Selasa, 25 Maret 2008

Pembicaraan sekitar Turnamen tanpa wasit

Jakarta, 25 Maret 2008. Disela sela turnamen Jubilee School 14 U Asian Tennis Champs 2008 di lapangan tenis Kemayoran, Christian Budiman, Slamet Utomo dan AFR menyempatkan diri untuk berbincang bincang mengenai permasalahan tenis Indonesia khususnya petenis yunior.
Pembicaraan mengenai tindakan PP Pelti dalam pelaksanaan Salonpas International Junior Champs dan Jubileee School 14 U Asian Tennis Champs 2008 dengan tidak menggunakan wasit. Memang posisi induk organisasi sepertinya serba salah. Yang satu inginkan agar sportivitas sudah waktunya digalakkan dengan mulai berani menerapkan pertandingan tanpa wasit. Disatu sisi Pelti juga sedang mengembangkan wasit tenis sebagai profesi yang menjanjikan. Kalau dipikirkan sepertinya saling bertentangan. Profesi wasit sudah mulai menunjukkan hasil menuaskan karena sudah mulai banyak wasit yang betul betul bekerja hanya menjadi wasit. Bukannya pekerjaan sampingan. Sehingga dikuatirkan kalau turnamen yunior tanpa wasit maka akan mematikan pemasukan bagi kehidupan wasit. Tetapi oleh AFR dijelaskan kalau Pelti juga memberikan lahan lainnya dengan meningkatkan turnamen kelompok umum yang tentunya harus menggunakan wasit. Bukan berarti turnamen yunior tanpa wasit, karena tanpa wasit dilakukan dari babak pertama, dan penggunaan wasit mulai babak kuarter final .

Oleh Christian Budiman disampaikan kesiapan petenis yunior menghadapi perubahan ini. Memang betul sekali kalau sportivitas itu harus digalakkan kembali, tetapi apakah petenis yunior sudah siap. Ini pertanyaan menarik karena petenis asing sudah biasa tanpa wasit. Memang berat juga tetapi sudah harus berani memulainya. AFR jelaskan juga selama ini petenis yunior Indonesia terlalu manja, akibatnya prestasinya juga tidak begitu menonjol. "Kita coba saja mulai sekarang, dan tidak perlu kasihan karena tenis itu perlu perjuangan berat untuk menjadi juara." ujar AFR.

Disela sela pembicaraan, AFR sempat tilpon ke Lius Pongoh dari PB PBSI yang digembar gemborkan PBSI telah berhasil melakukan uji forensic di RS POLRI atau RS Sukamto, sehingga Pelti diminta meniru apa yang dilakukan PBSI dalam ranga memberantas kasus curi umur.
Jawabannya sudah diperkirakan AFR karena sempat beritahukan kepada orang tua petenis yunior yang dengan gencarnya minta Pelti melakukan uji forensic.

Hasil dari uji forendic ternyata tidak bisa berikan data yang akurat, karena yang diberitahu kalau atlet tersebut lahir antara tahu ini dan tahun itu.
Jadi diakui juga kalau hasilnya tidak bisa digunakan sebagai patokan curi umur. Setelah itu AFR langsung kirimkan SMS ke orangtua petenis yang getol sekali minta uji forensic agar diketahui dan sudah dilaksanakan keinginan mereka.

Disamping itu pula dibicarakan mengenai peserta tuan rumah yang selama bertanding atlet didampingi oleh Orangtua atlet sehingga maksud dan tujuan ITF agar ada rasa kebersamaan antar atlet seharusnya diciptakan dengan tidak ikut campurnya orangtua maupun pelatih privatnya

1 komentar:

Revina mengatakan...

Maju terus, Turnamen Yunior tanpa wasit !. Biarlah WAKTU yang akan memproses karakter petenis ke arah yang lebih baik. Sebagai orang tua, mari kita dukung hal yang baik ini. Segala 'insiden' yang terjadi di lapangan, biar jadi pil pahit yang akan membuat petenis Indonesia lebih matang dan siap untuk menpunyai mental seorang JUARA.