Senin, 30 Agustus 2010

Ada Bakat Tapi Tidak Ada Dana


Jakarta, 30 Agustus 2010. Ada pertanyaan bagus datang kepada saya masalah tenis Indonesia. Pertanyaan ini berupa informasi yang sebenarnya saya sudah tahu sekali, yaitu tentang banyaknya petenis datang dari kalangan masyarakat tidak mampu. Sehingga dibutuhkan sekali bantuan bantuan untuk menjalankan bakat yang dianggap besar sekali. Dimana mereka kesulitan dana untuk mengembangkan prestasi tenisnya yang terbesar adalah dibeaya try out atau ikut serta turnamen turnamen diluar kotanya.

Kalau sudah bicara bakat, tentunya sangat sulit sekali saya bicarakan.
Atlet dikatakan berbakat, tentunya dilihat dari sudut pandang yang mana. Karena kalau dari kacamata orangtua tentunya selalu yang baik untuk putra/putri kesayangannya, sehingga sangat tidak objective sekali.Belum tentu atlet dikatakan berbakat seperti kata orangtuanya tersebut. Karena punya kacamata berbeda. Tetapi yang menurut saya sekolah tetap harus dinomor satukan dan olahraga tenisnya pasti akan berhasil.

Dalam hal ini saya kembali bertanya kepada rekan saya itu. Apakah orangtua tidak punya kewajiban untuk putra dan putrinya sehingga dilemparkan tanggung jawabnya kepada pihak lainnya. Kalau menurut saya, sebagai orangtua punya kewajiban untuk pendidikan putra dan putrinya. Selama masih yunior tentunya orangtua tersebut punya kewajiban meningkatkan pendidikannya termasuk extra kurikulernya yaitu olahraga. Tidak rugi bagi putra dan putrinya mengenal olahraga tersebut yang bisa untuk jiwa dan raganya.
Justru bagi yang kurang mampu, saya kira bisa termotivasi meningkatkan prestasi ataupun prestisenya melalui prestasi di Olahraga atau khususnya tenis.
saya sendiri pernah diminta oleh salah satu mantan anak buah saya , perlu dana bagi putrinya untuk try out keluar kotanya.Tapi sayahanya bisa sampaikan adalah Anda harus berusaha dulu semampunya. Tujuannya adalah agar tidak terlalu mudah meminta pengasihan orang lain sedangkan putra dan putrinya belum menunjukkan prestasinya. Tetapi setelah saya dengar beberapa bulan kemudian atas prestasinya yangwajar kalau bisa dibantu dan juga melihat upayanya meningkatkan prestasi putrinya dengan try out dan tidurnya bukan dihotel tetapi di mushola, maka sayapun tergerak memberikan sesuatu berupa dana yang tidak terlalu besar. Ini bentuk apresiasi saya terhadap upayanya.

Jadi dalam hal ini seharusnya orangtua yang jelas jelas punya tanggung jawab terhadap putra dan putrinya harus berupaya mencari jalan keluar terhadap putra dan putrinya. Tunjukkan tanggung jawabnya dengan berikan hasil yang bisa diterima semua pihak, maka bantuanpun akan segera mengalir. Ibaratnya ada prestasi maka ada sponsornya.

Kenapa Prestasi Mandek ?


Jakarta, 30 Agustus 2010. Pertanyaan lainnya dari Agnes Winarti(Jakarta Post) dan Helena Fransisca (Kompas) tentang pembinaan petenis Indonesia. Mereka menyimpulkan prestasi atlet tenis itu mandek.
Sayapun sampaikan kalau kita tidak perlu saling menyalahkan dan saya sampaikan pendapat pribadi saya tentang pertenisan Indonesia.
Menurut saya yang kurang adalah KOMITMEN petenis sendiri.Ini olahraga individual dan profesional. Jika menyadari kalau Tenis itu adalah profesi untuk masa depan maka Komitmennya harus full 100 % sehingga menyadari betul kewajibannya sebagai atlet tenis. Punya tanggung jawab terhadap kemajuan dirinya sendiri.
Sayapun menilai sebagai pandangan pribadi saya selama ini dalam pengamatan saya selama ini di Tenis Indonesia.
Jika menyadari hal ini maka akan muncullah DISIPLIN atlet sendiri baik latihan maupun persiapan latihan maupun pertandingan.
Coba kita perhatikan diturnamen didalam negeri, jarang sekali kita lihat petenis latihan di venue untuk pertandingan sebelum turnamen berlangsung. Begitu juga kita perhatikan apa yang dilakukan oleh petenis tuan rumah di turnamen internasional didalam negeri. Jika selesai bertanding langsung pulang istrahat. Berbeda dengan atlet asing, mereka bukan langsung pulang istrahat ke Hotel tetapi masih latihan dengan teman teman lainnya.
Saya teringat di tahun 1990 saat Challenger putra di lapangan tenis Hilton Hotel, waktu itu bintang Australia Mark Woodbridge bersama ayahnya ikut diturnamen tersebut. waktu itu saya sebagai Direktur Turnamennya. Ayah dari Mark bertanya kepada saya, kemana perginya atlet tuan rumah setelah bertanding, tidak kelihatan diarena lapangan. Dia sampaikan banyak keuntungannya jika masih latihan bersama sama petenis asing lainnya walaupun sudah kalah. Akan menambah pngetahuan atau pengalaman dengan berbagai pukulan petenis asing. Disamping itu belajar berkomunikasi dengan petenis asing bisa melancarkan belajar bahasa Inggrisnya.
Disamping itu untuk kemajuan dirinya juga harus belajar mengetahui tentang gizinya. Jangan sudah puas makan bakso saja karena mau irit.

