Kamis, 13 Maret 2008

Sentra Pembinaan Bukan Hanya Wacana


Desember 2007. Martina Widjaja dan Sekjen Soebrontoa Laras didaulat sebagai Ketua Umum dan Sekjen PB Pelti masa bakti 2007-2012 oleh peserta Munas Pelti 2007 di Jambi tanggal 25 Nopember 2007, telah ditunggu dengan pekerjaan rumah cukup besar untuk pertenisan Indonesia.
Tindak lanjut atas Visi dan Misi yang telah dipaparkan tahun 2002 lalu sehingga tidak diperlukan lagi perubahan Visi dan Misi. Pekerjaan ditahun 2002-2007 belum selesai demikian menurut peserta Munas.

VISInya, “Menuju Prestasi tingkat dunia melalui Pemassalan dan Pemasyarakatan tenis di Indonesia ” . Begitu pula Misinya , yaitu peningkatan populasi tenis, peningkatan kuantitas dan kualitas turnamen, peningkatan SDM pelaku tenis dan memberdayakan potensi masyarakat tenis.

Visi dan Misi sudah jelas, dan muaranya adalah prestasi . Prestasi apa saja yang diharapkan semua pihak. Top down, yaitu prestasi pembinaan senior kemudian ke pembinaan yunior dan pengembangan tenis di hulunya. Atau bottom up, hulunya pengembangan sampai ke muaranya prestasi dunia.. Pengembangan telah dijalankan dengan berkesinambungan, karena pengembangan merupakan sumber pengadaan petenis yunior yang akan terangkat ke tingkat nasional. Dibutuhkan pemerataannya saja, yang tingkat ketergantungan cukup tinggi kepada pelaku pelaku didaerah daerah. Mini tenis, coaching clinic kemudian peningkatan kualitas SDM mulai dari pelatih, wasit maupun petenisnya diimbangi pula peningkatan kuantitas turnamen yang disebar kedaerah daerah seperti telah diungkapkan dalam Misinya.

Permintaan daerah di Musyawarah Nasional 2007, pemerataan prestasi sebagai kebutuhan pertenisan nasional diungkap, butuh political will dari pelaku pelaku tenis di daerah. Salah satu hasil Munas 2007 adalah perubahan nama yang sudah disetujui mengikuti Undang Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragan Nasional, dari Pengurus Daerah menjadi Pengurus Provinsi maupun Pengurus Cabang menjadi Pengurus Kota atau Pengurus Kabupaten. Berarti harus berubah pula paradigmanya petinggi petinggi Pelti di Provinsi dan Kota maupun Kabupaten Peran serta Pengda yang akan menjadi PengProv dimasa mendatang, diimbangi dengan kinerjanya. Tidak ditanggapinya oleh Pengda yang ditawari sponsor dari Jakarta membuat daerah tersebut kehilangan kesempatan. . Ada Pengda yang menyambut baik penawaran tersebut sehingga terlihat adanya kegiatan turnamen di daerah tersebut.. Saat Munas begitu getol menyampaikan permintaan pemerataan prestasi diseluruh Indonesia.
Untuk merealiser keinginan maupun sesuai dengan Visi kedepan maka dibutuhkan sentra sentra pembinaan diluar Jawa dibawah pengawasan induk organisasi PELTI.. Tetapi tidak menutup kemungkinan daerah di Jawa bisa lakukan hal yang sama. Beberapa kota sudah ada sentra sentra ini dalam bentuk perkumpulan yang dibuat oleh pelatih pelatih sendiri. Pembinaan bisa jalan jika ada sarana, pelatih ( teknis dan fisik), pertandingan, pemain, pendidikan dan DANA. Apakah semua daerah bisa memenuhi standar diatas. Sebelum menjawab hal ini sudah harus ditanamkan dulu “ will “, keinginan memajukan tenis bukan hanya wacana. Marilah “do something” untuk Tenis Indonesia.
Peta daerah yang bisa dijadikan sentra sentra pembinaan yang sebaiknya dilakukan untuk kelompok umur 14 tahun kebawah, dengan dasar dalam 5 tahun petenis ini maksimal usianya 19 tahun.

Tidak kalah pentingnya dunia olahraga melibatkan Perguruan Tinggi, sehingga prestasi atlit itu berdasarkan IPTEK seperti yang telah dilakukan Negara Negara maju lainnya. Beberapa Perguruan Tinggi yang sudah menunjukan komitmennya dengan tenis sudah waktunya mendapatkan perhatian.

