya dapatkan dari rekan rekan di Samarinda, dimana saya minta ditelusuri kebenarannya.

Salah satu solusi menampung obsesi ini sebagai ungkapan kemarahan atas penghinaan dilakukan rekan lainnya adalah bekerjasama dengan pihak ketiga. Tetapi jawabannya masih seperti jawaban dari rekan India yang sambil bersenandung Nehi Nehi.

SMSpun mengalir menanggapi tulisan blogger ini


Jakarta, 13 Maret 2009. Tulisan-tulisan dalam blogger ini sebagai perjalanan saya dipertenisan ternyata mendapatkan tanggapan dari pecinta tenis yang dikirimkan langsung melalui SMS ke telpon seluler. Kejadian nyata yang bukan dibuat buat selama ini terjadi dalam diri saya sendiri, oleh rekan saya Johannes Susanto yang sering terima telpon yang menanyakan kepadanya tentang tulisan diblogger ini hanya bisa menyampaikan kalau Opa (saya) sedang ada waktu senggang sehingga iseng saja buat tulisan ini. Begitulah selalu guyonan antar kita terjadi dalam urusan tenis ini. Tetapi kalau tidak disadari maka bisa saja ada juga yang mau mengadu domba antara pengurus satu sama lain, dengan cara memanasi sesama anggota pengurus.

Tetapi tulisan " JANGAN ADA DUSTA DIANTARA KITA " cukup mendapatkan perhatian dari rekan rekan tenis baik di Jakarta maupun di Solo dan Yogyakarta. Yang sedikit emosional justru datang dari Kemayoran. " Habisin tuch penipu ", tapi saya tidak tanggapi. Dari Solo, justru mempunyai usulan cukup unik . SMS mengatakan " malam opa, makin hari makin serem itu blogger. Takut aku.. opah. Judulnya bukan 'jangan ada dusta', tapi 'buka saja topengmu'.
Datang telpon dari Yogya, setelah baca tulisan ini langsung telpon dengan tertawa katakan ada ada saja bisa terjadi demikian, semoga semua pihak bisa menyadari akan kepentingan tenis semata. Dukungan tetap ada selama masih dalam koridor koridor yang sudah dibuat sebelumnya. Tanggapan positip karena tidak terbawa emosi sesaat. Bahkan usul jika diadakan semacam seminar pertenisan khususnya masalah turnamen tenis yang lagi digalakkan. OK saja jika mau memfasilitisi di Yogyakarta.

Hari ini juga setelah tulisan mengenai "OCEHAN BERTUBI TUBI" terima SMS dari salah satu pelatih di Banjarmasin yang sebenarnya belum baca tulisan ini, hanya karena mendengar kalau saya terima telpon dari Ketua PengProv Pelti Kalsel sehingga saya membatalkan pelaksanaan Piala Ferry Raturandang-65 di Palangka Raya (14-15 Maret).
" Pa maaf, jujur saya pengen tahu diundurnya persami di Palangka Raya apakah disebabkan bapak sakit atau ada faktor lain ? Jujur kami di Banjarmasin sangat mendukung program ini." Begitulah bunyi pertanyaan salah satu pelatih andalan Banjarmasin. Karena saya jawab kondisi badan akibat perjalanan jauh dari Solo membuat badan capek (dan capek pikiran lebih berat). Dan saya pun tanya apakah dapat berita lain. Maka dibalasnya dengan SMS . "Ga, mau tanya ama Bapak, apa pak Teguh ada telpon Bapak?". Saya hanya membenarkan kalau terima telpon tersebut. Tapi rupanya membuat penasaran lagi maka dikirimkan SMS kembali." Trus apa benar pak Teguh marah2 sama Bapak?" Begitulah penasarannya sehingga ada keingin tahuan saya cerita yang berkembang di Banjarmasin langsung ke pelaku di Banjarmasin. Maka saypun telpon langsung dan ingin mendengar langsung.

Petenis Banjarmasin punya satu kebiasaan untuk minta bantuan ke Pelti Kalsel, karena Ketuanya itu pengusaha sukses di Banjarmasin, maka logis saja minta bantuan dan selama ini selalu dibantu. Hal ini juga diungkapkan oleh Teguh kepada saya sewaktu ngoceh seenaknya dan ceritakan apa saja yang sudah diberikannya selama ini kepetenis Banjarmasin. Dan waktu itu ketemu didampingi oleh Rusmin salah satu pengurus bidang pembinaan. Maka keluarlah keluhan dari Rusmin seperti pernah disampaikannya kepada saya di Palangka Raya kalau diusulkan ada T-shirt kepada peserta, jadi bukan keluhan langsung dari petenis kepada Teguh seperti apa yang diungkapkan Teguh kepada saya.
Yang tidak diterima olehnya masalah ini karena berkembang rumor kalau Teguh berani menegur saya sehingga bisa membatalkannya. Dianggap hebatlah !
Sayapun mengakui akibat telpon tersebut membuat saya juga marah dan membuat kondisi fisik juga makin tidak mendukung,belum lagi adik ipar saya masuk rumah sakit dengan kondisi tidak sadar karena ada dugaan cancer paru paru. Program jalan jalan setiap sabtu dan minggu dengan adakan turnamen tenis saya undurkan dulu.

Ternyata pelatih ini tidak setuju kalau sampai dibatalkan karena sudah jelas mengetahui kalau ikuti turnamen bukan mencari T-shirt tetapi sebagai uji coba mengevaluasi hasil latihan selama ini. Kemudian diceritakan kalau ada juga orangtua yang terpengaruh tetapi begitu tahu masih banyak yang sadar akan kebutuhan turnamen maka merekapun berubah pikiran. Tetapi saya katakan bukan dibatalkan tetapi diundur, kemungkinan April karena acara saya di Maret cukup padat setiap sabtu dan minggu, membuat dia lega dan berterima kasih karena saya masi peduli dengan tenis di Kalimantan.
Saya sendiri sering manyampaikan pandangan saya pribadi permasalahan seperti keinginan segelintir pelaku tenis tentang perlu disediakan T-shirt kepada peserta turnamen meniru pelaksana turnamen yang sudah mapan lainnya. Memang harus diakui semua pelaksana mau saja berikan T-shirt sebagai sarana promosi turnamen tersebut jika digunakan oleh petenis yunior kedaerah masing masing. Tetapi saya juga katakan jika kita mau meniru pelaksana turnamen yang mapan tersebut, maka so pasti hanya satu kali saja turnamen sanggup dilaksanakan. Tinggal pilih, setahun sekali ada turnamen atau setiap bulan ada turnamen. Akhirnya merekapun menyadarinya.

Inilah yang terjadi jika ada yang mengurusi tenis tapi bukan petenis dan baru mengenal tenis maka akan ditemui benturan benturan dalam pandangan yang hanya disesuaikan dengan selera masing masing dengan berbagai dalih seolah olah meniru dari luar saja. Tapi ini pasti ada , hanya butuh waktu saja untuk meyakinkan mereka agar sadar kalau TURNAMEN adalah KEBUTUHAN ATLET TENIS. Hal yang tidak mudah dan butuh kesabaran. Insya Allah !

Rabu, 11 Maret 2009

Ocehan bertubi tubi


Jakarta, 11 Maret 2009. Tidak disangka setelah lakukan perjalanan ke Solo dan kembali ke Jakarta dengan menelusuri jalan pantura dan selatan memeras tenaga cukup banyak. Ditambah pula dengan permasalahan selama menangani persiapan dan pelaksanaan Davis Cup by BNP Paribas di lapangan tenis Manahan Solo. Fisik dibutuhkan harus kuat tetapi usia sudah tidak bisa menahan kekuatan atau tekanan tekanan yang datang bertubi tubi. Sebenarnya bisa saja naik pesawat terbang Garuda Indonesia, tetapi tujuan menelusuri ini untuk melihat sarana dan prasarana tenis sepanjang Jawa Tengah dan Jawa Barat yang butuh perhatian.

Sore hari ini terima telpon dari Ketua Pengprov Pelti Kalimantan Selatan yang juga salah satu anggota PP Pelti H.Teguh Djuwandi. Beberapa jam sebelumnya terima telpon dari Ketua Pengprov Pelti NAD Thantawi Ishak dengan bawa berita cukup baik karena hanya minta pendapat masalah pelatih yang dipersiapkan oleh daerah menghadapi POR Provinsi NAD tahun 2010.

Tapi telpon yang datang dari Banjarmasin justru agak keras dan menyakitkan sekali. Ini menunjukkan yang bersangkutan belum sepenuhnya mengerti atau mengetahui seluruh program Pelti selama ini. Kenapa saya katakan demikian, karena yang dipermasalahkan adalah turnamen Persami (Piala Ferry Raturandang ) di Palangka Raya ( 14-15 Maret 2009) dan juga TDP Mahakam Samarinda 2009 (Januari). Ini bukan untuk yang pertama kali saya terima kecaman dari yang bersangkutan. Yang pertama kali permasalahan Pra PON di Kaltim yang diungkapkan langsung kekecewaannya kepada saya yang hanya Wakil Sekjen PP Pelti. Anehnya tidak ada keberanian mengajukan protes langsung kepada Ketua Umum dan Sekjen PP Pelti. Saya menyadarinya selalu jadi bemper di PP Pelti.

Serangan atau kecamannya adalah Piala Ferry Raturandang-61 di Palangka Raya lalu petenis Banjarmasin yang ikut berhasil memborong kemenangan dan bahkan kembalinya ke Banjarmasin mendapat bonus uang dari petinggi daerah.
Dipertanyakan apakah Piala FR ini sepengetahuan PP PELTI, kemudian keluhan dari pemain pelaksanaannya sangat tidak manusiawi karena tidak diberikan air minum dll. Semua keluhan dia dengar dari atletnya sendiri. Dengan bangga pula dikatakan kalau mereka baru saja selenggarakan turnamen dengan meriah dimana semua pengurus tidak dapat imbalan alias kerja suka rela bukan cari untung. Mencari untung di turnamen ini juga merupakan bagian dari protes tersebut. Dikatakan juga kalau selama ini kirimkan atlet ke Piala Ferry Raturandang maupun ke Samarinda sudah menghabiskan berjuta juta rupiah.