Siapa yang bertanggung jawab ?
Inilah pertanyaan yang sebenarnya agak sulit atau sedikit sensitip. Menurut saya disini peranan Orangtua dan pelatih sangat besar. Orangtua berkewajiban untuk membeayai putra putri disetiap latihan maupun turnamen. Tidak ikut campur masalah tehnik permainan karena ini sudah masuk kedalam ranah pelatih. Jikalau terlalu banyak ikut campur sedangkan orangtua tidak menguasai pertenisan maka akan berdampak lebih besar ke penghambat pembinaan putra/putrinya. Jadi orangtua berkewajiban membeayai putra dan putrinya.
Banyak contoh contoh saya berikan menurut pengalaman saya selama ini. Ada contoh konkrit lagi saya berikan yaitu pernah ada beberapa petenis yang mendaftarkan waktu itu ikut Men's Futures di luar negeri. Tetapi setelah waktunya ternyata mereka ini tidak berangkat. Bberapa hari kemudian saya ketemu pelatihnya dan menanyakan hal ini. Jawaban yang saya terima adalah karena dana dari sponsornya hanya 50 % dari budgetnya, sehingga tidak berani spekulasi ikut turnamen tersebut. Ini salah sekali menurut saya. Sebenarnya sudah cukup dana 50 % didapat sebelum berangkat. Nanti dibenak masing masing atlet sudah harus tahu kalau ikut turnamen itu seperti mencari uang diturnamen tersebut untuk mendanai beaya yang ditanggung.

Sekitar Asian Games 2010 di Guangzhou

Jakarta, 30 Agustus 2010. Hari ini saya kedatangan tamu 2 wartawan dari Kompas ( Helena Fransisca) dan Jakarta Post (Agnes Winarti). Intinya kedua wartawan ini ingin mencari tahu masalah soft tennis yang baru selesai diadakan seleksi di Senayan pada tanggal 28-29 Agustus 2010.
Tetapi yang jadi perhatian saya adalah pembicaraan mengenai anggota tim Asian Games 2010 untuk cabang olahraga tenis, seperti muncul dalam pertanyaan dari kedua wartawan tersebut. Susunan tim putri terdiri dari Ayu Fani Damayanti, Lavinia Tananta, Jessy Rompies dan Yayuk Basuki yang berperan juga sebagai Playing captaint. Sedangkan tim putra tidak didaftarkan karena menyadari kemampuan tim putra sangat sulit mendapatkan medali perunggu sekalipun. Target yang diminta KOI/KONI saat itu harus membawa pulang medali baik medali perunggu atau perak bahkan emas.
"Kenapa tidak dberikan yang muda saja, kenapa harus Yayuk Basuki Artinya tidak ada regenerasi." Disebutnya petenis Youth Olympic Games 2010 Grace Sari Ysidora kenapa tidak dimasukkan dalam tim Asian Games sebagai persiapan ke SEA Games 2011 di Palembang. Kalau tidak tahu maksud dan tujuan Pelti tentunya semua pihak akan mempunyai pikiran yang sama.

Akhirnya saya kemukakan, karena target KOI/KONI itu harus ada medali sedangkan persaingan ditingkat Asia cukup ketat. Ingat saja Asian Games 2006 di Qatar Indonesia hanya kirim tim putri yang waktu itu diperkuat oleh Angelique Widjaja, Sandy gumulya, Wynne Prakusya dan Romana Tedjakusuma. Yang didapat pulang dengan tangan kosong.
Nah selama ini sejarah Asian Games Indonesia selalu bawa pulang medali emas. Saya masih ingat waktu th 2002 di Busan Korea, Asian Games tim putri Indonesia bawa pulang 1medali emas dan medali perunggu diperorangan termasuk tim putranya. Tim putra terdiri dari Angelique Widjaja, Wynne Prakusya, Lisa Andriyani dan Wukirasih Sawondari. Keberhasilan yang membangakan tim putri membawa pulang medali emas. waktu itu saya ikut menyaksikan di Busan selama Asian Games. Agak unik sekali Asian Games waktu itu di Busan, ada 7 medali emas terbagi rata ke 7 negara. Tidak ada satupun negara peserta yang membawa 2 medali emas. Tapi kalau di Qatar hasilnya tanpa medali.
Saat ini tim putri sangat berat bisa mendapatkan medali. Karena bisa kita lihat tenis dunia Asia masih dikuasai oleh China, Uzbekistan, Kazakstan, India, Jepang, Thailand, Chinese Taipei dan Korea yang memiliki petenis elit, artinya punya peringkat dunia dibawah 100, sedangkan Indonesia masih seputar 300an.Melihat Yayuk Basuki akhir akhir ini berhasil comeback di turnamen internasional khususnya di ganda putri, maka kesempatan mau mencuri medali emas di pertandingan ganda putri dimana Yayuk punya peranan besar. Ini perkiraan Pelti sendiri untuk tidak terjadi lagi paceklik medali di Asian Games. Sudah cukup ketiga petenis lainnya itu masih muda muda pula.

Sabtu, 28 Agustus 2010

Mulai Kenal Soft Tennis


Jakarta, 28 Agustus 2010. Beberapa hari lalu saya terima SMS dari salah satu orangtua petenis yunior di Manado yang sudah lama saya kenal sejak yang bersangkutan berada di Pontianak kemudian pindah ke Bali dan akhirnya ke Manado. Pertanyaannya sangat simpel sekali. Yaitu apakah boleh petenis ikut soft tennis. Tapi perlu diketahui soft tennis itu salah satu cabang olahraga yang mirip dengan tenis atau boleh dikatakan sebagai modifikasi olahraga tenis. Saya mengenal cabang olahraga soft tennis ini sejak tahun 1991-92 di Jakarta. Waktu itu saya dilibatkan sebagai penyelenggara turnamen internasional soft tennis di Senayan. Di Indonesia sudah dikenal asosiasinya yaitu PESTI (Persatuan Soft Tennis Indonesia) yang sebagai Ketua Umumnya Dr. Abdul Gaffur yang saat itu sebagai Menteri Negara Pemuda dan Olahraga R.I. Keberadaan PB Pesti sudah terdaftar di KONI Pusat tetapi keberadaannya sampai sekarang sudah tidak terdengar lagi bahkan sekarang atas keinginan pemainnya yang mantan petenis yunior maupun nasional banyak yang berkecimpung ke soft tennis setelah tidak berprestasi di tenis nasional lagi.
Walaupun organisasinya tidak aktip bahkan sudah dibekukan oleh KONI Pusat (ini info terahir yang saya dengar), atletnya tetap aktip ikuti turnamen soft tennis diluar negeri. Dukungan dari organisasi asal Jepang cukup membuat tetap bergairah.
Latihanpun tetap ada saya lihat di lapangan gravel Senayan. Aktivitas ikut serta turnamen internasional diluar negeri menarik perhatian mantan petenis lainya yang sudah menurun prestasinya di tenis.