Mulai dari Sumatra, Medan memiliki sarana lapangan 5 lapangan Universitas Negeri Medan , Jambi dengan 2 lapangan, direncanakan menjadi 4 lapangan di Universitas Jambi, Pontianak dengan Universitas Tg Pura 2 lapangan. Ini untuk tahun pertama dilakukan 3 sentra yang melibatkan perguruan tinggi. Melengkapi sentra selain fasilitas lapangan dibutuhkan juga akomodasi, pelatih dan pendidikannya. Perguruan Tinggi akan membuka pintu jika induk organisasi tenis PELTI mau menawarkan program programnya, dan ini menunjukkan tingkat kepedulian Perguruan Tinggi terhadap dunia olahraga. Di Jambi, Rektor Universitas Jambi yang juga Ketua Pengda PELTI Jambi sudah menunjukkan peranannya di tenis Jambi. Di Medan Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan telah membentuk klub usia dini seperti yang dituturkan langsung kepada saya di Jakarta. Begitu pula Rektor Universitas Tanjung Pura Pontianak yang berkeinginan menjadikan Pontianak dengan Universitas Tanjung Pura sebagai sentra pembinaan tenis di Kalimantan seperti yang pernah dituturkan di Jakarta. Bahkan Rektor Universitas Tanjung Pura bersama salah satu anggota PB Pelti Eddy Suryanto beberapa bulan lalu telah berkunjung ke Barcelona melihat langsung fasilitas Training Centre yang direkomendasikan oleh International Tennis Federation (ITF).
Dengan melibatkan Perguruan Tinggi ini akan membuat petenis maupun orangtua merasa aman melihat masa depan terutama pendidikannya. Ketiga petinggi perguruan tinggi tersebut akan memberikan fasilitas pendidikan jika telah lulus sekolah menegah umum.

Masalah pelatih diketiga tempat tersebut, sudah memiliki pelatih tenis dengan sertifikat National ITF Level-1. Program latihan harus dilakukan oleh PB Pelti untuk keseragaman prestasinya. Ada 2 pelatih yang dibutuhkan yaitu pelatih tehnik dan pelatih fisik. Pelatuih fisik seharusnya betul betul berpendidikan olahraga sehingga lebih bisa dipertanggung jawabkan.
Sistem recruitmen juga perlu dilakukan karena petenis yang masuk dalam sentra sentra pembinaan ini terbatas. Jika 1 pelatih melayani tidak lebih dari 4 (empat) petenis sehingga setiap sentra minimal dibutuhkan 2 pelatih tehnik untuk putra dan putri plus 1 pelatih fisik.
Recruitmen diawali dari pengamatan langsung diturnamen turnamen nasional atau menggunakan atlit setempat untuk memudahkan masalah akomodasi karena mereka berusia muda yang dibutuhkan juga pengawasan orangtua dan pendidikannya masih berlangsung. Seleksi pemain dilakukan sehingga tidak berebutan masuk dan kurangi suara suara sumbang. Dalam pelaksanaan tidak lupa dilakukan promosi dan degradasi dalam jangka waktu tertentu.
Masalah paling ruwet adalah DANA. Karena kepentingan sentra sentra ini merupakan kepentingan bersama baik induk organisasi PELTI (Pengurus Pusat maupun Pengurus Provinsi ) maupun masyarakat sendiri. Pengurus Daerah (Pengurus Provinsi) tidak hanya membuat wacana tetapi juga bertanggung jawab pelaksanaannya. Orangtua punya kewajiban juga dalam pendanaannya. Intinya semua pihak dilibatkan. Jika sudah berjalan baru bisa melibatkan sponsor badan usaha dan juga tidak lupa melirik ke Departemen Pendikan Nasional Republik Indonesia. Kenapa, karena Diknas RI mempunyai program yang dikenal sebagai PPLP. Saat ini PPLP sudah berjalan untuk cabang cabang olahraga lainnya.

Ini sebagai masukan yang saya bisa berikan dengan prioritas ketiga daerah tersebut. Bukan berarti menutup kemungkinan daerah lain. Kalau lihat fasilitas yang ada seperti Fakultas Ilmu Keolahragan Universitas Jakarta, Universitas Yogyakarta,, Universitas Negeri Surabaya., Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Padang ( 6 lapangan tenis) telah memiliki sarana lapangan, tenaga pelatih ITF Level-1 maupun ITF Level-2 bisa dimanfaatkan karena mereka juga DOSEN. Kesimpulannya adalah semua terpulang kembali ke political will masing masing pihak.

Tidak ada komentar: