Minggu, 29 Mei 2011

Gangguan selama final turnamen

Jakarta, 29 Mei 2011. Sewaktu menonton pertandingan final turnamen internasional OKESHOP di stadion tenis Senayan, ada satu hal yang dimata segelintir orang itu sepele, tetapi bisa menjadi besar jika hal ini diprotes oleh pemain. Pertandingan final putri antara petenis China dan Mexico ternyata ada sedikit gangguan datang dari luar stadion. Apakah itu ?
Ternyata suara musik dari pertunjukan musik disamping stadion Gelora BK ini cukup bising dan bisa mengganggu pertandingan. Saat ini ITF Referee sedang berada di Surabaya sesuai jadwalnya dan digantikan oleh rekan wasit Indonesia.
Muncul pertanyaan kepada saya oleh orangtua petenis yunior masalah satu ini.

Saya katakan masalah ini bisa jadi besar jika petenisnya tidak mau bertanding. Jika salah satu saja protes maka pertandingan bisa terhenti. Itulah peraturan tenis yang cukup ketat. Pernah terjadi suara dari mesjid cukup keras sampai kedalam lapangan tenis, oleh ITF Referee yang juga beragama Islam sampaikan eluhan kepada saya aat itu. Ini terjadi beberapa tahun silam,

Yang jadi masalah adalah Kompleks Gelora BK ini sering digunakan untuk acara acara bukan olahraga, untuk menutupi beaya maintenance keseluruhannya. Ini kita harus maklumi juga. Dalam hal ini penyelenggara turnamen juga harus jeli memilih waktunya. Saya sendiri katakan jika turnamen dengan prize money lebih besar bisa jadi masalah besar dan Referee pun bisa menstop pertandingan sampai gangguan tersebut berhenti. Oleh karena itu jika helatan Davis Cup di Senayan, maka PP Pelti so pasti minta tidak ada kegiatan satupun disekitar lapangan tenis termasuk di stadion indoornya. Ini kerjasama sama dengan pengelola stadion tenis Gelora BK

Mau bikin turnamen

Jakarta, 29 Mei 2011. Saya terima email dari seseorang yang belum pernah saya kenal. Itu bukan masalah bagi saya. Menariknya email itu bertanya banyak masalah yang kebetulan saya bisa berikan informasi lebih mendetail. Kalau hanya masalah turnamen, saya masih bisa membantu pikiran berdasarkan pengalaman saya berkecimpung di turnamen Indonesia.

Kebetulan penanya ini memiliki 2 lapangan tenis indoor di Kalimantan Selatan, tepatnya Banjarbaru. Apa yang ingin dilakukannya terhadap 2 lapangan tersebut. Karena berkeinginan selenggarakan turnamen yang bisa digunakan sebagai sarana promosi bukan hanya atlet maupun coach tetapi venuenya juga bisa menikmatinya.

Bagaimana hubungannya dengan Pelti setempat.? Kalau ingin bikin turnamen sebenarnya tidak perlu minta ijin ke Pelti. Kecuali kalau mau selenggarakan turnamen nasional yang membutuhkan pengakuan dari Pelti sehingga pesertanya mendapatkan Peringkat Nasional Pelti (PNP). Sebagai orang timur alangkah senangnya Pelti jika diberitahu ada kegiatan turnamen. Kalau mau gunakan dana dari Pemerintah setempat melalui Dinas Olahraganya maka dana tersebut bisa keluar melalui Pelti. Bisa kerjasama dengan Pelti.
Turnamen tenis boleh diselenggarakan oleh pribadi pribadi atau badan usaha, klub dan juga Pelti. Sebagai contoh saya selenggarakan Persami Piala Ferry Raturandang maupun RemajaTenis itu sebagai pribadi saja. Ini juga perlu diketahui. Tapi jangan kaget kalau ada rekan pengurus Pelti didaerah merasa harus melalui Pelti kalau mau bikin turnamen. Kenapa demikian? Karena pengurus tersebut tidak tahu aturan mainnya. Saya teringat waktu dulu saya sudah tidak duduk di Pelti, saya buat Turnamen nasional Bintaro Jaya Open. Saya ikuti aturan Pelti yaitu saya kirim surat ke Pengda Pelti DKI Jakarta ( tahun 1990 an). Saya ditanya, apakah turnamen ini dijamin bisa diselenggarakan tahun berikutnya. Langsung saya jawab, hanya Tuhan yang bisa menjamin. Pelti sendiri tidak bisa menjamin sanggup selenggarakan turnamen seterusnya.
Kerjasama dengan Pelti setempat juga ada baiknya. Karena Pelti bisa merekomendasikan petugas wasit yang bisa bertugas. Tetapi bisa sebaliknya, karena pengalaman saya selama ini di beberapa daerah , ternyata kerjasama ini menjadi beban bagi pelaksana.

Sabtu, 28 Mei 2011

Minta Bantuan Buatin IPIN

Jakarta, 28 Mei 2011. Belakangan ini saya sering menerima permintaan dari masyarakat tenis agar membantu membuat IPIN (International Players Identification Number) untuk mengikuti turnamen internasional khususnya yunior. Permintaan tersebut agar mendaftarkan ke ITF tentang IPIN karena alasan tidak tahu. Padahal kalau dipikir, saya sudah memberikan sosialisasi dengan oemberitahuan melalui situs Pelti ataupun Remajatenis agar diketahui oleh semua pihak cara cara membuat IPIN tersebut dengan mulai tahap demi tahap. Artinya sudah bisa lakukan sendiri.

Saya sendiri berpikir apakah memang mereka ini tidak tahu padahal dalam situs Pelti sudah diterangkan cara cara membuat IPIN. Ataukan alasan lainnya, mau enaknya saja. Padahal saya sendiri belum pernah membuat IPIN sehingga sebenarnya tidak tahu juga, tetapi didepan masyarakat tenis saya ini tahu semuanya.. Waduh waduh. Belum lagi permintaan untuk sign-in petenis yunior disuatu turnamen ITF Thamrin Cup maupun Oneject yang akan berlangsung bulan Juni mendatang.
Bisa dibayangkan sebagai petenis yunior lupa kalau entry deadline sudah lewat.

Lupa akan etika bisnis

Jakarta, 28 Mei 2011. Hari ini saya bertemu dengan salah satu mitra Pelti yang cukup lama saya kenal selaku produsen Bola Tenis yang cukup populer di Indonesia. Didalam ikuti pertenisan Indonesia dia ini sudah saya kenal sejak tahun 1987 dimana produsen bola ini sudah ikut akip mendukung pertenisan Indonesia,sehingga bola tersebut masuk dalam kategori Official Ball of Pelti.

Ada satu uneg uneg yang disampaikan dan saya melihat suatu hal yang kurang diperhatikan oleh penyelenggara turnamen. Saya pun teringat dengan pelaksanaan Davis Cup yang sangat ketat dalam menerapkan aturannya. Karena selaku penyelenggara harus patuh dalam etika bisnis. Ini pula yang harus diperhatikan oleh pelaksana turnamen.