Karena kepala sedang pusing ditambah ocehan yang saya anggap ngawur, saya biarkan saja dia ngoceh seenaknya saja. Untung hanya di telpon, kalau didepan mata mungkin sudah saya usir dari kantor. Kenapa saya anggap ngawur, karena tidak tahu kalau Persami itu program Pelti seluruhnya. Apakah sebagai Ketua Pengprov Pelti tidak pernah baca program Pelti seluruhnya ? Apakah selama ini jadi Ketua PengProv Pelti yang juga sering ikuti Rakernas ataupun MUNAS tidak membaca ataupun mendengar laporan PP Pelti ? Kemudian saya anggap sok tahu minta harus duduk bersama dulu bicarakan masalah program ini secara regional (Kalimantan dan Sulawesi ). Disamping itu pula akan dilaporkan dalam Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) Pelti mendatang. Dan seterusnya dan seterusnya ocehan tersebut yang saya tidak ingat lagi karena telpon seluler saya jauhkan dari telinga saya. Ini cara yang paling tepat atasi orang ngomel di telpon. Akhirnya pembicaran telpon selesai.
Mau marah kepada orang yang sok tahu tidak bisa , terpaksa menahan diri akibatnya badan meriang pula dan kepalapun jadi tambah pusing.

Setelah itu sayapun kirimkan SMS ke petenis ataupun pelatih yang sudah mendaftar ( 55 peserta) Piala Ferry Raturandang-65 ( 14-15 Maret) di Palangka Raya untuk membatalkan atau menunda pelaksanaan Piala Ferry Raturandang-65 karena kondisi fisik saya menurun, maklum sudah uzur harus tahu diri.
Tidak lama kemudian terima telpon dari rekan Johannes Susanto Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti membicarakan persiapan pelaksanaan turnamen Jubilee School 14 & Under Asian Championship 2009. Diapun katakan terima telpon dari Kalimantan tapi lupa namanya, menanyakan masalah seperti diatas, yaitu soal Persami dll.

Sejam kemudian masuk lagi telpon dari Banjarmasin , rekan Ketua Pengprov Pelti Kalsel. Dalam hati saya, omelan apalagi yang akan datang malam ini. Apakah dilayani atau biarkan saja dia mengoceh. Ternayata nada suaranya sudah berubah180 derajat. Begitu sopan dan halus tidak ada nada emosional bahkan memuji program Persami tersebut. Begitu panjangnya pujian yang keluar sampai menanyakan jadwal saya dalam bulan maret ini. "Boleh saya bicara." ini permintaan saya.

Langsung saja ceritakan asal muasalnya turnamen Persami ini muncul sejak saya di Pengda Pelti DKI Jakarta dimana Martina Widjaja selaku Ketuanya. Mulailah saya menyanyi sesuka saya dan diapun mendengar jadi anak manis. Begitu juga tujuan buat turnamen adalah untuk anak sendiri , tapi jika tetangga mau ikut silahkan saja. Kenapa tetangga sampai ikut tentunya ada sebabnya. Bisa karena butuh try out dengan pemain tetangga, dan juga bisa karena dirumah sendiri tidak ada turnamen. Begitulah perumpamaan yang saya berikan kepada siapapun.

Sayapun tekankan kalau saya buat Piala FR itu tujuannya cari untung, karena saya bukan sinterklas. Bukan orang kaya seperti dirinya, seorang pengusaha sukses di Banjarmasin. Tidak mau cari sponsor karena saya takut dengan ketergantungan sponsor membuat kita tidak berani selenggarakan turnamen. Kalau datang sponsor tentunya saya buka pintu untuk menerimanya.

Disinilah situasi didaerah, petenis terlalu dimanjakan sekali. Minta fasilitas dana ke Pelti setempat. Ini sudah tidak benar perlakuan tersebut. Karena Pelti sekarang sebagai fasilitator saja. Jika ikuti turnamen perorangan , bukan kewajiban Pelti mengirimkannya.Itu tugas orangtua. Jikalau ikuti turnamen antar daerah. Baru Pelti punya peranan dan berkewajiban mengirimkannya dan menanggung dana tersebut.
Bisa dibayangkan sewaktu Piala FR-61 di Palangka Raya, peserta dari Banjarmasin difasilitasi oleh PengProv Pelti Kalsel. Diantar oleh salah satu anggota Pengurus. Dengan bus bersama sama ke Palangka raya. Semua itu dibeayai oleh Pengprov Pelti Kalsel. Pantesan Ketuanya berang sekali membela petenisnya dengan lontarkan kata kata TIDAK MANUSIAWI hanya karena petenisnya mengeluh ikut turnamen tidak diberikan minuman, kaos dll. Akhirnya diapun " mau mengerti " atas ocehan saya ini. Dan menjanjikan akan datang ke Jakarta minggu depan utnuk bertemu.
Karena sudah malam, maka sayapun menuju ke RS Medistra menjenguk ipar saya yang masuk ICCU sejak Minggu, Eddy Henuhili, suami dari adik saya terkecil Joan Raturandang.

Selasa, 10 Maret 2009

Komunikasi dengan Penggila Tenis Yogya


Jakarta, 11 Maret 2009. Kebiasaan menerima telpon setiap hari dari insan tenis yang sangat peduli terhadap pertenisan Indonesia merupakan salah satu aktivitas rutin saya terima dengan senang hati. Bahkan kadang kadang ada yang menjengkelkan juga karena terlalu memikirkan diri sendiri tanpa mau tahu kesibukan yang dihadapi pihak yang diajak berbicara di telpon. Mulai dari yang minta wild card, minta bantuan seolah olah saya ini punya power menentukan wild card sampai yang juga menanyakan kebenaran suatu berita yang berkembang diluar Senayan.

Hari ini terima telpon dari salah satu rekan baru ketemu sewaktu di Solo, karena selama ini komunikasi sering melalui telpon genggam maupun internet. Rekan ini bernama Joko Wahyono yang ketemu di lapangan tenis Manahan bersama Komunitas Tenis DIY. Sayapun baru mengenal Joko bersama teman teman di Solo tanpa perantara dari pelaku tenis di Jawa Tengah maupun DIY. Bahkan selama ini saya mengenal namanya Joko. W. "Mas, mau tanya nama lengkapnya apa?" ini pertanyaan saya yang jarang saya lakukan karena biasanya saya dapat informasi nama lengkap dari rekan rekan lainnya. Tapi karena tanya kepada salah satu rekan asal Yogya tidak dapat yang pasti karena ada beberapa dengan nama Joko juga.
Ternyata namanya Joko Wahyono. "Kalau di Solo saya kenal Jokowi yaitu Walikota." guyonan saya kepadanya.

Keinginan Joko bersama teman teman adakan turnamen di kota Yogjakarta sangat penting bagi saya walaupun kadang kadang muncul ketidak senangan pihak pihak lain yang lebih dulu kenal dan sudah lakukan kerjasamanya. "Konspirasilah." kata kerennya. Ini semua berawal dari Negative thinking sampai bisa terjadi.

"Bagaimana kalau kami adakan semacam seminar semua pihak di tenis. Kami akan mengakomodir." ini tawaran cukup menarik , hanyalah yang kurang menarik kalau dikatakan mempersatukan kubu kubu yang ada."Tidak ada kubu kubuan, sayapun harus netral baik kepada semua pihak, demikian pula induk organisasi tenis disemua daerah."

Pembicaraan melalui telpon seluler cukup panas karena tempel ke telinga , dialihkan ke telpon biasa sehingga bisa berlama lama pembicaraannya. Kemudian ditanggapinya pula tulisan saya di blogger ini tentang "Jangan Ada Dusta Diantara Kita." suatu nyanyian yang saya dengar sewaktu berada di Medan. Mendengar lirik liriknya cukup romantis sekali sebagai bentuk ekspolitasi terhadap percintaan mahluk didunia ini.

Sayapun menyampaikan kalau saya tidak bisa melihat dan mendengar jika ada rekan rekan di tenis memberikan informasi yang salah apalagi menyesatkan. Ini tidak boleh terjadi. Koreksi bisa saja karena tidak semua orang yang sempurna. Yang sempurna adalah Tuhan saja. Ini mutlak. Tidak perlu mengexploitasi kekurangan pihak lainnya sebagai senjata publikasi diri. Sayapun mengerti dalam Public Relations itu ada yang termasuk PR campaign dengan cara cara menyampaikan berita negatip . Dikampung saya juga mengerti kalau Bad news is a good news too.

Bolehkah Berikan Hadiah TABANAS ?

Jakarta, 10 Maret 2009. Sore ini terima telpon dari rekan saya, Tony Sangitan yang juga salah satu penggila tenis karena mau adakan kegiatan tenis berupa turnamen tenis. Selama ini komunikasi dengan Tony Sangitan cukup lancar walaupun dalam perjalanan ada perbedaan visi dan misinya yang beda beda tipis. Asalkan untuk kepentingan tenis, secara pribadi saya selalu dukung termasuk induk organisasi Pelti akan mendukung. Sedangkan rumor diluar katakan induk organisasi Pelti sudah masukkan dalam black list. Namanya rumor tentunya selalu tidak benar.

"Saya mau berdiskusi, tapi jangan marah ya." itulah ungkapan terbuka dan serius tapi saya selalu hadapi dengan guyonan, karena kalau terlalu serius bisa kepala jadi pusing. " Saya sudah dapat sponsor dari Bank, akan berikan hadiah kepada pemenang dalam bentuk TABANAS. Apakah diperkenankan." ujarnya, karena Tony Sangitan dengan bendera Bakrie Ajang Tenis Prestasi (Bakrie ATP) sedang menggalakkan turnamen yunior di Jawa Tengah dan bahkan akan ke Sumatra seperti yang disampaikan kepada saya beberapa waktu lalu.

