Senin, 17 Maret 2008

Sanction Fee Dipertanyakan

September 2005. Persiapan turnamen tenis internasional Bakrie Satellite mendapatkan serangan yang bertubi tubi dari pihak pihak yang tidak bertanggung jawab, kepada panitia pelaksana atas kebijakan PB PELTI yang sudah baku dan sebenarnya sudah ada sejak Ketentuan TDP diberlakukan pada tahun 1990. AFR termasuk yang membidani lahirnya ketentuan TDP ini dimasa kepengurusan Ketua Umum PB PELTI Moerdiono.
Panpel Bakrie Satellite memberi contoh yang baik karena telah bayar sebelum turnamen dilaksanakan. Masukan justru datang dari oknum karyawan Pelti sendiri yang membingungkan bagi pelaksana turnamen tenis dan menghasut agar tidak ikuti aturan dalam Ketentuan TDP Kelompok Umum. Dihembusnya fitnah seolah olah TDP Cigna Open, Hemaviton tidak bayar sanction fee. Sangat jahat sekali kalau sampai ada tujuan untuk adu domba dengan induk organisasi tenis di Indonesia. Aneh tapi nyata. Akibatnya tahu sendiri, saya sebagai Circuit Administrator yang ditugaskan dalam Bakrie Satellite mendapatkan serangan yang cukup membuat telinga merah. Tapi untungnya kepala dingin, walaupun sempat darah tinggi naik. Saya memberikan nasehat karena mungkin usia lebih tua dengan rekan rekan panpel Bakrie Satellite, kalau mendengar masukan masukan dari pihak2 yang tidak bertanggung jawab sebaiknya ditanyakan langsung ke PB PELTI atas kebenarannya. Untungnya mereka ini akhirnya sadar juga.
“Bagaimana tidak percaya, justru yang beri masukan datangnya dari karyawan secretariat PB PELTI di Senayan,” demikian hasil rapat dengan Panpel Bakrie Satellite 2005. Untungnya direktur turnamen Bakrie Satellite Donald Wailan Walalangi menyadari betul setelah membaca buku Ketentuan TDP Kelompok Umum yang menyebutkan kalau sanction fee TDP Kelompok Umum sebesar 10 % ke PB Pelti dan juga untuk ITF sesuai dengan aturan ITF jika TDP internasional. Saya juga salut kepada Wailan Walalangi yang telah berupaya keras menyadari rekan rekan Panpel tentang kewajiban penyelenggara sesuai aturan yang dibuat PB PELTI. Sedangkan untuk TDP kelompok yunior hanya sebesar Rp 100.000 dan TDP Internasional Kelompok Yunior tergantung grade turnamen sekitar US$ 100 – US $ 300.

Dibeberkannya ada TDP yang tidak bayar dan ada yang sudah bayar. Seharusnya hal ini tidak patut dibeberkan, seharusnya justru mewajibkan setiap pelaksana harus ikuti kewajiban kewajiban sesuai aturan yang baku tersebut.

Dalam dunia pertenisan sebenarnya masalah sanction fee sudah lazim diketahui, hanya mungkin bagi pendatang baru belum begitu mengenal apa yang dimaksud dengan sanction fee. Akibatnya ada pihak pihak tertentu merasa tidak perlu membayarnya. Tetapi sangat disayangkan kalau sampai terjadi himbauan ini datangnya dari karyawan PB PELTI yang seharusnya melaksanakan ketentuan TDP tersebut.
Sewaktu sosialisasi sanction fee, banyak pertanyaan timbul justru dari pihak Pelti daerah maupun cabang, Tapi begitu dijelaskan muncullah kesadaran betapa pentingnya sanction fee itu dilaksanakan.
Kalau Anda sudah mengenal pertenisan internasional, maka akan terbuka mata dan menyadari aturan sanction fee itu sudah internasional. Justru itu PB PELTI mengikuti aturan aturan yang berlaku didunia internasional. Mengadaptasi aturan aturan yang baku dipertenisan internasional.

Turnamen sudah merupakan keharusan dilakukan oleh induk organisasi sebagai bahan evaluasi pembinaan. Dan ini sangat amat perlu dana operasionalnya. PB PELTI sekarang beri kesempatan kepada pihak pihak diluar Pelti sebagai penyelenggara seperti yang sudah terjadi di Indonesia. Lihat saja seperti Cigna Open, Piala New Armada, Hemaviton Challenge, Solo Open, Medan Open,, Maesa Open dll.
Kenapa sanction fee ini sangat gencar dilakukan oleh PB PELTI, karena banyak dana yang telah keluar dari PB PELTI untuk membantu penyelenggara TDP didaerah daerah yang dilaksanakan oleh Pengcab atau Pengda PELTI yang kesulitan mencari dana. Bagi yang mampu sudah sewajarnya membantu yang kurang mampu tetapi punya fasilitas turnamen yang memadai. Apalgi kalau turnamen internasional yang hadiahnya minimal US $ 10,000. Bisa dibayangkan bantuan PB PELTI terhadap pelaksana TDP internasional ini. Karena komitmen PB PELTI agar pertenisan didaerah bergairah maka turnamenpun disebarkan keluar dari Jakarta.
Oleh karena itu Ketua Umum PB PELTI telah menyampaikan kalau tahun 2006 tidak ada lagi pelaksana TDP yang tidak melunasinya sebelum turnamen dilaksanakan. Kalau ada yang bandel dengan berat hati akan tidak diakui sebagai TDP dan dihapus dari kalender resmi TDP.

AFR menyadari resiko duduk dalam kepengurusan induk organisasi tenis di Indonesia. Kalau berhasil tidak pernah disanjung tetapi kalau gagal akan mendapatkan cacian yang bertubi tubi. Saya kira semua anggota pengurus PELTI sudah menyadarinya.

Tidak ada komentar: