Rabu, 20 Februari 2019

" Siapa Bisa Kontrol Kerja Seperti Ini ? "

Jakarta, 20 Februari 2019. Permintaan agar AFR tetap netral dalam pertenisan Indoneia telah ditunjukkan langsung dalam kegiatan AFR selama ini. Hal ini juga diungkapkan kembali dalam pertemuan Rabu 20 Februari 2019 dengan Wakil Ketua Umum dan Sekjen PP Pelti.
Oleh AFR disampaikan agar jangan alergi jikalau mendapatkan kritik karena dengan kritik tersebut bukan untuk menghancurkan tetapi justru untuk membangun lebih baik. Dan hal seperti ini bisa diterimanya. Ini bentuk kecintaan AFR terhadap tenis melalui Pelti. Yang penting harus bisa menjaga dan membawa diri untuk kepentingan Pelti sendiri. 

Ada perasaan gemes dan kesal disampaikan oleh masyarakat tenis kepada AFR akibat menerima kebijakan PP Pelti,   diungkapkan langsung kepada petinggi PP Pelti karena selama ini AFR tidak punya kepentingan pribadi sama sekali. Bahkan anak didik dalam pembinaan tidak punya sehingga bebas mengungkapkan kemasyarakat ataupun ke induk organisasi tenis tentang ketidak puasan atas kebijakan kebijakan yang dilakukan oleh induk organisasi tenis.

Begitu mendapatkan surat edaran selaku penyelenggara TDP, maka AFR langsung distribusikan surat tersebut ke masyarakat tenis seluaruh Indonesia, karena selama ini nomor tilpon yang bisa digunakan sebagai alat komunikasi AFR dengan masyarakat tenis cukup banyak. Sekitar 9.000 nomor yang tersimpan.

Masalah Kartu Tanda Anggota (KTA) Pelti sampai saat ini banyak kekecewaan muncul dari masyarakat yang disampaikan melalui WA, sehingga para pihak harus bersabar saja menghadapi dilemma tersebut. Khususnya bagi penyelenggara TDP akan terima dampaknya dibandingkan pemangku kebijakan di Senayan Jakarta. Hal ini disampaikan langsung oleh rekan penyelenggara TDP lainnya kepada AFR. Dikuatirkan akan mematikan keinginan para pemula tenis ikut TDP. 

Oleh AFR disampaikan dalam setiap pelaksanaan RemajaTenis selalu muncul nama nama baru yang ikut turnamen. Hal seperti ini sangat dikuatirkan akan hilang minat ikut turnamen. Bisa dibayangkan begitu ikut turnamen yang biasanya atas anjuran para pelatih terhadap siswa tenisnya, maka tangungan orangtua sebesar Rp 250.000 puls minimal Rp 300.000  Iniuntuk satu anak, bisa dibayangkan jika ada 3 anak dan memang ada karena tenis itu berasal dari keluarga, atau Family Tennis.

Pertemuan dengan PP Pelti masalah KTA Pelti



Jakarta. 20 Februari 2019. Memenuhi undangan Wakil Ketua Umum PP Pelti, AFR menyempatkan diri datang tepat pukul 14.00 hari ini (20/2). Didampingi oleh Sekjen PP Pelti maka terjadilah pertemuan hari ini dengan 2 topik inti sedangkan masalah lain sebagai selingan saja terutama masalah pembicaraan di grup WA FKT. . Tetapi yang lebih menarik dibicarakan masalah Kartu Tanda Anggota (KTA) Pelti karena mendapatkan tanggapan serius dari para pelaku tenis didaerah." Kewajiban bayar Rp 250.000 bagi setiap pemegang kartu tersebut merupakan hasil keputusan Rapat PP Pelti 2018. Ya, kami harus jalankan." demikian pembicaraan pertama tersebut dibuka oleh Wakil Ketua Umum PP Pelti didampingi Sekjen PP Pelti.Sebagai bahan pencarian dana PP Pelti maka dibutuhkan data data petenis Indonesia melalui KTAPelti tersebut. Ini yang membuat suatu keanehan  karena sejak diperkenalkan 2002 sampai  2012 itu sudah sekitar 3.000 lebih KTA dikeluarkan dan diteruskan oleh PP Pelti periode 2012-2017 sehingga diperkirakan menjadi 4.000 an KTA.
Ketika disampaikan data data tersebut ada didatabase Pelti, tetapi ternyata dikatakan dalam timbang terima PP Pelti periode 2012-2017 tidak ada data data tersebut. Ini yang sedikit aneh..

AFR menanggapi jika masalah KTA itu sudah tercantum dalam Ketentuan TDP Nasional dan sudah dilaksanakan selama ini dimana setiap TDP pesertanya harus memiliki KTA sesuai ketentuan TDP tersebut.  

" Saya sepakat dengan kewajiban pemegang KTA Pelti harus membayar karena ini merupakan salah satu sumber dana Pelti dalam mendukung program programnya. Yang jadi masalah sesuai masukan dari masyarakat tenis  adalah pembayaran sekali gus untuk 5 tahun menjadi Rp 250.000. Lebih bijak jika dikenakan bertahap, bukan sekaligus. Contoh seorang tua memiliki 3 anak mau ikut TDP maka harus keluarkan Rp 750.000 untuk KTA belum lagi untuk entry fee Rp 900.000. Khususnya para orangtua diluar Jakarta dan daerah luar Jawa." begitu disampaikan oleh AFR kepada Wakil Ketua Umum PP Pelti. Ini akibat masa kepengurusan PP Pelti sejak pertama kali diperkenalkan KTA Pelti 2002 sampai 2017 tanpa dipungut bayaran. Perubahan aturan itu tentunya mengagetkan masyarakat tenis.