"Karena ini hanyalah diskusi antara kita berdua, ini pendapat pribadi saya, kalau dalam aturan TDP Yunior yang baku dikatakan tidak boleh berikan hadiah uang. Lebih jelas lagi dalam ketentuan ITF dikatakan tidak diperkenankan beri hadiah uang dalam bentuk apapun kepada pemenang turnamen tenis yunior. Ini sudah jelas ,dan tolonglah bantu kami untuk ikut mensosialisasikan ". Selanjutnya dikatakan kalau setiap orangtua keluar uang ikut turnamen cukup bear. Diberi contoh ada yang keluarkan Rp 1 juta. Sayapun katakan kepadanya kalau ada orangtua yang ikuti turnamen dari Surabaya ke Jakarta, Bandung dll bisa sampai Rp. 5 juta. " Ton, itulah kewajiban orangtua dalam membina anaknya sendiri, bukan anak tetangga. Seperti pendidikan sekolah juga kewajiba orangtua yang sudah berani punya anak harus berani tanggung semua konsukuensinya sebagai kepala rumah tangga. Tinggal pilih, main tenis atau mau jadi korban NARKOBA." ujar saya kepadanya. "Kalau itu bukan solusinya.Tolong beri solusinya dong karena saya sering bertemu dengan orangtua. " ujar Tony lebih sengit.
Sayapun katakan selama ini kalau bertemu orang tua yang mengeluh masalah beaya, sayapun anjurkan coba kumpulkan 5-10 orangtua akan dapat Rp. 5-10 juta, maka cukup buat TDP Nasional dan yang nikmati bukan hanya 5-10 anak tapi bisa 100 anak. "Ini lebih baik 'kan, ini juga solusinya. " Andaikan kurang yakin berikan kepada saya dan bisa dibuktikan.

Dikatakan pula sebagai contoh keponakan saya Andrian Raturandang dimana ayahnya adalah adik saya, semasa yunior butuh uang juga. Kemudian saya beri contoh tidak jauh jauh adalah anak saya sendiri sewaktu yunior ada 2 yaitu Dino dan Christina. Banyak orang katakan punya POTENSI, tapi saya tahu main tenis itu butuh dana besar, jika tidak berprestasi akan menjadikan beban sendiri karena butuh dana besar sekali terutama beaya tour turnamen diluar kota apalagi luar negeri.
Karena kemampuan terbatas dimana sebagai orangtua tentunya saya sama seperti orangtua lainnya mengaggap putra/putrinya punya potensi yang belum tentu kebenarannya. Akibat tidak mampu saya harus mengalah, apalagi saat itu masa depan tenis belum begitu seperti sekarang yang sudah banyak prospeknya. Bagi saya hidup harus realistis saja, daripada terlalu ambisi sehingga jadi ambisius. Lebih berabe tentunya. Karena sering menyalahkan pihak pihak lainnya sedangkan kita hanya pikirkan anak sendiri bukan anak orang lain. Ya lebih baik mereka sekolah. Kenapa saya musti mengemis kepada orang lain, semua ini kewajiban saya untuk menanggungnya.

Karena ini hanya diskusi pribadi seperti yang disampaikannya, maka sayapun tetap menganggap apa yang disampaikannya juga perlu diberi masukan yang positip. Dan jikalau memang bertujuan memajukan tenis Indonesia akan selalu bisa menerimanya, bukan sebaliknya. Sehingga semua ini saya sampaikan dengan baik baik. Karena saya yakin Tony Sangitan juga memiliki positive thinking.

"Saya sudah lama mendengar pertanyaan seperti itu dan solusinya juga selalu seperti diatas saya katakan kepada mereka. Langsung saya katakan juga kepadanya kalau kita harus melihat juga akibat selama ini. " Saya temukan 30 kasus CATUT UMUR. Ini karena apa, coba pikirkan baik baik. Menurut pengamatan saya, maybe right maybe wrong karena saya bukan peneliti andal, ini salah satu akibat banyak turnamen tenis yunior berikan hadiah uang secara terselubung. Tentunya saya sebagai orang Pelti punya kewajiban jalankan koridor koridor yang sudah dibuat oleh induk organisasi tenis dunia (ITF). Bukan memanfaatkan kelemahan yang ada dari aturan ini.

Dalam diskusi ini dikatakan pula contoh konkrit , anak satpam perlu dukungan dana. Saya langsung katakan apa yang saya lakukan kepada Satpam tersebut yang juga dulu pernah menjadi anak buah saya. Sayapun bercerita apa yang saya lakukan kepadanya.
2 - 3 tahun silam, datang kepada saya minta bantuan uang untuk ikut turnamen di Jawa Tengah. Saya tolak tetapi saya sampaikan pula tunjukkan dulu upaya sendiri agar bisa ikuti turnamen nasional. Walaupun ada juga masuk ketelinga saya kalau dia pernah ada yang katakan sombong seperti orang kaya saja. Tapi saya sampaikan kalau ini sebagai motivasi dirinya agar tetap berjuang karena dimasa depan sekarang ini prospek tenis sangat menjanjikan demi menaikkan harkat dan martabatnya.
Begitu saya mendengar masukan apa yang telah dilakukannya ditempat pertandingan dengan menginap di Mushola dan hasilnya ada masuk dalam 4 besar, maka sayapun memberanikan diri memberikan dana ala kadarnya , alias semampu saya saja. "Itulah solusinya. Bukan dengan cara langsung berikan dana sebelum pergi."
Itulah sekedar diskusi singkat karena melalui telepon seluler membuat telinga panas bukan karena materi pembicaraan tetapi panasnya telon seluler kalau lama menempel ditelinga, dan akhirnya pembicaraan diputus dan akan dilanjutkan opertemuan berikut jika masing masing punya waktu luang. Maklum Tony selaku pengusaha tentunya sibuk sedangkan saya hanyalah "PENGACARA= pengangguran banyak acara ".

Sayapun teringat apa yang sudah saya lakukan kepada keponakan sendiri, Andrian Raturandang beberapa tahun silam sewaktu sedang jaya jayanya. Ayahnya, Alfred Raturandang sebagai pelatih tentunya lebih perhatikan masalah latihan putranya. Saya anjurkan ikuti tour turnamen diluar negeri, tapi tidak punya uang. Minta tolong agar saya bantu dia. Apa yang saya lakukan saat itu.
Andrian akan ikuti Davis Cup di Jepang mewakili Indonesia melawan Jepang. Saya minta agar diatur tiketnya Jakarta-Singapore-Tokyo pp. Beaya tiket Jakarta-Tokyo ditanggung PB Pelti saat itu. Tinggal atur tiket Singapore-Vietnam pp bisa didapat dari tarvel biro di jakarta bisa kredit.Saat kembali dari Tokyo singah Singapore turun dan ikuti Singapore Challenger ($ 50,000). Saya dapat wild card babak utama berarti dia akan dapat fasilitas sebagai pemain masuk babak utama adalah 5 hari free board and Lodging, dan prize moeny kalah dibabak pertama sekitar US $ 300. Setelah itu ikuti Vietnam Challenger ($ 50,000) , dapat fasilitas wild card juga saya bisa dapatkan karena Direktur Turnamen saya adalah teman baik. Beaya yang harus ditambah adalah Singapore-Vietnam pp, yang bisa didapat dari prize money di Singapore. Begitulah cara kita memeberikan solusi kepada petenis. Banyak akal jika kita mau berpikiran positip dipertenisan dunia ini.

Jangan ada DUSTA diantara Kita

Jakarta, 10 Maret 2009. Berkecimpung didunia pertenisan khususnya Indonesia banyak pernik-perniknya yang jika kita tidak menggunakan akal sehat tentunya akan justru menjadi bumerang. Saya cukup prihatin apa yang terjadi saat ini. Banyak tudingan dilakukan oleh pihak pihak tertentu kepada saya seolah olah punya maksud tertentu berlindung dibaju induk organsisasi Pelti demi kepentingan pribadi saya. Ini ada kaitan dengan kecemburuannya atas keberhasilan Piala Ferry Raturandang yang sedang berjalan dengan santai karena tidak mengandalkan teknologi informasi yang sedang trend saat ini.

Tetapi justru saya melihat ada OKNUM tertentu berlindung didalam baju suatu organisasi yang baru lahir non Pelti (masih yunior kalau dihitung dalam pertenisan Indonesia) yang berlagak seperti malaikat tetapi justru memberikan informasi yang tidak benar kepada masyarakat yang bisa disebut pula menipu masyarakat tenis, khususnya orangtua petenis. Hal ini sering terjadi, pertanyaan kepada saya oleh orangtua tentang keabsahan suatu turnamen yang sedang berlangsung. Pertanyaan singkat seperti " Apakah turnamen tsb masuk dalam TDP ?" . Selama ini jawaban yang bijak selalu saya kemukakan walaupun banyak pancingan datang dari orangtua yang akan mengadu dombakannya. Karena saya berkewajiban memberikan informasi dengan cara kuno atau kolot karena tidak melalui IT yang bukan keahlian saya pribadi. Seperti, apa yang dimaksud dengan TDP, dan persyaratan menjadi TDP (harus ada pendaftaran ke PP Pelti, harus ada Referee, harus ada sanction fee, dll ). Masih dalam batas batas sportivitas tidak perlu menjelek jelekan rekan sendiri (padahal yaang bersangkutan menggangap saya sebagai kompetitornya).

Makin sering berkunjung kedaerah justru mendapatkan masukan atau lebih tepat keluhan atas perlakuan akibat dari kerjasamanya yang kurang jelas menurut saya dengan dalih teknologi yang amat sangat canggih dimilikinya. Kesimpulannya banyak janji tapi tidak berani tepati janji. Sayapun diminta untuk kerjasama seperti yang dilakukannnya tetapi sayapun tidak mau pusing untuk sementara waktu karena kuatir dituding menyabot programnya. Bukan berarti akan dibiarkan terus kevakuman tersebut, tentunya sayapun akan mengisi kevakuman tersebut. Seperti apa yang saya lakukan didaerah daerah lainnya.