Sebagai contoh disatu lokasi atau lapangan yang sama diselenggarakan oleh pelaksana yang sama maka tentunya harus bisa melihat aturan aturan yang berlaku. Sungguh aneh dan janggal misalnya dalam satu lokasi atau venue ada 2-3 turnamen yang diselenggarakan atau pelaksana yang sama, walaupun judul turnamennya berbeda. Sebagai contoh paginya digunakan untuk turnamen A kemudian siang harinya atau malamnya digunakan oleh turnamen lainnya atau turnamen B. Apa yang dilupakan adalah didalam lapangan tersebut sudah ada spanduk atau prisma produk bola D artinya bola yang digunakan oleh turnamen tersebut adalah bola D.
Tetapi apa yang terjadi, didepan pengusaha bola D tersebut ternyata turnamen B menggunakan bola P dimana prisma bola D masih terpasang dengan rapi tapi bola yang digunakan adalah bola P. Belum lagi bola P itu terlihat jelas didepan meja pelaksana turnamen B tersebut. Sebenarnya jika sudah ada sponsor bola D maka seharusnya tidak ada lagi bola merek lain berkeliaran disekitar tempat duduk pemain ataupun meja penyelenggara.
Ini kelihatan sepele tetapi tidak dimata bisnis. Akibatnya maka pengusaha atau sponsor tersebut sudah tidak respek kepada penyelenggara turnamen tersebut.

Jadilah marilah kita sama sama menyadari sekali betapa pentingnya etika bisnis harus diperhatikan, karena ini merusak trust yang sudah dijalin dengan baik antara pengelola turnamen dengan sponsor.

Rabu, 25 Mei 2011

Masalah Perwasitan Indonesia

Jakarta, 25 Mei 2011. Kemarin menonton pertandingan tenis Internasional OKESHOP bersama Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Malarangeng didampingi Martina Widjaja Ketua Umum PP Pelti dan Ivana Lie mantan pebulutangkis nasional Indonesia.
Saya hormat juga kepada Andi Malarangeng ternyata masih memanggil saya Om. Begitulah penghormatan dilakukan oleh yang muda terhadap yang tua.
Pembicaraan menyangkut perwasitan Indonesia yang sudah beberapa tahun ini belum bisa berkembang keatas baru melebar. Maksudnya hanya ada penambahan wasit dengan brevet White Badge. Tetapi belum bisa meningkat menjadi Bronze Badge.
"Kelemahan wasit kita adalah kemampuan berbahasa Inggris." komentar Martina Widjaja. Langsung oleh Menteri dikatakan Pemerintah bisa bantu dengan ikut sertakan wasit kita kursus bahasa Inggris. Langsung saya katakan kepada beliau." Lebih mudah melatih calon wasit pintar bahasa Inggris tapi tidak mengerti tenis dibandingkan tahu tenis tapi tidak bisa berbahasa Inggris."
Begitulah persoalan wasit Indonesia, dan saya langsung sampaikan selama ini sudah ada 2 wasit Indonesia mencoba nasib ikut testing di Bangkok untuk meningkatkan brevet white badgenya tapi gagal.

Siangnya saya berbincang bincang dengan ITF Referee yang sedang bertugas di turnamen ITF OKESHOp di Senayan. Referee ini berasal dari Hongkong dan sudah saya kenal lebih dari 10 tahun. Namanya Gary Au Yeung asal Hongkong tapi sudah berdomisili di Canada. Dulu dia pertama kali baru sebagai wasit turnamen Challenger dan waktu itu dia sebagai wasit masih part time job, dan sekarang dia sudah lepaskan pekerjaannya itu dibidang komputer.
Disamping bahasa Inggris, dia katakan wasit Indonesia masih kurang menggunakan otak sewaktu bertugas. Karena sebagai wasit tugasnya juga mendidik petenis agar mengenal peraturan yang berlaku. Diberinya contoh kalau wasit Indonesia tidak memperhatikan pakaian peserta turnamen yang sudah ada didalam ketentuannya. Dikatakannya apapun alasan petenis tetap harus diikutinya. "Pemain sering minta pengecualian, seperti ketika diminta harus ganti kaosnya karena menyalahi aturan. Selalu dikatakan sudah habis persediaannya. Suruh beli saja, kita tidak perlu tahu kesulitannya."ujarnya.

Saya banyak belajar sama rekan rekan wasit atau Referee asing yang bertugas di turnamen internasional di Indonesia. Mereka cukup akrab dengan saya karena saya sering berkomunikasi dengan mereka disaat turnamen ataupun sesudahnya. Ada satu kelemahannya wasit Indonesia dan dia mengakuinya. Yaitu setelah pertandingan selesai tidak pernah ada yang mau berdiskusi dengannya membicarakan kasus2 diturnamen tersbut. " Selalu mereka minta pulang rumah." ujarnya.
Saya mengenal aturan aturan turnamen tenis karena aktif berkomunikasi dengan Referee asing, selain keuntungan bisa melancarkan bahasa Inggris didalam berkomunikasi, juga mendaptakan ilmu dari mereka ini. Sayapun tidak segan segan bertanya kepadanya.

Saya katakan saya pernah mendapatkan pertanyaan dari pecinta RemajaTenis. Yaitu apakah orangtua peserta turnamen boleh berikan makanan ringan ataupun minuman kepada wasit ataupun panitia. "Saya katakan saya belum baca code ethic perwasitan."ujar saya. Tapi dia katakan kalau hanya makanan ringan ataupun minuman bukan masalah. "Yang dilarang kalau berikan uang."

Sabtu, 21 Mei 2011

RemajaTenis Belum Mulus

Jakarta, 21 Mei 2011. Dalam perjalanan pelaksanaan Turnamen RemajaTenis yang merupakan gagasan saya sebenarnya belum mulus sekali. Berbagai cobaan saya terima baik dari dalam pelaksana turnamen maupun dari luar. Tetapi karena saya bertekad agar RemajaTenis harus jalan melawan kendala kendalanya ,yang konsepnya saya buat maka untuk kontrol lebih baik sehingga saya serahkan pelaksanaannya kepada yang lebih muda muda. Maka saya minta kepada rekan rekan pelaksana baik dari Tournament Director, Referee dan Assiten Referee maupun Tournament desk yang tetap dan tidak berubah ubah dengan tujuan agar tetap berjalan sesuai dengan konsep yang saya berikan. Tetapi saya akan kerja keras mengawasinya. Tahun tahun awal saya masih tidak pernduli jika Referee membuat kebijakan yang menurut saya keliru tetapi telah dilakukaknnya. Begitu terima keluhan maka saya lemparkan kesalahan kepada Referee karena dia penanggung jawab jalannya pertandingan. Tapi saya sadari juga kalau Referee yang ada sekarang ini mendapatkan predikat Referee bukan melalui jalur pendidikan formal. Jadi otodidak, otomatis saya juga merasa perlu mendidik mereka berdasarkan pengalaman saya mengamati kerja ITF Referee selama ini ( sejak 1987 sampai sekarang). Sehingga saya tekankan kepada tim RemajaTenis yang mulai kompak, agar lebih mementingkan pelayanan nomor satu kepada peserta. Saya mulai merubah cara pendaftaran kemudian undian dan order of play semua diungkapkan melalui internet. Mulailah terlihat keberhasilan cara baru ini ditempat tertentu saja karena merubah cara lama ke cara baru tidak mudah sehingga saya tekankan kalau kita harus bersabar mengatasinya.Dalam hal ini cukup melelahkan mengawasinya.
Bisa dibayangkan bagaimana jika tidak berada ditempat pertandingan seperti kejadian di Jakarta ada RemajaTenis sedangkan saya ada di Riau, begitu juga di Ambarawa saya masih di Jakarta atau di Surabaya dan Bantul saya masih di Jakarta. Tetapi karena era modern ini masalah itu bisa diatasi dengan adanya internet maupun telpon.
Keberhasilan atau sebenarnya belum boleh dikatakan berhasil karena masih ada yang belum 100 % puas atas pelayanan tetapi adanya peningkatan pelayanan sudah cukup membahagiakan saya maupun pesertanya. Tapi masih ada juga kejadian2 yang sebenarnya tidak perlu. Seperti keterlambatan hadir sehingga dikalahkan lawannya tanpa tanding. Atlet sendiri juga harus menyadari kewajibannya sebagai peserta, malu bertanya maka sesat dijalan. Saya sendiri bangga dengan orangtua yang berusaha mencari tahu jalan menuju ketempat pertandingan dengan menelpon saya. Pernah kejadian di Bantul, saya masih di Jakarta, terima telpon dari orangtua dari luar Jogja. Minta alamat lengkap lapangan tenis Sultan Agung. Sayapun tidak kalah untuk meyakinkan alamat tersebut, cukup katakan cari saja di kabupaten Bantul kompleks olahraga Sultan Agung. Ternyata lebih lengkap kalau dikatakan Kecamatan PACAR Bantul. Tapi untungnya tidak ada keluhan soal alamatnya.Hal yang sama mengenai alamat lapangan tenis Sekolah Tiara Bangsa maupun EliteClub Epicentrum, masih banyak yang belum mengenal alamatnya.
Karena masalah akomodasi dan transportasi di Bantul, sayapun diantar melihat fasilitas baru di stadion bola Sultan Agung. Ternyata ada 2 ruang yang bisa menampung masing2 30 atlet dengan full AC dan kamar mandinya berserta lockernya. Hanya mencari kasurnya. " Ini bisa disewakan kalau untuk turnamen mendatang kalau dipersiapkan jauh jauh hari." ujar Bambang Supriyadi salah satu orangtua asal Jogja yang mengantar ke Stadion Sultan Agung.

Suatu saat saya pernah diberikan masukan karena saya melihat masih banyak kekurangan yang dilakukan oleh Referee yang sudah terbiasa dengan cara kerja mereka selama ini yang menurut saya sudah tertinggal masanya.
"Bapak coba Referee lainnya sehingga bisa membedakannya." ujar Slamet Widodo. Memang betul juga anjuran ini apalagi sekarang mulai muncul kecemburuan dari rekan rekan Referee lainnya karena kedua Referee dan assisten Referee yang tetap digunakan oleh RemajaTenis dalam setahun lebih banyak bertugas daripada rekan lainnya. Ini saya sadari betul. Bukan berarti RemajaTenis belum pernah menggunakannya karena lebih efisien. Tetapi dalam perjalanannya mereka ini belum menjiwai RemajaTenis dalam misinya. " Kerja Referee RemajaTenis bukan hanya sebagai Referee saja, tetapi karena sebagai dalam kesatuan tim maka bisa saja mereka ini juga turun kelapangan melaksanakan bukan kerjanya seperti bongkar pasang spanduk, ngepel lapangan dll." ujar saya menjelaskan kepada Slamet Widodo selaku Administrator Turnamen PP Pelti. Inilah gaya RemajaTenis. Seperti halnya didalam dunia bisnis maka RemajaTenis memperkenalkan paket murah (dalam pembiayaannya). "Yang penting pelayanannya kepada masyarakat tenis."
Awal awalnya rekan relan di RemajaTenis masih belum menyatu sehingga saya suka mendengar keluhan satu sama lain. Tetapi karena saya mulai lakukan pendekatan dikuti penanganan dari Direktur turnamen dimana saya sudah tidak ikut campur mendalam , tetapi cukup mengkoreksi langsung ke Direktur Turnamen, maka mulailah tampak kekompakan yang muncul karena sudah saling mengerti tujuannya.

Pengalaman mendebarkan di Bandara Adi Sucipto

Jakarta, 21 Mei 2011. Pengalaman pahit juga ketika mau kembali ke Jakarta dari Jogjakarta. Karena ingin kembali cepat maka saya pesan tiket Jogja ke Jakarta dengan Batavia Air flight pertama yaitu pukul 06.15. Sudah harus bangun pagi2 jam 04.00 morning call agar tidak terlambat. Setelah lakukan check-in masih ngantuk diruang tunggu. Sampai waktunya belum juga dipanggil, mulailah kelihatan penumpang Garuda Indonesia , Lion Air ke Jakarta sudah boarding. Kurang lebih jam 08.00 baru ada pengumuman minta maaf kalau Batavia Air ke Jakarta diundur waktunya, karena masalah tehnis. Ini basa basinya. Saya pikir belum datang dari Jakarta ternyata pesawatnya sudah ada sejak semalam. Sampai jam 09.00 belum ada tanda tanda berangkat, saya mulai dekati penumpang lainnya. Ada yang pindah pesawat, dan saya baca pengumuman kalau sampai 3 jam tiket bisa dikembalikan. Tapi mau kemana?
Maka saya keluar ke kantor Batavia di Bandara Adi Sucioto. Dapat jawaban tidak pasti. Sayapun bertanya apa bisa dipindahkan ke Garuda Indonesia (jam 13.00) karena banyak yang dipindahkan tanpa beaya lagi. Sayapun ikutan minta diurus pindah dan minta agar baggage saya dikeluarkan lagi. Kemudian tiket saya diambil dan diurus oleh petugas Batavia. Selang beberapa lama saya mendengar kalau Batavia mau boarding. Waduh, karena kedengarannya pesawat rusak maka kekuatiran saya sama seperti penumpang lainnya tetap tidak mau naik Batavis tsb.
Kemudian saya bertanya kepetugas di Bandara karena baggage saya sudah diturunkan, bagaimana nasib tiket saya dengan Garuda. Urus punya urus tentunya butuh waktu, ternyata dapat jawaban Garuda sudah penuh, berarti flight berikut itu malam harinya.
Akhirnya saya nekat tanya kepimpinan Batavia yang hadir. " Apa masih mungkin saya naik Batavia yang sudah boarding?" Ternyata dapat jawaban masih bisa. Tapi saya ingatkan baggage saya sudah keluar. " OK nanti kami atur naik lagi." ujarnya.
Memang benar ternyata pesawat masih tunggu saya naik dan bisa kembali ke Jakarta.Setelah saya naik, tidak lama lagi pesawat terbang.
Begitu tiba ada kekuatiran saya atas baggage saya, ternyata bisa keluar juga di Cengkareng. Lega sudah beban saya waktu itu. Ini pengalaman jelek naik Batavia Air yang selama ini belum pernah saya alami walaupun pesawatnya bukan baru lagi.
Terbang pasrah saja ke Tuhan karena anggapan saya pesawat rusak dipaksakan terbang. Tetapi ada berita lagi bukan pesawat rusak tapi faktor lainnya. Ya sudah yang penting sudah kembali dengan selamat. Thanks God !

Guyonan ala Kawanua

Jakarta, 21 Mei 2011. Menyempatkan diri muncul ditengah tengah kegiatan turnamen Maesa Paskah di EliteClub Epicentrum Jakarta, untuk bernostalgia dengan rekan2 Kawanua yang selama ini selalu aktif dipertenisan nasional. Rasa persaudaraan selalu muncul disuasana Maesa Paskah yang biasanya dilaksanakan saat Paskah. Tapi kali ini karena satu dan lain hal maka diundur ke Mei 2011.
Canda gurauan pun ala Manado atau Kawanua selalu muncul dengan ciri khasnya yaitu tidak mau kalah satu sama lainnya. Mulailah godaan ataupun canda dilontarkan kepada saya. " Dulu dia jago. sekarang jalan aja so susah." begitulah guyonan Armand Monoarfa dan Anthony Wayong ditujukan kepada saya. Tetapi sayapun tidak mau kalah berguyon karena tertawa adalah sehat.
" Kita heran sekali, dorang ini latihan seminggu 8 kali, tapi kalau ada turnamen kita (AFR) yang naik panggung." ujar saya kepada mereka tidak mau kalah. Begitulah gaya Kawanua bercanda. Datang lagi Adrian Tapada dengan gayanya. Cerita Armand, kalau Adrian pernah tunjukkan foto tua Opa Mangindaan di tahun 1935 kepada temannya yang lain. "Ini foto Opa dan ini saya" ujarnya serius. Yang dengar belum ngeh maka diulanginya. Setelah sadar kalau foto tahun 1935 sedangkan Adrian usianya masih jauh muda, Maka barulah semua tertawa.
Belum lagi ada guyonan kalau Anthony Wayong pernah kalahkan saya di Kemayoran, langsung ditanggapi. " Maklum jaga langganan." jawaban tidak mau kalah ala Kawanua. Begitu juga saya tanya umur Wempy Mangundap dari Makassar. Langsung Adrian Tapada nyeletuk. " Kita dua tahun lebih tua." Ha ha ha semuapun tertawa karena Adrian jauh lebih muda ngaku tua.

Tiba tiba datang Walikota Manado Ir. Vicky Lumentut bersama rombongan. Setelah bersapa kiri kanan, maka rombongan ini nonton semifinal pasangan suami istri antara "Bekong" Rungkat dan istri Pia melawan pasangan dari Manado Ice dan Agus Logor. Terlihat begitu seriusnya yang bertanding tanpa ada ekspresi gembira, mulailah saya lemparkan gurauan kepada Walikota Manado Vicky Lumentut." Survey membuktikan jika pasangan suami istri bertanding maka 75 % kemungkinan bercerai." Semua yang dengar ikut tertawa. Tapi tidak kalah juga guyonan dari Vicky Luemntut. " Ini anggota BII." Waduh ada istilah baru nih. " Bini injak injak." Tertawalah semua mendengar gurauan tersebut. Tapi ada yang nyeletuk, dirumah Bini diinjak injak. Ha ha ha

Sebelumnya saya terima telpon dari kolega di Tulungagung yang juga Ketua Pengkab Pelti Tulungagung, dr. Bambang Supeno teman kuliah saya di FK Unair Surabaya.
"Mas, saya mau rubah rencana TDP Tulungagung Open tidak pertandingkan putri karena kurang ramai. Diganti dengan veteran saja seperti tahun lalu. " ujarnya. Dan saya anjurkan tulis surat resmi saja ke PP Pelti. Tidak diduga saya diminta bikin RemajaTenis di Tulungagung. "Terima kasih Mas, nanti saya programkan secepatnya, karena padatnya acara TDP di Tanah Air." Ini berita gembira untuk masyarakat tenis di Jawa Timur bisa menikmati turnamen didaerahnya.

Sewaktu berbincang bincang dengan Walikota Manado sempat dibicarakan acara HUT Kota Manado 14 Juli 2011. Ada kegiatan turnamen tenis. " Mana lebih ramai bikin turnamen tenis.?" ujarnya bertanya kepada saya. Langsung saya sambut keinginan tersebut karena sebelumnya sudah pernah berkomunikasi akan digelar TDP Nasional RemajaTenis di Manado sebelum lapangan Sario dibongkar. Sayapun menganjurkan turnamen yunior dan veteran bersamaan waktu akan membuat meriah. Langsung disebutkan kalau Ketua Panpel HUT Kota Manado itu Wakil Walikota Manado Ai Mangindaan.
"Mimpi saya turnamen di Manado akan terealiser jika Tuhan menghendakiNya."

Jumat, 20 Mei 2011

" Berharap Berkah, Bukan Musibah "

Jakarta, 20 Mei 2011. Tertarik juga membaca tulisan disalah satu Tabloid terkenal di Jakarta yaitu BOLA edisi 19-20 Mei 2011

Dibalik Maraknya Turnamen Junior : Berharap Berkah,Bukan Musibah.”
Jika bicara soal jumlah turnamen nasional junior, PP Pelti bolehlah menepuk dada. Tahun lalu, tak kurang dari 30 kejuaraan menjadi agenda kegiatan induk organisasi tenis ini untuk para petenis muda mengasah talentanya. Sebaran lokasi turnamen pun tak hanya berpusat di Pulau Jawa, tapi juga menyebar ke Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara. Tak hanya dikota kota besar tapi juga di kota kecil seperti Ambarawa dan Karawang.
Pertanyaannya, apakah jumlah berlimpah itu menjadi berkah atau malah musibah bagi kemajuan tenis Indonesia? Selain kejuaraan konvensional yang berlangsung seminggu penuh, sejak lima tahun silam muncul turnamen paket hemat. Caranya, menempatkan waktu pertandingan hanya tiga hari pada akhir pekan. Sebuah gagasan segar untuk mendasari keterbatasan waktu petenis junior yang notabene pelajar. Ditengah sulitnya menggaet sponsor, biaya turnamen pun bisa ditekan. Disisi lain, beragamnya kejuaraan mewajibkan Pelti untuk menentukan kelas turnamen secara berjenjang. Sayangnya, fungsi tersebut tidak diperankan dengan baik. Yang terjadi adalah tumpang tindih wewenang di antara berbagai bidang di tubuh organisasi pimpinan Martina Widjaja ini.
“Saya tidak pernah melarang sebuah turnamen, tapi penentuan penentuan kategorinya harus dilakukan dengan benar. Masak kejuaraan yang berlangsung seminggu perolehan poinnya disamakan dengan turnamen yang lebih singkat dengan draw size lebih kecil “ tutur Johannes Susanto, Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti.
Ada sebuah kelaziman sebagaimana dilakukan oleh Federasi Tenis Internasional (ITF) yang mengelola tak kurang dari 100 event junior pertahun. ITF membagi 4 kategori yakni A (termasuk 4 grand slam), B (kompetisi regional), C (ajan beregu) serta grade 1 hingga 5 untuk kejuaraan perseorangan. PP Pelti hanya perlu copy paste ketentuan itu. Karena Pelti tidak mampu mengatur grade turnamen yang silang sengkarut tersebut, maka terjadi ketidakakuratan peringkat petenis junior Indonesia, Hasilnya, pemain yang menduduki peringkat atas belum tentu petenis terbaik. Lihat prestasi junior kita.Pata petenis masa depan Indonesia itu hanya mampu bertengger di peringkat10 kualifikasi Asia. Piala Fed dan Davis Junior (KU 16) serta World Tennis Championships (KU 14) 2011. Kalau sudah begini bukankah kemarakan malah berujung musibah? (yok)