Menjawab pertanyaan SMS diatas saya hanya katakan Soft Tennis aktivitasnya di Indonesia itu hanya latihan dan aktif ikuti turnamen soft tennis diluar negeri. Kalah dibandingkan tenis yang cukup banyak, dan saya anjurkan tidak meninggalkan tenis untuk putrinya masih KU 14 tahun. Belajar main soft tennis juga cukup baik, karena tidak terlalu bertentangan dengan tenis. Makin banyak mengenal olahraga non tenis juga sangat bermanfaat bagi petenis yunior. Karena soft tennis itu asalnya dari Jepang maka kegiatannya sekitar Asia saja. Sepengetahuan saya soft tennis belum ada asosiasi internasional nya (Dunia) kecuali tingkat Asia karena sudah dipertandingkan di Asian Games maupun Asia Tenggara karena dipertandingkan di SEA Games.

Minggu ini saya diminta tolong oleh rekan saya Diko Moerdono untuk membantu dia menangani soft tennis yang akan ada seleksi untuk persiapan SEA Games.
Oh ya, saya ke soft tennis ini karena saya ditunjuk sebagai Direktur turnamen soft tennis di SEA Games 2011 di Palembang. Sehingga saya langsung kontak asosiasi Soft Tennis Asia Tenggara.

Melihat permainan soft tennis tidak beda jauh dengan tenis, dari segi lapangannya dan yang berbeda hanya raket dimodifikasi lebih kecil (mungil) dan bolanya bola karet. Saya sendiri sudah punya raket dan bola tersebut peninggalan turnamen soft tennis di Jakarta dua puluh tahun silam.
Dibutuhkan tenaga lebih besar jika ingin latihan, pukulannya harus keras karena kalau tidak maka bola akan nyangkut net. Disini lebih menonjol pukuan FLAT dibandingkan SPIN, karena bola akan lari cepat sekali. Ada lagi yang khas yaitu pukulan backhand yang saya kenal sewaktu orangtua saya main tenis sudah ada yatu ONE FACE, jadi beda dengan backhand di tenis. Tetapi bisa saja lakukan backhand seperti tenis. Bisa juga gunakan SLICE backhand untuk menghentikan lajunya bola.
Jadi kalau untuk petenis yunior mau mencobanya sangat bagus sekali agar tenaga pukulnya dilatih di soft tennis. Harus pukul keras atau DRIVE yang kuat. Ini diterapkan di tenis juga lebih baik akhirnya.
Tidak mudah bermain soft tennis. Bisa dilihat mantan petenis nomor satu Indonesia Prima Simpatiaji bisa kalah sewaktu seleksi hari ini dari mantan petenis yunior Ferly Montolalu, begitu juga Hendri SP mantan petenis nasional bisa kalah dari Wisnu Wijaya mantan petenis yunior beberapa puluh tahun silam. Jadi tidak mudah main soft tennis. tetapi kalau mau coba, silahkan saja..

Kamis, 19 Agustus 2010

SEA Games 2011: Venue Tenis Pindah dari Jakarta ke Palembang


Jakarta, 19 Agustus 2010. Beberapa hari lalu tepatnya tangal 12 Agustus 2010 saya ikuti rapat di KONI/KOI bersama rekan Johannes Susanto dengan acara persiapan SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Oleh Pemerintah sudah diputuskan kalau tempat penyelenggaraan SEA Games 2011 hanya di dua provinsi yang semula diputuskan KONI 4 provinsi (Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI dan Sumatra Selatan). Sekarang diputuskan di Jakarta dan Palembang. Tenis kebagian di Jakarta.
Seminggu sebelumnya saya juga ikuti rapat tersebut bersama Hudani Fajri Dari rapat sebelumnya sempat ada kekuatiran saya karena menurut pimpinan rapat Letjen (Pur) Marinir Djoko Pramono bahwa KONI DKI selaku tuan rumah tidak ingin membeayai renovasi venue yang bukan miliknya. Berarti Pusat Tenis Kemayoran yang diputuskan PP Pelti tidak bakalan mau disetujui oleh DKI karena menggunakan dana APBD.
Langsung saya komunikasikan dengan Diko Moerdono maupun Soebronto Laras. Jawaban yang saya dapat bahwa venu disetujui pindah ke Gelora Bung Karno.

Rapat tanggal 12 Agustus diikuti oleh KONI Provinsi DKI dan Sumatra Selatan. Terjadilah saat itu tawar menawar antara kedua KONI Provinsi. Masalah tenis dan soft tennis tetap di Jakarta di Gelora Bung Karno. Pagi itu negosiasi antara permintaan Sumsel agar Berkuda dipindah ke Jakarta dan Catur pindah ke Palembang. Pesetujuanpun didapat tetapi ada tambahan permintaan DKI yaitu Sepak bola dibagi dua tempat yaitu Jakarta dan Palembang dengan catatan final tetap di Palembang.

Selesai rapat saya kembali ke Senayan untuk berkomunikasi dengan manajer Stadion Tenis Gelora Bung Karno untuk membicarakan perbaikan kekurangan kekurangan karena akan digunakan oleh 2 cabang olahraga yaitu Tenis dan Soft Tennis. Tetapi tidak ketemu karena sedang rapat.
Tetapi siangnya disaat saya keluar Senayan saya terima telpon dari Rizal Abdullah Kepala PU Prov Sumsel yang sedang ikuti rapat di KOI , mengatakan hasil rapat siang ini dimana saya tidak perlu hadir, kalau ada kesepakatan kalau tenis pindah ke Palembang dengan catatan asal pembangunan lapangan tenis sudah siap di bulan April 2011. Katanya Djoko Pramono sudah setuju begitu juga kedua KONI Provinsi hanya menunggu persetujuan Pelti. Saya tidak bisa memutuskan karena harus konsultasi dengan Ketua Umum PP Pelti. Untuk meyakinkan saya kontak Abdul Rauf salah satu pengurus KON/KOI. Diapun mengiyakan karena sudah ada telpon langsung Gubernur Sumsel langsung ke Ketua Umum PP Plti yang sedang berada di Singapore.
Dan Ketua Umum PP Pelti sudah setuju. sayapun komunikasikan adanya perubahan ini kepada Johannes Susanto maupun Diko Moerdono.
Ternyata memang Ketua umum PP Pelti sudah menyetujuinya. Tenis pindah ke Palembang yang akan dibangun 8 lapangan tenis outdoor di kompleks Jakabaring. Lokasinya sudah sempat dikunjungi dan terlihat lahannya. Ada kekuatiran rekan rekan kalau bisa selesai dibangun untuk tahun depan. Saya kemukakan juga dulu lapangan tenis Kemayoran dibangun dalam 6 bulan bisa untuk 20 lapangan, sedangkan Palembang hanya 8 lapangan. Kalau mau untuk pemerataan tenis maka keputusan ini cukup menunjang agar optimalisasi potensi tenis daerah dapat berlangsung.