Kelayakan sebagai TDP bukan milik pribadi pribadi apalagi berdalih sebagai wakil orangtua petenis. Karena yang memiliki TDP justru induk organisasi Pelti bukan milik badan lainnya, apalagi diluar Pelti.
Sayapun mengakui disaat presentasi PNP-ONLINE justru saya tidak setuju keinginan agar hasil TDP tersebut di up-date oleh Referee. Karena seperti dilakukan oleh ITF(International Tennis Federation ) untuk Peringkat Junior, ATP-Tour untuk peringkat petenis putra, dan WTA-Tour untuk peringkat petenis perempuan, yang lakukan up-date peringkat bukannya Referee (orang luar) tetapi organisasi yang memiliki turnamen tersebut. Begitu juga keinginan lainnya untuk menyetir Pelti agar dibuat PNP KU 10 tahun dan 12 tahun. Kedua permintaan tersebut akhirnya dipatahkan oleh rekan rekan Pelti. Dalam situasi seperti ini saya ungkapkan semua ini bukan untuk kepentingan pribadi saya. Banyak orangtua petenis maupun pelatih yang minta saya buat Peringkat Petenis PERSAMI, yang sebenarnya jika saya ikutin maunya maka Piala Ferry Raturandang akan mempunyai nilai jual lebih baik. "Ini yang saya tidak perlukan. Buat Turnamen bukan dengan berikan angin iming-iming yang selama ini sering terjadi tetapi justru tidak sanggup dipenuhi sendiri. Nah, kalau ini yang terjadi seperti ini apakah tidak termasuk sebagai kasus pembohongan publik ? Saya buat turnamen untuk berikan sarana pertandingan, dan cari untung, dan saya tidak malu katakan demikian. Bukan sebaliknya, that's all. Tidak muluk muluk seperti apa yang dikatakan sebagai program pembinaan, yang orang tenis sudah tahu kalau turnamen adalah salah satu bagian dari pembinaan . Dengan banding bandingkan dengan tenis diluar negeri yang ternyata ada bohongnya dan sudah saya buktikan. Tidaklah heran kalau bukan orang tenis baru berkecimpung didunia tenis sudah merasa sangat hebat, dengan anggapan kalau orang lain lebih bodoh daripadanya. Inilah kesan yang saya terima dari rekan rekan di tenis Indonesia baik yang baru berkecimpung maupun yang sudah makan asam garamnya Tenis.

Saya sendiri sangat prihatin mulai semarak dimunculkan oleh pelaku pelaku baru di tenis dengan memberikan informasi yang tidak benar, dan berlindung dengan salah satu anggota PP Pelti. Kewajiban saya sendiri selaku pribadi untuk meluruskan kebohongan tersebut. Ada hal yang menarik saya terima dari berbagai orangtua yang mengingatkan Pelti agar berhati-hati karena ada oknum diluar Pelti ingin mengatur Pelti dengan dalih Pelti tidak profesional ataupun istilah lainnya. Akhirnya saya teringat salah satu lagu sewaktu berada di Medan. "Jangan ada DUSTA diantara kita ".

Kembali ke Jakarta singgah Tasikmalaya

Jakarta, 9 Maret 2009. Perjalanan menyusuri lintas selatan untuk kembali ke Jakarta bersama sama Hudani Fajri, Christian Budiman cukup menggembirakan awalnya karena sepanjang jalan semua yang dilihat pemandangan hijau, tidak ada kekeringan sama sekali. Sawah dengan padi yang menguning sepanjang perjalanan, dibandingkan jika melintasi pantura. Tetapi akhir perjalanannya cukup melelahkan karena tiba di Jakarta jam sudah menunjukkan puku 02.30 pagi. Kenapa bisa demikian, karena mulai dari KM 89 di tol Bandung- Jakarta, kendaraan mulai tersendat sendat , alias macet. Perut sudah mulai bernyanyi , mau masuk tempat peristrahatan di tol, tidak bisa masuk. Bisa dibayangkan tidak bisa masuk karena ditutupi kendaraan yang antre mau masuk. Akhirya pukul 01.00 masuk ke KM 42 masuk tempat peristrahatan dan acri rumah makan Padang. Ternyata makananpun sudah habis, dan sisa telor, kikil dan sayu saja. Terpaksa apa yang ada bisa menutupi kebutuhan jasmani dimakannya pula. Nasi hangat cukup membuat makanpun jadi hangat. Macet juga sudah dirasakan sewaktu memasuki Bandung, tepatnya di Naggrek. Mobil anre sampai 4 baris.

Sewaktu perjalanan dari Solo, menyempatkan diri singgah ke lapangan tenis Dadaah untuk bertemu dengan rekan rekan tenis dilapangan tenis tersebut. tepat pukul 18.00 tiba di lapangan. Rencana singgah ke Tasikmalaya ini untuk memberikan satu raket baru kepada salahs atu petenis asal Bandung yang baru menetap di Tasikmalaya. Panggilannya Rara, yang awalnya berlatih di lapangan tenis Caringin, Bandung.