Cukup menarik tulisan ini dan sebagai evaluasi dari pekerjaan rumah induk organisasi tenis di Indonesia.
Saya sendiri selaku pelaku tenis didalam masyarakat tenis Indonesia menyadari sekali kalau petenis kita butuh suatu wadah didalam pembinaannya yaitu turnamen. Saya sendiri perlu diketahui mulai terjun didalam turnamen tenis sejak masih ikut mengelola turnamen di tingkat Pengcab Pelti Jakarta Timur sekitar tahun 1980 an karena sebagai anggota klub tenis Maesa Sparta, kemudian berkembang ke organisasi Kawanua Yaitu Maesa yang setiap tahun paling aktif selenggarakan turnamen Maesa Paskah yang khusus untuk kalangan Kawanua. Setelah itu 1987 masuk kedalam kepengurusan PB Pelti dibawah Ketua umum Moerdiono (1986-1990) saya masuk didalam komite pembinaan ,kalau tidak salah ada 3 komite pembinaan dibawah Ketua Bidang Pembinaan PB Pelti Pontjo Soetowo, yaitu Komite Tim Nasional ( A.Qoyum, Yunus Yamanie), Komite Pembinaan Senior (dr. Nico Lumenta, AFR), Komite Pembinaan Yunior (Danny Walla dan Grace Lumenta). Dan ditengah jalan saya dipindah menjadi Manajer Program Pertandingan PB Pelti.
Waktu itu jumlah turnamen nasional maupun internasional baru mencapai angka 20 an. Langkah awal saya lakukan adalah membuat Ketentuan Turnamen Diakui Pelti, karena peraturan turnamen belum punya hanya berdasarkan ketentuan turnamen internasional saja. Langkah ini saya lakukan sebelum menaikkan kuantitas turnamen Indonesia. Maka saya hanya lakukan copy paste peraturan turnamen dari ITF maupun ATP-Tour dan WTA Tour dijadikan dalam bahasa Indonesia menjadi Ketentuan Turnamen Diakui Pelti. Setelah era Moerdiono pindah ke Cosmas Batubara saya memilih menjadi Adminstartor Promosi dan Marketing PB Pelti. Waktu itu era Moerdiono saya targetkan peningkatan turnamen dalam kuantitas dulu baru bisa berbicara kualitas. Ini prinsip saya. Mayabe right maybe wrong karena saya bukanlah ahli olahraga cukup sebagai praktisi saja. Kemudian daripada terlalu banyak teori saya hamparkan semua program turnamen kepada Ketua Komite Pertandingan yang waktu itu dijabat oleh Martina Widjaja. Bisa dibayangkan waktu itu hanya 25 Provinsi di Indonesia , apakah tidak mungkin muncul 100 TDP. Karena saya terima kalender Turnamen di Australia membuka mata saya ada 100 turnamen diberbagai Negara bagian. Saya kemukakan kepada Ketua Komite Pertandingan kalau target 100 TDP bisa dalam waktu 2-3 tahun disebar di 25 Pengda dan 75 Pengcab Pelti. “Apa tidak mungkin? “ Tapi kemudian saya tidak sependapat dengan Sekjen PB Pelti waktu era Cosmas Batubara maka saya mengundurkan diri , lebih enteng bagi saya. Dan jumlah TDP waktu saya tinggalkan Pelti sekitar 35 TDP di 17 Pengda Pelti. Ternyata setelah keluar dari PB Pelti saya masih bisa menggelar 1 TDP Nasional Kelompok Umum yaitu Bintaro Jaya Open dan Turnamen Internasional ITF VOLVO Women’s Open waktu itu kelas Women Challenger di Senayan. Waktu itu saya bisa berkomunikasi dengan VOLVO Thailand yang saya kenal.

Membaca tulisan di BOLA tersebut , kalau dianggap datangkan musibah maka boleh lah saya yang disalahkan sebagai penyebab musibah yang dikuatirkan oleh para “ahli olahraga Indonesia” Karena sejak awal saya selalu memotivasi masyarakat tenis agar berbuat sesuatu untuk tenis nasional dari pada terlalu banyak kritik yang lebih cenderung ke sirik karena tidak mampu berbuat untuk tenis Indonesia. Ini juga bisa digunakan sebagai bahan kesalahan saya. Tetapi disisi lain saya cukup gembira kalau TDP Junior tahun 2010 ada 30 ternyata share saya pribadi dengan TDP RemajaTenis bisa sebarkan 12 turnamen yunior di Mataram (Lombok), Sumbawa Besar (NTB), Solo, Palu, Pontianak, Banjarmasin, Bandung dan Jakarta. Uji coba ditahun 2009 saya lakukan di Jakarta, Samarinda ,Medan, DIY dan Cirebon. Melihat keberhasilan saya di tahun 2009, ditambah dengan hinaan yang saya terima dari teman2 membuat saya termotivasi lebih galak dalam arti menambah jumlah turnamen tersebut. Dan dalam perjalanan tahun 2011 tanpa saya sadari sudah menggelar TDP RemajaTenis sebanyak 7 turnamen, dan jika Tuhan mengijinkan target saya th 2011 hanya 20 turnamen RemajaTenis.
Sebagai mantan petenis yunior yang ikut aktif ikut Turnamen nasional di Malang, Bandung dan Jakarta, saya bisa merasakan perasaan atlet tenis yunior diberbagai daerah yang sangat amat mendambakan kehadiran suatu turnamen yunior dikampungnya. Betapa terharunya saya melihat ekpresi para orangtua dipelosok jauh nian dari Ibukota mereka naik bus berhari hari hanya mengejar suatu Turnamen nasional RemajaTenis. Bagaimana mereka ungkapkan rasa terima kasihnya kepada saya bisa menghadirkan suatu turnamen skala nasional. Saya sendiri juga harus buang energy diusia yang sudah lanjut ini selama 6 jam perjalanan naik kendaraan umum dari Mataram (Lombok) ke Sumbawa Besar. Perlu diketahui dikota Palu maupun Sumbawa Besar belum pernah hadir turnamen nasional selama ini. Sebagai bentuk apresiasi mereka sehingga Bupati Sumbawa Besar maupun Gubernur Sulawesi Tengah hadir ditengah atlet tenis. Turnamen ini di Palu bisa mendatangkan minat atlet dari Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Kalimantan Timur dan DKI Jakarta. Sebenarnya ikut mendaftar dari Papua tetapi terhambat dengan dana yang dijanjikan tidak muncul.