Wacana Pemilihan TDP untuk seleknas


Jakarta,19 Agustus 2010. Beberapa hari lalu didalam pertemuan antar bidang PP Pelti sempat disinggung kesiapan seleksi nasional kelompok yunior untuk tahun 2011 mendatang. Hadir Danny Walla Ketua Bidang Pembinaan Yunior, Johannes Susanto Ketua Bidang Pertandingan, Diko Moerdono Ketua Bidang Pembinaan senior, Kent W wakil ketua bidang pertandingan, Christian Budiman wakil ketua bidang pembinaan yunior dan saya sendiri.
Yang menarik saya tangkap disaat dilontarkan masalah kriteria seleknas diambil hanya 7 TDP Nasional saja untuk dihitung hasilnya sebagai patokan pemain terbaik. Masalah ini sebenarnya sudah pernah dilontarkan oleh rekan rekan tetapi tidak ada kelanjutannya.
Saya sendiri kemukakan kepada Christian Budiman, kalau wacana ini dijalankan maka akan membuat beberapa TDP tidak menarik lagi diikuti petenis. Maka petenis tersebut akan konsentrasi ke 7 TDP tersebut. Waktu ini saya katakan juga no comment karena saya punya kepentingan, artinya saya penggagas TDP RemajaTenis akan merasa dirugikan maka saya sulit memberikan pandangan yang objective. So pasti akan banyak protes datang dari penyelenggara turnamen nasional didaerah daerah.

Kategori TDP Nasional yang bergandeng dengan International Junior event itu mempunyai kategori yang tinggi. Yang menjadi masalah adalah pemilihan KU 14 tahun dan 16 tahun yang dilakukan seleksi nasional, maka peserta turnamen ini akan dapat poin yang cukup besar karena kategori TDP cukup besar.
Belum tentu kualitas peserta di KU 14 dan 16 tahun itu lebih tinggi dari TDP Nasional lainnya. Karena peserta tsb akan ikuti KU 18 tahun dulu (internasional) dan jika menang dibabak pertama (Babak utama) maka tidak bisa ikut di KU 16 tahun maupun 14 tahun. Akibatnya petenis berperingkat tinggi di KU tsb tidak bisa ikut di KU14 tahun atau KU 16 tahun karena masih bertanding di KU 18 tahun dan kalah dibabak kedua. Maka dari itu saya lebih baik diam saja biar pengambil keputusan bisa bertindak objektip.

Akhirnya keinginan menerapkan aturan tersebut gagal karena TDP nasional yang ada mulai Agustus sampai Nopember sudah sedikit sekali. Akhirnya diputuskan kembali ke aturan sebelumnya.

Sempat didalam percakapan hari itu mengenai kekecewaan petinggi Pelti terhadap kualitas petenis yunior. "Biasanya yang ribut adalah orangtua yang anaknya di peringkat bawah atau mulai nomer urut 6-10."
Pengalamana selama ini jika lihat PNP dikelompoknya maka kedudukan nomor 1 - 3 itu tidak berubah sewaktu hasil seleksi.

Memang masalah seleknas ini selalu bikin pusing petinggi Pelti karena ulah orangtua yang protes kepadanya. bahkan saya sempat dengar percakapan mereka didepan mata saya dan ada juga melalui telpon seluler.

Pelatih Yang ditunjuk Pelti ditolak atletnya

Jakarta,19 Agustus 2010. Saat ini dikota singapore sedang berlangsung Youth Olympic Games (YOG) yang pertama kali diadakan oleh IOC (International Olympic Committee). Yang cukup membanggakan saat pertama kali diadakannya Youth Olympic Games ini, Indonesia khususnya cabang olahraga tenis terwakili. Khusus tenis diikuti 64 putra dan 64 putri, yang memertandingkan perorangan saja.

Yang menarik disini adalah sebelum dikirimkannya atlet tenis, sempat diributkan dengan ketidak puasan datang bukan dari orangtua yang putra/inya tidak terpilih tetapi datangnya dari Ibunda dari petenis putri yng dipilih.

Tahun lalu saya sempat ikuti rapat dengan KONI membicarakan keikutsertaan di YOG , dari persyaratannya karena disebutkan selain usia dibawah 18 tahun juga disebutkan peringkat dunianya yaitu ATP rank atau WTA rank. Beskisar diperingkat 140 dunia. Mana ada petenis nasional kita yang memiliki peringkat seperti itu, maka dari itu Pelti tidak mengusulkan nama2 atletnya. Tetapi saya terima SMS dari salah satu orangtua yang berada di Padang yang putranya berlatih di Jakarta. Dia ingin anaknya bisa ikut walaupun bayar sendiri. Ini cara pikir yang salah, karena ini event bukan individual event. Ini event Olympiade. Jadi prosedurnya juga lain.

Tetapi menjelang pertengahan tahun 2010, Pelti melihat salah satu atletnya yang potensial yaitu Grace Sari Ysidora yang sedang ikuti ITF Team Tour di Eropa. Dan dari atlet yunior dia memiliki ITF Junir rank 30 , sehingg diusulkannya ke ITF agar bisa terpilih. Upaya ini berhasil.

Kemudian Peltipu menunjuk pelatihnya yang sekarang menangani atlet tersebut yaitu Deddy Prasetyo. Awalnya sudah setuju dan langsung namapun masuk ke KOI. Tetapi setelah beberapa hari kemudian Deddy menolak ikut mendampinginya karena akan bersama atletnya selama 2 minggu di Singapore. Keberatanpun disampaikan ke Pelti dan saat itu oleh Pelti langsung ditunjuklah pelatih Hudani Fajri yang juga sebagai ITF Level2 coach. tetapi memang Hudani selama ini dikenal sebagai pelatih Mini Tenis.

Datanglah Ibunda Grace kesaya didepan christian Budiman menyampaikan uneg unegnya karena tidak mengenal Hudani Fajri. Sikap sayapun hanya mendengar saja keluhan keluhannya dan supaya tidak banyak cingcong sayapun menganjurkan kirim surat ke Pelti. Dan kemudian anjuran inipun dikirimkannya surat tersebut.

Sayapun udah tidak ambil pusing lagi dengan urusannya, tetapi yang terjadi diluar berkembang isu yang lainnya. Saya sendiri sempat mendengar rekan Johannes Susanto berdebat di telpon selulernya dengan ibunda ini. Ketika ditanya bicara dengan siapa maka disebutkanlah nama tersebut.

Sewaktu turnamen Women's Circuit berlangsung di kemayoran saya sempat ditanya juga masalah penunjukan Hudani Fajri. Awalnya mereka sendiri bernada protes tetapi setelah dijelaskan kalau penunjukkan awalnya bukan Hudani.
Sewaktu mau berangkat Hudani sendiri cerita kalau atletnya sudah dapat ID Card Youth Olympic Games sedangkan dia belum memegangnya.
Memang gampang urus ID Card multi event, jika sampai diikuti kemauan diatas maka lebih lama lagi pengurusan ID Card tersebut. Bagi yang belum pernah ikuti multi event internasional tentunya berpikiran sangat mudah masalah administrasi
.

Minggu, 15 Agustus 2010

Code Of Conduct utk Referee/Wasit maupun Pelatih

Jakarta, 15 Agustus 2010. Melihat perkembangan tenis disetiap turnamen selalu ada saja peristiwa peristiwa yang mengecewakan masyarakat tenis. Khususnya jika disetiap pelaksanaan Turnamen kelompok yunior yang tidak terlalu mudah dilaksanakan. Sebagai penanggung jawa turnamen adalah Referee yang ditunjuk oleh PP Pelti maka saya mulai menginventariser kelemahan kelemahan selama mereka menjalankan tugas. Bisa dibayangkan jika sampai Direktur turnamen bersama Referee belum bisa kerjasama dengan baik, maka apa jadinya turnamen tersebut. Inipun pernah terjadi. Belum lagi masalah undian yang kelihatannya tidak sulit karena sudah ada cara caranya.
Tetapi semua kesalahan tersebut tidak bisa dijatuhkan sepenuhnya kepada rekan2 Referee, karena mereka ini belajar menjadi Referee sendiri tidak melalui suatu penataran. Ya disebut Otodidak saja. Saya sendiri belajar mengikuti cara cara Referee dengan Learning by Doing saja. Melihat apa saja yang sering dilakukan oleh Referee asing disetiap Turnamen internasional di Indonesia.
Saya melihat kekurangan seperti ini sehingga terpacu untuk membenahinya karena dianggap belum memenuhi , apalagi sudah dimintakan langsung oleh Ketua Umum PP Pelti didalam rapat resmi PP Pelti bulan Juni lalu.
Kebutuhan Referee TDP sudah pernah saya kemukakan kepada rekan yang bertanggung jawab atas Referee tersebut, tetapi kenyataan belum ada kelanjutan atas permintaan tersebut. Bahkan saya mencoba mendidik seorang wasit nasional untuk menjadi Referee. Bisa sih bisa tetapi masih banyak kendalanya dari wasit nasional tersebut. Bisa dibayangkan tidak mau menggunakan komputer sebagai alat bantu kerja yang tujuannya memudahkan. Ternyata sudah terbiasa tanpa komputer. Ada yang gugupan jika bekerja didepan banyak orang.

Mulailah saya coba kumpulkan kekurangan kekurangan selama diturnamen tersebut. Mulai dari kebiasaan merokok yang sudah merupakan larangan bagi setiap wasit, Referee maupun petugas turnamen untuk merokok diarea pertandingan. Kenyataannya saya perhatikan cukup banyak yang melanggarnya.Saya perhatian banyak Referee asing yang perokok berat, tetapi didalam menjalankan tugasnya tidak pernah merokok diarea pertandingan.Apa yang dilakukan adalah menjauh dari lingkupnya untuk tidak dilihat oleh penonton, petenis maupun yang lainnya. Tetapi petugas kita secara terang terangan merokok didepan peserta maupun petugas lainnya. Ini merupakan masalah.
Saya mendapatkan dari Tennis Australia yang telah memiliki Code of Conduct bukan hanya untuk pemain tetapi ada juga untuk pelatih dan petugas pertandingan.
Saya akan coba terjemahkan dan mengadop aturan seperti ini. Jika nanti untuk petenis akan saya publikasikan code of conduct yang sudah ada di Ketentuan TDP melalui spanduk disetiap turnamen RemajaTenis. Hal yang sama juga untuk orangtua maupun pelatih juga ada code of conduct dibuat Tennis Australia.

Selasa, 10 Agustus 2010

Masalah Code of Conduct

Jakarta, 10 Agustus 2010. Pengetahuan masalah Code of Conduct perlu mendapatkan sosialisasi agar semua pihak menyadarinya, tanpa harus mendapatkan teguran teguran.
Code of Conduct yang tercantum didalam Ketentuan TDP Kelompok Yunior terbagi atas 2 hal yaitu sebelum pertandinga dan selama pertandingan. Kalau sebelu pertandingan dikaitkan dengan pengunduran diri peserta turnamen. Sedangkan perilakuselama turnamen ada dibagi beberapa hal yaitu ketetapan waktu ,Pakaian dan Perlengkapan Pemain termasuk warna pasangan ganda, tulisan/logo sponsor atau merek barang, pakaian pemanasan, ganti pakaian, meninggalkan lapangan, kesungguhan bertanding, penundaan tanpa alasan jelas, mengucapkan kata2 kotor/tidak senonoh, tindakan tidak senonoh, coaching, perlakuan kasar terhadap bola maupun raket atau perlengkapan lainnya, keluarkan kata2 kasar, berlaku kasar dengan fisik, tidak sportif, kehadiran upacara pemberian hadiah dll.

Banyak sekali ketentuan ini yang harus dicermati baik bagi petenis maupun wasit dan Referee yang bertugas. Sehingga tujuan ketentuan ini adalah memelihara sportivitas dan kepribadian pemain dimanapun mereka berada dengan tujuan agar pertandingan terselenggara dengan baik, tertib dan lancar.

Senin, 09 Agustus 2010

Menjawab Kekecewaan Masyarakat Tenis


Jakarta, 9 Agustus 2010. Disela sela turnamen RemajaTenis di Kemayoran saya sempat berbincang bincang dengan pelatih tenis dari Jakarta maupun luar kota. Ada hal yang menarik disetiap pertemuan dengan masyarakat tenis karena kesempatan menyampaikan uneg unegnya bisa langsung kepada saya karena mereka tahu kalau salah satu pengurus teras PP Pelti.

"Saya lihat makin lama makin hancur pertenisan Indonesia." begitulah ungkapan yang disampaikan kepada saya. Setelah melihat hasil kalahnya Indonesia dari Thailand sewaktu Davis Cup by BNP Paribas berlangsung di Senayan awal bulan Juli 2010.
"Saya kuatir disatu saat Indonesia bisa kalah dari Malaysia bahkan Brunei Darusalam." ujarnya dengan semangat. Saya sendiri hanya bisa mendengar tanpa mau beri komentar lebih dulu karena mengharapkan apa yang didengar. Diakui pula kalau turnamen makin banyak tapi tidak mengangkat prestasi petenis Indonesia. memang serba complicated meliaht masalah ini. Disatu sisi petenis lebih senang ikuti turnamen TARKAM ( antar kampung) yang makin semarak. Bisa diikuti banyak petenis nasional ikuti pertandingan PORPROV, diberbagai provinsi maupun antar instansi diluar Jawa.Secara materi mereka bisa dpatkan hasil cukup besar , yang sulit didapatkan jika ikuti turnamen ProCircuit didalam negeri sekalipun. Sehingga minim keinginannya ikuti Turnamen ProCircuit diluar negeri.

Begitu juga sewaktu ada pertanyaan masalah Grace Sari Ysidora yang dipanggil PP pelti untuk ikut Youth Olympic Games 2010 di Singapore beberapa hari mendatang. Yang dipermasalahkan adalah ditunjuknya pelatih Hudani Fajri oleh PP Pelti dianggap suatu pemilihan yang salah. Melihat hal ini adalah masalah yang tidak kompleks maka sayapun menceritakan kronologisnya. "Kenapa tidak ditunjuk pelatih lainnya? "

Sayapun jelaskan bahwa pelatih yang ditunjuk adalah bukan Hudani Fajri awalnya tetapi Deddy Prasetyo yang saat ini menjadi pelatih Grace Sari Ysidora. Laporan sudah disampaikan kepada KOI (Komite Olimpiade Indonesia). Tetapi begitu Deddy mendengar kalau mengikuti Youth Olympic Games itu harus bertahan selama 2 minggu maka Deddypun mengajukan keberatannya, karena tidak bisa meninggalkan tugas sehari harinya. Disinilah masalah timbul, karena nama sudah dimasukkan untuk mendapatkan ID card. Akhirnya diambil jalan pintas dengan menunjuk pelatih Hudani Fajri yang sudah memiliki ITF Level 2 coach.
"Kalau begitu masalahnya akan lain, karena Pelti sudah menunjuk pelatih Deddy kemudian diganti." ujar pelatih Luciana olong Nahor. Dikatakan pula, suara diluar berbeda karena mereka tidak tahu kronologisnya itu.

Tugas Baru Menunggu


Jakarta, 10 Agustus 2010. Mendapatkan tugas dari Ketua Umum PP Pelti sudah merupakan hal yang biasa saya terima. Mulai dari perencanaan turnamen sampai kepada pembinaan usia dini dengan program mendatangkan pelatih ITF ke Jakarta.
Tetapi beberapa bulan lalu saya ditugaskan didalam acara rapat resmi, yaitu mulai mengatur perwasitan Indonesia yang seharusnya tugas dari administrator turnamen PP Pelti. Hal ini terjadi karena selama ini petugas administrator tersebut tidak menjalankan tugas dengan baik.
Menyadari hal ini tentunya akan melintas beberapa sektor, sehingga saya anggap perlu juga mendiskusikan dengan Komite Perwasitan yang juga hadir sewaktu saya mendapatkan penugasan ini. Karena berbagai pertimbangan saya masih belum mau menjalankan tugas tersebut, sampai sewaktu pelaksanaan Women'sCircuit di Kemayoran, saya ditanyakan kembali oleh Ketua Umum PP Pelti. Sayapun sampaikan agar dibuatkan Surat Keputusan resmi sehingga saya bisa menjalankan tugas tersebut.

Beberapa hal yang mendapatkan perhatian adalah pembagian tugas Referee TDP Nasional maupun Wasit Internasional (White Badge) yang dimiliki Indonesia disetiap turnamn internasional Pro Circuit. Ada kecemburuan sosial selama ini diatur tidak merata sehingga ada ketidak puasan dari beberapa rekan wasit disampaikan langsung kepada Ketua Umum PP Pelti. Hal yang sama didalam pengaturan tugas Referee TDP Nasional. Begitu juga perilaku wasit wasit ataupun Referee yang bertugas yang jelas jelas melanggar code of conduct bagi perwasitan. Contoh konkritnya adlah merokok selama bertugas ditempat pertandingan. Ini sangat penting sekali, karena selama ini saya perhatikan banyak juga wasit asing perokok berat tetapi tidak berani melanggar ketentuan ini. Mereke yang perokok berat jika ingin menyalurkan hasrat merokok yang tidak bisa ditahan tahan lagi dengan cara meninggalkan tempat tugasnya bersembunyi sehingga tidak mudah dilihat peserta, penonton atau yang lainnya. Tetapi saya amati petugas wasit/Referee Indonesia banyak yang melanggar.

Sayapun minta kepada administrator turnamen PP Pelti agar membuatkan code of conduct bagi petugas pertandingan ( wasit, Referee dll). Code of conduct tentunya ada pelanggaran dan ada hukumannya. Ini yang harus diatur tentang hukumannya.
Begitu juga penyebaran tugas wasit white badge harus bisa merata. Mengingat bulan September 2010 ada 2 Women's Circuit di Jakarta, saya langsung kirimkan email kepada wasit2 white badge siapa yang akan bertugas. Kenapa hal ini saya lakukan karena selama ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh petugas yang bertanggung jawab. Sedangkan saya paling pertama mendapatkan peringatan dari ITF atas keterlambatan beritahukan ITF petugas wasit disetiap ProCircuit. Ketentuannya minimal 2 bulan sebelumnya sudah harus dikirimkan ke ITF.
Awal dari tugas ini sudah berdampak dari dalam sendiri, karena saya mendapatkan pertanyaan dari salah satu pengurus, kenapa wasit wasit tersebut mendaftarnya kepada saya. Jawaban saya adalah karena tugas tersebut tidak dijalankan dengan baik oleh petugas administrator tersebut. That's all.

Pelanggaran Code of Conduct

Jakarta, 9 Agustus 2010. Dari pelaksanaan turnamen RemajaTenis yang merupakan gagasan saya selama ini, saya melihat ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh masyarakat tenis Indonesia. Karena ada keterkaitan dengan ketentuan yang sudah berlaku di Turnamen Nasional yang mengadop peraturan internasional. Ini yang perlu diketahui karena kebiasaan seperti telah mendaftar tetapi ternyata tidak hadir. Dari pengamatan saya kenapa sampai bisa terjadi hal seperti ini. Paling banyak adalah pendaftaran dilakukan oleh pelatih dimana dikirimkan pendaftaran melalui SMS ataupun email, tetapi lupa memberitahukan kepada orangtua sehingga menjelang ahri H, ternyata orangtua sudah punya acara lain sehingga tidak bisa membawa putra ataupun putrinya bertanding.

Istilah no show ini perlu dicermati baik baik oleh masyarakat tenis karena jika sudah terdaftar dan no show maka ada hukuman yang berlaku di turnamen tenis. Hukuman seperti ini sudah baku yang dikenal dengan Code of Conduct. Banyak hal disebutkan dalam Code of Conduct ini seperti perilaku di lapangan pertandingan dll. Tetapi saya mau berikan masalah pengunduran diri atau pembatalan ikut serta turnamen kelompok yunior.
Ini adalah Angka Hukuman TDP Yunior yang perlu diketahui semua pihak :
1. Terlambat mengundurkan diri maka Angka Hukuman 4
2. Tidak hadir dilapangan setelah dipanggil , Angka Hukuman 5
3. Dinyatakan kalah oleh Referee (default) , Angka Hukuman 5
4. Dinyatakan kalah karena gagal mengganti pakaian , Angka Hukuman 4
5. Pemanin menyerah kalah tanpa alasan yang jelas, Angka Hukuman 4
6. Meningalkan lapangan tanpa ijin wasit , Angka Hukuman 3
7. Bertanding tidak sungguh sungguh , Angka Hukuman 3
8. Penundaan permainan tanpa alasan yang jelas, Angka Hukuman3
9. Mengucapkan kata-kata kotor / kasar, Angka Hukuman 4
10. Melakukan tindakan yang tidak senonoh, Angka Hukuman 4
11. Melakukan / mendapat petunjuk bertanding , Angka Hukuman 3
12. Berlaku kasar terhadap bola dan peralatan, Angka Hukuman 3
13. Berlaku kasar dengan fisik, Angka Hukuman5
14. Berlaku tidak sportif, Angka Hukuman 4
15. Tidak mengikuti Upacara Pemberian Hadiah, Angka Hukuman 5

Angka Hukuman ini tidak berkaitan dengan angka di PNP, tetapi akan dikaitkan dengan keikut sertaan di TDP berikutnya. Yaitu larangan ikuti Turnamen jika dalam 12 bulan mendapatkan hukuman tertentu , tidak diperkenankan untuk bertandinga di TDP sbb:
1. Jumlah Angka Hukuman 12 , larangan mengikuti TDP sejumlah 2 TDP
2. Jumlah Angka Hukuman 18, larangan mengikuti TDP sejumlah 4 TDP
3. Jumlah Angka Hukuman 24, larangan mengikuti TDP sejumlah 6 TDP.
Begitulah aturan aturan yang sudah lama baku yang saya pikir banyak yang belum tahu. Selama ini saya sering mendapatkan email pemberitahuan tentang pelanggaran pelanggaran dilakukan no show dari petenis Indonesia sewaktu ikuti TDP Internasional.

Berulang Tahun di sela sela RemajaTenis


Jakarta, 7 Agustus 2010. Disela sela turnamen RemajaTenis yang berlangsung di Pusat Tenis Kemayoran, beberapa orangtua maupun petenis peserta RemajaTenis saling memberikan ucapan selamat kepada saya karena hari ini merupakan hari berbahagia karena tepat saya berusia 64 tahun, karena lahir 7 Agustus 1946 di Makassar.
Cukup terharu saya bisa rayakan ditengah tengah peserta RemajaTenis yang berlangsung sejak 6 - 8 Agustus 2010. Dari jumlah peserta yang semula terdaftar 212 ternyata yang hadir ikut bertanding adalah 185 petenis dari Pematang Siantar, Medan, Pekanbaru, Palembang, Lampung, Belitung, Banjarmasin, Bontang, Manado, Malang, Bandung, Cianjur, Subang, Karawang, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Jakarta.

Ini merupakan kedua kalinya saya mengalami HUT ditengah tengah pelaksanaan turnamen tenis. Yang pertama kalau tidak salah diantar tahun 1990-1992 di Hotel Hilton acara turnamen internasional dan bahkan welcome partynya dirayakan di Executive Club Libra Room Hotel Hilton.

Berkat ini patut saya syukuri kepada Tuhan YME karena semua ini terjadi karenaNya. Tetapi banyak juga peserta yang tidak tahu tetapi banyak anak2 lebih dulu tahu karena Facebook, dimana saya juga terkejut ratusan ucapan selamat datang dari petenis yunior maupun rekan rekan lainnya. Awalnya saya cukup sekali ucapkan terima kasih tetapi saya sudah keburu menjawab satu persatu sebagai ucapan terima kasih.
Malam minggu ternyata pertandingan terganggu dengan turunnya hujan lebat di Kemayoran. Acara pertandingan dipindah ke lapangan indoor karena sudah tidak ada waktu lagi karena sehari sebelumnya banyak pertandingan tertunda akibat turunnya hujan. "Waduh ini beaya meningkat sewa lapangan indoor."

Ada peristiwa yang terjadi pertandingan dilanjutkan samapi pukul 23.30. Salah satu peserta asalBandung Reza Wiratama sambil menelpon berjalan dihalaman sehingga tidak melihat adanya lubang dan akhirnya jatuh dan kaki kirinya ada luka yang akhirnya dibawa ke RS Mitra Kemayoran menjalani 30 jahitan untuk menutupi luka tersebut.

Senin, 02 Agustus 2010

Apakah sign-In bisa dilakukan orang lain?

Jakarta, 2 Agustus 2010. " Apakah boleh sign-in diwakili orang lain? " demikian pertanyaan yang sering saya terima baik dari orangtua petenis yunior maupun pelatih dan pembina lainnya. Sekarang yang dimaksud sign-in itu pendaftaran untuk memastikan kehadirannya, karena jika sudah diundi maka dihindarkan adanya pemain yang no show disaat harus bertanding.
Yang dihadapi peserta turnamen adalah penanggung jawab pertandingan atau dikenal sebagai Referee, bukan Direktur Turnamen.
Jadi untuk mengartikan hal diatas maka sebenarnya tidak boleh dilakukan sign-in oleh bukan pesertanya sendiri. Sign-in itu dilakukan peserta dihadapan Referee. Tetapi sign-in bisa dilakukan oleh Referee sendiri.

Tetapi setiap Referee punya kebijaksanaan sendiri kalau saya lihat selama ini. Ada yang sangat kaku karena tidak mau disalahkan atau dibohongi pemain sehingga pemai harus lakukan sign-in sendiri didepannya.
Nah, ada lagi yang bertanya , bolehkah kalau sign-in dilakukan melalui telpon. Ini juga sebenarnya tidak diperkenankan, tetapi seperti kita ketahui ada kebijsanaan yang merupakan hak dari Referee sendiri yang akan menanggung akibatnya.
Menyadari hal seperti ini, sebaiknya peserta langsung saja telpon Referee untuk meyakinkannya akan kehadirannya yang tidak bisa tepat waktu hadir saat waktu sign in telah ditentukan jauh jauh hari sebelumnya.

Belajar Ikuti Aturan Entry deadline


Jakarta, 2 Agustus 2010. Ada suatu kejadian yang saya pikir perlu dirubah cara berpikir seperti ini oleh sebagian masyarakat tenis khususnya orangtua, pelatih maupun petenisnya. Dari 2 orangtua yang saya sempat bertanya yang satu juga berperan sebagai pelatih maupun orangtua. Saat itu saya sempat bertanya karena sampai hari itu saya tidak melihat kalau putrinya sudah terdaftar di turnamen RemajaTenis yang kebetulan saya monitor pendaftarannya.
"Ah, nanti saja mendaftarnya langsung ketempat pertandingannya." demikianlah statement yang saya terima. Saya tertarik bukan karena turnamen yang dimaksud adalah turnamen yang saya ikut terlibat langsung didalamnya.
Andaikan sejak petenis masih berstatus yunior sudah membiasakan diri dengan pola pikir demikian maka tidaklah heran jika selama ini saya sering perhatikan disaat entry deadline banyak petenis yunior belum ikut mendaftar termasuk di turnamen internasional sekalipun. Selama ini Pelti terlibat langsung dalam pendafaran peserta turnamen internasional yunior sehingga saya tahu betul kejadian kejadian seperti itu. Tetapi sejak tahun 2010, pendaftaran peserta dilakukan langsung ke ITF tanpa melalui Pelti lagi. Akibatnya jika kita tidak aktip mengingatkan entry deadlinenya maka hasilnya petenis Indonesia yang mendaftar amat sedikit walaupun turnamen berlangsung di Tanah Air sekalipun.
Kita seharusnya sudah membiasakan diri untuk mendaftarkan sebelum entry deadline. Tidak ada ruginya meluangkan waktu mendaftar. Apakah keuntungannya dibandingkan kalau langsung saja sign-in tanpa terdaftar sebelumnya. Ini akan ada kesulitan jika suatu turnamen sudah menentukan size of draw apakah 64 atau 48 atau 32 arau 16 sekalipun. Sebagai contoh jika ditentukan size of draw 32, maka jika tidak terdaftar kemudian mau sign-in langsung saat itu maka tempatnya tidak pasti terjamin bisa diterima jika yang sudah mendaftar melebih 32 tersebut. Walaupun punya peringkat tertinggi sekalipun akan ditolak. Yang berhak masuk adalah yang sudah terdaftar walaupun tidak punya peringkat.
Memang selama ini di turnamen nasional yunior selalu open draw, jadi size of drawnya tidak ditentukan, sehingga bisa saja terjadi pesertanya tanpa babak kualifikasi dan semua masuk babak utama mencapai 128. Ini sangat merugikan petenis peringkat tinggi karena harus bertanding sampai 7-8 kali sampai final.

Untuk memulai maka saya coba terapkan di RemajaTenis yang waktu pelaksanaannya hanya 3 hari maka maksimum size of drawnya tanpa ada babak kualifikasi adalah 48. Saat ini saya lihat yang daftar RemajaTenis ( 6-8 Agustus) mendatang untuk KU 14 tahun adalah 40, maka tempat yang masih tersedia adalah 8 tempat lagi. Yang sudah terjamin pasti diterima adalah 40 petenis baik yang telah memiliki peringkat mapun non peringkat. Jika waktu sign-in masuklah 10 petenis dengan Peringkat (misalnya) 1-10 sedangkan tempat yang tersedia hanya ada 8 tempat maka yang akan masuk dari 10 petenis tersebut adalah yang mempunyai peringkat tertinggi saja. Nah, sudah datang jauh jauh kemudian sign-in tapi tidak terjamin bisa ikut bertandinga, siapa yang rugi. Ya, dalam hal ini penyelenggara turnamen tidak akan bertanggung jawab sama sekali. Tindakan penyelenggara perlu diacungi jempol jika bisa menolaknya, karena turnamen yunior merupakan turnamen pembinaan maka semua pihak haru bisa menerima kenyataannya.
RemajaTenis tanggal 6-8 Agustus 2010 di Kemayoran telah mengumumkan kalau hanya KU 14, 16 dan 18 tahun dibuat sign-in sedangkan KU 10 tahun dan 12 tahun tidak, karena dua hari sebelumnya akan langsung diundi. Entry deadline 1 Agustus 2010. Kemudian hari ini terima permintaan mau ikut di KU 10 dan 12 tahun, langsung ditolak karena sudah ditutup. Ini seharusnya bisa dimengerti jika kita mau mendidik masyarakat tenis agar sadar akan peraturan turnamen tenis. Ayo kita mulai memberikan contoh yang baik.