Ketemu juga rekan rekan dari Pelti Kota Tasikmalaya dan Pelti Kabupaten Tasikmalaya. Semapt pula menerangkan pengembangan tenis kepada mereka yang juga ada yang sebagai sekretaris Pelti Hadi Purnama. " Dani, tolong terangkan tentang Mini Tenis dan Play & Stay kepada mereka," ujar saya kepada Hudani Fajri yang juga Wakil Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Daerah PP Pelti, yang selama ini sebagai pelatih Mini enis.
Sayapun minta agar mereka aktip buat kompetisi khususnya untuk yunior. Sambutan merekapun cukup baik, hanya waktunya saja , saya dan rekan rekan tidak bis alama lama walaupun diajak makan malam. Karena perjalanan masih panjang ke Jakarta.

Selama perjalanan mulai dari Solo, bertiga menyempatkan diri singgah ke Kebumen, tepatnya Desa Krakal. Bertemu dengan Kepala Desa Krakal Drs. Angkodo B yang juga mantan wasit tenis dan pelatih tenis di Jakarta. Angkodopun kaget bisa dikunjungi oleh rekan rekan dari Jakarta khususnya yang dari kalangan tenis Indonesia. Semapt minum kelapa muda hijau (untuk obat) dan diantarnya ke tempat wisata air panas didesa tersebut. Jalan masuk kedesa ini cukup bagus karena diaspal dengan baik.
Tempat wisata ini lain dari yang lain, air panas dan asin rasanya,tidak ada bau belerang sama sekali. Disiapkan kamar kamar semuanya disaat tiba disana sudah penuh dan yang tunggu giliranpun masih banyak. Tapi kami semua diberi kesempatakn merasakan air panas tersebut tetapi tidak untuk mandi.

Gantian pegang setir mobil dengan gaya khas masing masing. "Christian kalau bawa mobil terlalu sopan." ujar saya kepada teman teman.

Panpel Bingung Urus Keberangkatan Referee

Solo,9 Maret 2009. Kegembiraan selalu bisa menutupi semua penat maupun pusing kepala akibat bertugas di Solo mulai Minggu 1 Maret 2009 sampai kemarin. Kegembiraan lahir karena tim Davis Cup Indonesia mengalahkan tim Kuwait 3-2 kemarin siang dilapangan GOR Manahan Solo. Ibarat selesai minum obat, semua kepahitan maupun sakit hati yang melanda diri saya selama ini bisa hilang semuanya. Semalam sempat makan malam bersama Walikota Surakarta Ir Joko Widodo bersama Ketua Umum PP Pelti dan Sekjen PP Pelti beserta seluruh tim Davis Cup Indonesia di resto Lalaah, sewaktu mau kembali kehotel, Walikota Ir Joko Widodo ( dikenal dengan panggilan Jokowi) menyampaikan kepada saya kalau tadi siang coba telpon ke telpon seluler saya tidak bisa masuk. Memang saya juga agak bingung karena sering telpon masuk tetapi suara saya mereka yang menelpon tidak dengar tapi saya dengar suara mereka. Untuk tidak mengecewakan beliau saya katakan kalau lagi lowbat. Apakah M3 di Solo kurang bagus sinyalnya ?

Hari ini , terima telpon dari Ketua Panpel dr. Budiyanto yang mau minta saya urus pengantaran Referee ke Airport, alasannya sedang keluar kota. Lho , kenapa saya lagi yang diminta sedangkan sebagai penanggung jawabnya adalah dia. Saya tolak saja, kok mau enak saja, sudah dibantu kok masih mau jadikan beban saya lagi. "Tak usah ya ". Kenapa tidak suruh anggota Panpel lainnya khususnya bagian transportasi. Dia mau tilpon Soebronto Laras, silahkan saja. Tidak lama kemudian Direktur Turnamen Totok Gani telpon juga kalau tidak bisa antar Referee ke Airport. Karena dia sedang dalam perjalanan ke Yogya mau terbang ke Maccau bersama keluarganya. Diapun mau tilpon Diko Moerdono yang juga mau berangkat ke Jakarta dengan flight yang sama , Garuda Indonesia. tetapi gagal karena telponnya Diko tidak aktip.

Waduh, ini lagi, sewaktu kedatangan Referee di Solo memang saya yang jemput karena mereka sendiri tidak sempat mengurusnya. Tetapi kalau mengantar lagi mau dibebankan kepada saya, tunggu dulu. Karena saya juga sudah berangkat dengan mobil kembali ke Jakarta.
Hudani Fajri dan Christian Budiman yang bersama sama saya satu kendarana sampai geleng geleng kepala melihat cara kerja rekan rekan di Solo. "Ngurus pengantaran Referee saja tidak bisa," komentar Hudani yang semalam menyempatkan diri sampaikan uneg unegnya kepada dr. Budiyanto secara terang terangan disaksikan oleh rekan rekan lainnya.