Apakah tidak ada atlet berbakat di daerah daerah ini? Saya jawab masih banyak atlet tenis didaerah daerah cukup potensial tetapi belum mendapatkan asahan yang jelas. Ini tugas siapa sebenarnya? Bagi saya tidak perlu saling lempar tanggung jawab masalah ini. Kalau kita bisa berbuat untuk tenis kenapa tidak kita lakukan dengan nyata, bukan dengan terlalu banyak teori. Maka dari itu apa yang saya lakukan dengan RemajaTenis cukup sendiri , karena saya yakin terlalu banyak melibatkan orang lain maka makin ribet, banyak maunya. Banyak tawaran dilemparkan oleh orangtua petenis untuk membantu saya tetapi dengan halus saya menolaknya karena kuatir terbentur masalah2 non tehnis itu. Menyadari kesulitan dana untuk pelaksana TDP maka sayapun mencari jalan keluar. Dana adalah alasan klasik selama ini. Jangan sampai tidak ada dana tidak ada turnamen akibatnya tidak ada petenis..Kalau sudah begitu siapa yang tanggung jawab lagi? Mulailah saya buat konsep untuk memecahkan permasalahannya, bukan dengan melemparkan permasalahannya. Konsep RemajaTenis dibuat saya anggap seperti yang popular dimasayarakat kita yaitu Paket Murah, Paket Hemat. Bisa saja mau disebut apa. Kenapa kita harus buang waktu buat turnamen 7 hari, berapa hari anak2 kita harus bolos sekolah. Jadwal liburan sekolah tidak sama setiap daerah. Bikin tiga hari atau empat hari tapi tidak melanggar ketentuan yang dibuat induk organisasi tenis yaitu Pelti. Itu yang lebih penting. Apa yang diminta dalam aturan Pelti seperti harus ada Referee, Wasit, tenaga Medis semua diikutinya. Pengamatan saya beaya dari suatu turnamen 30 % datang dari petugas, kemudian hadiah dll.
Membaca tulisan di BOLA ini bagi saya bukan masalah karena tugas RemajaTenis hanya membantu Pelti selaku induk organisasi tenis di Tanah Air dan menampung keinginan masyarakat tenis.
Ada lagi pendapat yang menatakan, kualitas turnamen 3 hari lebih rendah dari pada turnamen 7 hari. Untuk itu karena saya merasa bukan ahli olahraga lebih baik no comment. Apakah tidak ada turnamen yang hanya 8 atau 16 pemainnya ditingkat dunia sebelum menjawab pertanyaan diatas. Pesan saya marilah "Berbuat sesuatu untuk Tenis dari pada berpolemik "

Kamis, 19 Mei 2011

Sedih terjadi pelanggaran TDP Nasional

Jakarta, 19 Mei 2011. Hari ini saya bersama rekan Christian Budiman makan siang ke Senayan City. Dalam perjalanan saya menerima telpon dari salah satu orangtua petenis yang sering berkomunikasi dengan saya masalah turnamen. Keingin tahuan yang bersangkutan terhadap aturan2 turnamen sehingga saya sering kali menerima telpon darinya. Ya, semua itu saya terima saja karena sebagai pelayan masyarakat tenis dimana butuh informasi tentang tenis selalu saya layani dengan baik walaupun kadang kala sering tidak pada tempatnya. Tapi yang satu ini selalu menanyakan dulu apakah ada waktu saya menerima telponnya.
Ada laporan yang cukup menarik disampaikan dan cukup mengagetkan saya. Yaitu pertama ada kasus di Turnamen yang sedang berlangsung di Jawa Barat saat ini. Dikatakan soal salah satu petenis putri main tunggal di KU 10 tahun dan sudah menang kemudian diprotes ketahuan kalau umurnya sudah lewat maka tidak disebutkan siapa yang lakukan kemudian petenis tersebut bertanding ganda putri di KU 12 tahun. Disebutkan kalau anak tersebut harus terima hukuman tidak boleh bertanding di TDP selama 3 bulan seperti yang telah terjadi kepada 2 atlet kakak beradik dari Rembang. Disini dia minta pembenaran atas statementnya. Saya hanya katakan kalau anak tersebut memalsukan kelahiran dengan cara beri data palsu maka kena hukuman. Akhirnya saya katakan kalau akan hubungi Referee yang bertugas yaitu Slamet Widodo. Kemudian saya SMS aja ke Referee dgn cara lain dan dapat jawaban tidak ada. Tapi saya agak curiga juga. Yang kedua laporannya katakan kalau diturnamen tersebut para orangtua pada ribut, masalah apa ya? Itu saya jadi bertanya tanya apa yang jadi penyebabnya. Ternyata ribut karena pembagian hadiah kepemenang dalam bentuk UANG CASH tidak sama rata. Dan tidak sesuai dari laporan panitia lainnya yang katakan sebenarnya hadiah tersebut sebesar Rp. 400 ribu ternaya hanya Rp. 200 rb saja. Waktu menyampaikan kepada saya , pengamatan saya kalau rekan tersebut belum sadar kalau hadiah uang itu pelanggaran maka saya dengarin saja sampai selesai tanpa komentar. Waduh, sayapun kaget bukan main, tanpa disadari mau sampaikan keluhan masalah tidak sama hadiahnya ternyata keluhan itu membuka mata saya terhadap pelanggaran aturan TDP Nasional Yunior yang pantang berikan uang dalam bentuk apapun. Saya jadi sedih juga tetapi kebenarannya harus saya cek juga walaupun rekan tersebut saya kenal cukup jujur. Setelah selesai makan siang saya ketemu dengan salah satu orangtua lainnya yang juga peserta turnamen tersebut yang sudah selesai bertanding. Saya coba pancing kepada orangtua tersebut, maka didapatlah pengakuan yang sama yaitu pemenang diberikan uang cash sebagai hadiah. Kedua orangtua tersebut minta agar tidak disebutkan nama mereka. Disini saya langsung bisa ambil kesimpulan kalau turnamen tersebut sudah melanggar ketentuan TDP yang dibuat Pelti. Sayapun teringat beberapa tahun silam ada turnamen yang dicabut pengakuannya oleh Pelti karena ketahuan memberikan hadiah uang. Setelah yakin maka saya SMS hanya kepada Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti yang punya wewenang soal TDP tersebut. Saya hanya katakan ada informasi kalau TDP tsb berikan hadiah uang cash. Karena ini domainnya dia. Timbullah pertanyaan dalam diri saya sendiri. " Apakah akan diambil tindakan seperti Bakrie Tegal Open yang lalu, dimana dicabut TDPnya ? "
Keinginan tahu saya kemudian mencoba kontak dengan salah satu pemenang karena saya yakin kalau atlet yunior tersebut masih polos. Dan benar secara tertulis saya diberitahu kalau dia dapat hadiah sebesar Rp. 200.000. Dan kebetulan rekan saya Christian juga baca pernyataan tertulis atlet tersebut.
Ya, ini tantangan bagi Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti karena dia dulu juga sangat galak masalah ini.
Disatu sisi saya sedih karena turnamen ini awalnya juga karena pendekatan saya sehingga terlaksana dikota tersebut.
Yang jadi pertanyaan saya kenapa bisa terjadi karena dulu turnamen tersebut beri hadiah dalam bentuk barang yaitu handphone. kenapa sekarang tidak apakah tidak diarahkan sehingga panpelnya kecolongan. Dulu saya arahkan sehigga tidak melanggar ketentuan TDP Nasional Kelompok Yunior. Nah, sekarang sudah terjadi dan bukti juga sudah ada. Sekarang tergantung kepada Refereenya, yang juga karyawan PP Pelti, apakah berani ungkapkan kasus ini. Kekuatiran ada karena saya merasa ada upaya melindunginya. Saya teringat waktu kasus Bakrie Tegal Open ikut aktif salah satu karyawan sekretariat PP Pelti di turnamen yang melihat kejadian ini tapi tidak dilaporkan, akibatnya tahu sendiri.. terpaksa harus meninggalkan kantor PP Pelti

Jumat, 13 Mei 2011

Ketipu aku dinegeri orang

Jakarta, 13 Mei 2011. Kalau diingat ingat sewaktu berada di Vientiane Laos, pikiran belum lepas dari kota Jakarta. Bisa dibayangkan jika kesulitan berkomunikasi dinegeri orang membuat ketidak nyamanan saja. Tapi anehnya justru berat badan bukannya berkurang padahal istrahat masih kurang, setiap saat suka terbangun ,disamping tempat tidurnya keras. Menyadari hal tersebut maka biasanya sarapan makan buah kali ini justru makan berat seperti makan siang aja.

Badan berada di Laos tapi pikiran di Jakarta. Kenapa demikian karena saat ini sepertinya kurang tepat keluar negeri karena sedang persiapkan turnamen di Bantul Jogjakarta yang sedang jadi sorotan. Sewaktu meninggalkan Jakarta saya mencatat baru 30 peserta sedangkan batas waktu pendaftaran tutup tinggal 5 hari lagi. Apa ini tidak buat penasaran. Maka ketiga HP yang dibawa langsung setiap saat kirim SMS kerekan rekan tenis di DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur maupun Jawa Barat dan DKI Jakarta. Menyadari kalau gunakan provider Indonesia dinegeri orang maka beayanya akan membengkak. Maka langsung diganti dengan provider lokal yaitu TIGO.
Tapi ternyata cukup mahal juga. Setiap hari harus beli pulsa lokal. Setiap saat baik didalam mobil maupun dikamar sewaktu mau istrahat saya kirimkan SMS ke Indonesia. Komunikasi lain yaitu melalui internet yaitu email. Saya lebih suka kirim SMS dibandingkan telpon.
Dihari terahir saya kena tipu juga. Karena sudah mau pulang esok harinya saya membeli pulsa . Kebetulan jam menunjukkan pukul 21.30 dan kota sudah sepi, kebetulan ada satu toko yang sudah mau tutup. Kesulitan komunikasi di Laos cukup besar karena sulit berbahasa Inggris. Tapi banyak cara kita lakukan seperti tunjukkan gaya menilpon dan sebutkan nama TIGO, maka yang ngerti justru anak kecil sekitar 13 tahun. Langsung diberinya voucher 10.000 kip (uang Laos). Sampai dikamar saya coba masukkan nomor voucher tersebut.. Jawabannya adalah...sudah expired.. Astaga, mau klaim so pasti tokonya(warung) sudah tutup... Ya, ketipu aku...ha ha ha

Sewaktu tiba di Jakarta, bersyukurlah saya karena yang mendaftar mulai naik dan mencapai angka diatas 110.. Terima kasih Tuhan atas berkatnya....telah berikan semua sehingga niat baik selenggarakan turnamen tenis khususnya yunior bisa dilaksanakan..

Sabtu, 07 Mei 2011

Terbang ke Laos

Jakarta, 5 Mei 2011. Pagi pagi harus bangun karena sudah harus berada di Bandara Soekarno Hatta pukul 06.30. Pagi ini berangkat dengan Air Aisa menuju ke Kuala Lumpur. Tiba di Kuala Lumpur harus keluar ambil baggage dan check in kembali untuk melanjutkan perjalanan ke Vientiane Laos.
Ada waktu 3 jam menunggu perjalanan jam 15.00. Menungu di bandara sambil makan siang dan seteah itu singah di Cahmpion Cafe di Bandara . Minum bir sambil makan roti.
Loas adalah negara yag belum saya kunjungi selama ini. Tiba hampir 2 jam mendarat dan ketika urun terasa sekali kalau panasnya udara sangat menyekat sekali.

Sewaktu di Imigrasi Bandara Laos, ada sian yang belum saya lengkapi yaitu keterangan hotell tempat menginap. Tetapi di Bandara sudah menunggu petugas dari KBRI dimana seblumnya saya sudah beritahukan rencana kedatangan melalui email dan dilanjutkan pemberitahun melalui fax. Kesulitan bahas merupakan kendala besar jika kedua belah pihak sulit berkomunikasi.
Akhirnya diperkenankan juga memasuki Laos. Dan ternyata diluar sudah menunggu petuga syang menjemputnya. Naik dengan mini bus tetapi tanpa AC.
Laos, ini negara "miskin" dengan penduduk sekitar 6 juta ternyata dikuasai oleh meobil mobil mewah baik itu dari Korea (Hyundai, KIA) dan Jepang (Toyota, Nissan, Suzuki). Ada juga mobil mewah lainnya seperti HUMMER, Mercy, Lexus.
Malamnya makan malam bersama sama rekan rekan dari korea, Jeang, laos, Filipina dan Thailand disalah satu restoran terkenal di Laos.

Batal di jakarta pindah ke Bantul

Jakarta, 3 Mei 2011. Menyadari betapa pentingnya turnamen bagi petenis sehingga perlu disadari pula agar tidak berbenturan khususnya berbenturan kepentingan. Hal ini sejak dari dulu saya sadari bahkan sudah sering saya lebih mengalah agar teman2 yang berkeinginan membantu pertenisan bisa lebih leluasa jalankan salah satu program PP Pelti. Hari ini saya lansgung putuskan kalau rencana pelaksanaan RemajaTenis di Jakarta (14-17 Mei) diundurkan saja untuk berikan kesempatan kepada turnamen lainnya yaitu Karawang Open.
Memang sebelumnya sudah ada komunikasi antara panitia Karawang Open dengan penanggung jawab RemajaTenis hanya karena kesulitan komunikasi saja sehingga terputus.
Dalam hal mengalah bagi saya pribadi sudah sering saya lakukan baik itu Piala Ferry Raturandang maupun RemajaTenis ditahun tahun sebelumnya. Sehingga memndurkan jadwal RemajaTenis di Jakarta bukan hal yang terlalu sulit bagi saya. Tetapi ada anjuran dari PP Pelti agar RemajaTenis (14-17 Mei) tetap dijalankan tetapi tidak di Jakarta, apakah itu di Balikpapan ataupun kota kota lainnya. Saya teringat juga ke rekan di Surabaya yang waktu itu sempat menyamaian keinginan dikota Blitar diadakan RemajaTenis. hanya yang jadi masalah adalah pada waktu yang sama di Jawa Timur ada kegiatan tenis yunior yaitu O2SN, sehingga kali ini belum siap dijalankan di Blitar. Akhirnya saya coba hubungi rekan di Jogja dan mendapatkan sambutan di Bantul Jogjakarta.
Maka dari itu terpenuhilah keinginan masyarakat tenis agar diadakan RemajaTenis di Bantul D.I.Y
Sayapun langsung sebarkan SMS maupun email sebagai saraa komunikasi saya kepada masyarakat tenis di Indonesia.

Senin, 02 Mei 2011

Masalah Organisasi diselesaikan dalam organisasi

RemajaTenis, 2 Mei 2011. Padatnya acara saya diselingi dengan perbedaan pendapat dengan rekan sendiri sudah merupakan acara tersendiri ditahun 2011. Berbeda denga tahun tahun sebelumnya. Saya sendiri pernah sampaikan kepada teman lainnya tugas saya sebagai wakil sekjen PP Pelti. Andaikan ada yang sudah keluar dari policy induk organisasi wajib hukumnya bagi saya untuk mengingatkan kembali karena kepentingan organisasi lebih pentng daripada kepentingan pribadi, Masalah aturan aturan yang sudah berlaku perlu diingatkan kembali. Ini bukan untuk pertama kali saya lakukan. Semenjak duduk sebagai wakil sekjen PP Pelti sudah pernah saya lakukan hal seperti ini.
Tetapi saya juga menyadari ego dari masing masing teman itu juga tinggi karena sebagai volunter duduk dalam organisasi tentunya perlu atau minta dihargai juga berikan pendapat. Tetapi saya juga bisa menahan diri masalah kepentingan pribadi saya nomor duakan dulu. Itu yang saya tekankan kepada beberapa rekan sendiri agar menyadarinya. Masalah organisasi diselesaikan dalam organisasi. Bukan dibawa keluar organisasi apalagi tidak boleh dibawa ke media massa.
Saya sendiri didalam blogger ini sebagai bentuk dari cacatan harian saya selama ini dikehidupan berorganisasi maka saya menghindari agar tidak menyakiti hati teman sendiri. Tetapi saya anggap perlu juga agar rekan rekan sendiri menyadari atas kekeliruan yang dibuatnya. Itulah organisasi dibutuhkan kesabaran besar dan memiliki jiwa dan hati yang besar menghadapi setiap ejekan maupun penghinaan didalam kehidupan berorganisasi.

Ikuti RemajaTenis Paskah di Sekolah Tiara Bangsa

Jakarta, 2 Mei 2011. Selesai ikuti Konggres KOI, acara saya adalah ikuti RemajaTenis Paskah mulai 22-24 April 2011 di Sekolah Tiara Bangsa Jakarta Timur. Diluar dugaan peserta kali ini meningkat padahal saya sebenarnya tidak terlalu berharap banyak soal peserta karena bertepatan ujian sekolah. Sebelumnya di Jakarta juga hanya mencapai 130 peserta tetapi kali ini mencapai angka 180 peserta.
Kali ini RemajaTenis mendapatkan tantangan cukup besar, karena sudah mendapatkan pujian dari masyarakat tenis di Jakarta maupun luar kota dinyatakan baik secara terbuka dimedia maya juga secara langsung disampaikan kepada saya selaku penggagas karena pelaksanaan sudah saya serahkan kepada tim pelaksana. Tentunya merupakan tantangan tersendiri dan sudah saya sampaikan kepada tim pelaksana agar menyadari bahwa RemajaTenis sedang berada dalam ujian karena sudah mendapatkan pujian tetapi harus diimbangi dengan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat tenis.
Ada satu permintaan kepada saya datang dari pelatih asal Karawang Erni yang disampaikan pertelpon agar RemajaTenis itu diundurkan waktunya dari 14-17 Mei 2011 di EliteClub Epicentrum Jakarta karena Karawang Open akan mengisi 20-24 Mei 2011. Sayapun sampaikan agar hubungi Direktur Turnamen RemajaTenis yaitu Rahayu MH. Memang saya sudah percayakan masalah tehnis kepada yang bersangkutan dan saya cukup sebagai penasehatnya walaupun diluar mengatakan kalau saya pemiliknya.
Ternyata karena kesibukan Rahayu dengan besibukan kantornya maka komunikasi hanya bisa melalui SMS. Informasi yang saya dapat dari Erni kalau sudah bertanya ke Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti dimana dia dianjurkan hubungi saya dan saya minta hubungi pelaksanannya Rahayu. Ternyata Rahayu bertahan karena sudah menerima SK dari PP Pelti menetapan waktunya 14-17 Mei 2011. Ketika saya bertanya kepada Rahayu, disebutkan kalau dia sudah memberikan solusi kepada Erni agar dimajukan saja waktunya sebelum RemajaTenis.
Akhirnya saya membaca surat resmi yang minta tanggal 20-25 Mei 2011 untuk Karawang Open. Setelah itu saya disposisikan ke Sekjen dan Ketua Umum PP Pelti surat permintaan tersebut.
Setelah itu ada persetujuan Ketua Umum dan Sekjen maka dibuatlah kalender TDPoleh Slamet Widodo selaku administrator pertandingan PP Pelti dan kalender ini disebar luaskan.
Saya hanya bisa menyatakan syukur kepada Tuhan karena RemajaTenis Paskah bisa berlangsung tepat waktu walaupun diselingi dengan turunnya hujan.

Dipilih menjadi anggota Pimpinan Sidang Konggres KOI

Jakarta, 2 Mei 2011. Sudah lama saya melupakan mengisi blogger ini akibat saya harus menahan diri terhadap keinginan menulis terhadap lingkungan dipertenisan kita ini. Saya tidak lupa tanggal 21 April 2011, saya mendapatkan tugas oleh PP Pelti mengikuti Konggres KOI (Komite Olimpiade Indonesia) bersama sama Sekjen PP Pelti Soebronto Laras dan Wakil Ketua Bidang Pembinaaan Yunior PP Pelti Christian Bydiman. Tempatnya di Hotel Menara Peninsula, Selama ini setiap kegiatan rapat baik itu Musyawarah ataupun Konggres induk organisasi olahraga selalau saya diminta mewakili PP Pelti.

Tapi kali ini setelah dibuka resmi oleh Menpora Andi Malarangeng, pemilihan Pimpinan sidang. Tak disangka nama saya disebutkan oleh Ketua Umum KOI Rita Subowo bersama sama rekan lainnya seperti Mayjen(Purn) Taanjung, Kusumo (Perkemi), Erna (Perwosi)m Raja Pane (SIWO ). Wah, ketiban tugas untuk kedua kalinya saya diberikan di Rapat KOI,
Dari nama nama tersebut yang saya sudah kenal hanya satu yaitu Erna dari Perwosi, lainnya baru kenal disaat konggres ini, dan saya sudah merasa akan diplot sebagai sekretaris maka dari itu saya mau menghindar saja, dan mengaku cukup jadi anggota saja,
Ada kejadian lucu di Konggres KOI ini, setelah sidang diputuskan diskors oleh Pimpinan Sidang Tanjung karena akan makan siang. Maka semua peserta termasuk pimpinan sidang istrahat sesuai waktu yang ditentukan. Setelah waktunya selesai, saya menunggu adanya pembagian tugas oleh pimpinan sidang disetiap rapat komisi. Kebetulan kali ini saya ditugaskan oleh PP Pelti ikuti Komisi II yang membidangi Pembinaan Biasanya saya di Komisi I yang membidangi Organisasi, tapi kali ini Soebronto Laras yang mengsisinya karena di Komisi I akan dibicarakan soal pemilihan Ketua Umum KOI. Sayapun menunggu Pimpinan Sidang untuk membuka kembali sidang pleno lkarena tadi sudah doiskors maka perlu dibuka lagi baru menuju ke Komisi masing masing. Tapi saya tidak melihat Pimpinan Sidang ada dalam ruangan sehingga semua peserta minta saya mengambil alih pimpinan sidang.
Maka tidak sungkan sungkan saya naik ke panggung pimpinan sidang pleno untuk mencabut skorsing tersebut. Setelah dibuka sekaligus saya memimpin sementara Komisi I yang rtempatnya diruang utama ini karena banyak peserta sudah pindah keruangan lain. Saya sebenarnya minta kesabaran peserta menunggu pimpinan sidang Tanjung agar datang tapi yag bersangkutan belum muncul sedangkan wakil ketua pimpinan sidang Kusumo sedang kekantor Menpora, tetapi peserta mendesak agar dimulai saja.
Ditengah tengah memimpin sidang datanglah Ketua Pimpinan Sidang Mayje(Purn) Tanjung dan saya persilahkan untuk memimpinnya.