Selasa, 11 Juni 2019

Prestasi atau Prestise, beda beda tipis

Jakarta, 11 Juni 2019. Setiap mendekati acara Pekan Olahraga Nasional selalu disediakan wadah Pra PON karena kuota peserta PON dibatasi oleh KONI Pusat. Sehingga tidak semua daerah bisa ikuti PON tersebut. Pekan Olahraga Nasional (PON) awalnya bertujuan untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Ini awalnya karena saat pertama kali dikota Solo 1949, Indonesia masih suasana pasca kemerdekaan dan masih amburadul.

Jika tujuannya masih seperti dulu maka yang jadi pertanyaan sekarang apakah prestasi dimasukkan dalam tujuan PON saat ini setelah Indonesia telah menjalani Pekan Olahraga Nasional ke 19 kalinya, dan telah merayakan kemerdekaan RI ke 73.

Akibatnya saat ini PON sudah bukan lagi menjadi ajang prestasi lagi karena sudah menjurus ajang PRESTISE belaka. Bahkan pernah saat itu salah satu Gubernur diluar Jawa menyatakan sebaiknya PON itu dibubarkan saja, karena sudah tidak dibutuhkan lagi. Saat ( 2002-2012) itu saya sepakat dengan pendapat beliau, karena khusus tenis frekuensi turnamen di Indonesia cukup baik.

Muncul masalah Keabsahan atlet PRA PON 2019


Jakarta, 11 Juni 2019. Sebagai tindak lanjut dari pengumuman peserta Pra PON/PON 2020, maka ada beberapa Pengprov Pelti yang telah ajukan surat protes ke PP Pelti dan oleh PP Pelti telah disiapkan wadah yang akan mengatur yaitu tim keabsahannya.


Dari keputusan tim keabsahan maka ada yang dipenuhi protesnya dengan akibat daerah tersebut harus mengganti personalianya yang dianggap tidak berhak ikuti Pra PON ataupun PON mendatang.

Melihat dari Technical Hadbook yang dikeluarkan oleh PP Pelti tentunya mengacu kepada technical handbook untuk PON sendiri. Salah satu klausul yang sering kali dipupakan adalah masalah perpindahan atlet. Karena akibat pembinaan yang timpang di Indonesia, maka salah satu cara yang efisien dan efektip adalah transfer atlet dari daerah (mayoritas) Jawa kedaerah diluar Jawa.  

Yang harus ditelusuri lagi adalah surat perpindahan atlet sesuai ketentuan mutasi yang dikeluarkan oleh KONI Pusat tahun 2016 lalu. Yang jadi pertanyaan apakah ada atlet yang tanpa mengunakan surat perpindahan sesuai ketentuan mutasi KONI bisa lolos karena tidak diketahui oleh daerah lainnya. Harus bisa dimakulumi karena saat ini banyaknya muka muka baru di Persatuan Tenis seluruh Indonesia (PELTI) ditingkat provinsi sehingga belum atau tidak bisa mengenal atlet yang digunakan oleh daerah lainnya. Tetapi ada yang tahu (bahkan sudah ajukan surat protes ke PP Pelti) kalau atlet daerahnya digunakan daerah lainnya. Bagaimana nasib yang dialami oleh atlet yang menyalahi aturan mutasi ini tapi tidak diketahui daerah lainya.? Apakah ada ? Kalau melihat materi atlet yang ada, kecenderungan ada kasus seperti ini.