Selasa, 16 September 2008

Pembohongan Publik di TDP

16 September 2008. Pembohongan publik bukan hanya milik politikus karena bisa terjadi juga di tenis. Indikasi kesana mulai terlihat. Hal ini terungkap disaat acara pembukaan turnamen yunior Bakrie Masters 2008 di lapangan tenis Klub Rasuna Jakarta diakhir Agustus 2008. Kejadian ini diketahui oleh August Ferry Raturandang setelah membaca berita di www.indotennis.com.

Sebagai pelaksana Tony Sangitan menyampaikan kepada IndonesiaTennis, bahwa pemenang Bakrie Junior Masters ini akan memfasilitasi 8 peserta terbaik dari Kelompok Umur 12 dan 14 Putra/i untuk mengikuti turnamen " Milo" di Perlis Malaysia dalam waktu dekat ini, sementara pemenang KU lainnya akan diberikan bantuan biaya pembinaan yang besarnya belum diungkapkan. Ketika ditanyakan kenapa hanya KU 12 dan 14 yang dikirim, sementara penyelenggaraan turnamen Masters dilaksanakan untuk KU 10; 12; 14; 16 dan 18, Tony menjelaskan bahwa hanya untuk KU 12 dan 14 saja yang ada di turnamen tsb. Namun dari penelitian IndonesiaTennis, turnamen "Perlis Milo International Junior Tennis Championships" ternyata menggelar KU 18, 16, 14, 12, 10, 8 dan 7 tahun. Janji awal yang masuk Masters diberikan fasilitas untuk kelompok umur yang dipertandingkan sejak seri pertama. Dengan dalih di Malaysia tersebut hanya ada kelompok umur 12 tahun dan 14 tahun saja juga tidak benar. Ini namanya mengelabui peserta dengan info2 yang salah. Yang harus dipertanyakan kenapa sampai terjadi perbuatan tersebut.

Jika selenggarakan turnamen berseri dengan akhir turnamen dalam bentuk Masters maka hadiah kepada juarapun seharusnya sama disemua kelompok umur yang dipertandingkan di seri maupun Masters. Tidak ada pengecualian terhadap kelompok umur. Kalau kejadian seperti Bakrie Masters , pemberitahuan perubahan terjadi di Mastersnya maka tindakan ini tidak bijaksana dan memalukan nama turnamen Bakrie Masters. Akan muncul ketidak percayaan publik tenis terhadap pelaksana turnamen tersebut.

Membaca berita seperti ini August Ferry Raturandang menyayangkan sampai terjadi. Sebagai pembina tenis seharusnya menyadari kalau seharusnya sportip dalam janji dan realitanya. Kesalahan awal terjadi dalam melaksanakan turnamen tenis Bakrie Series dijanjikan iming iming hadiah kepada peserta, dengan tujuan agar mencari minat peserta. cara seperti ini kurang tepat sehingga keikut sertaan atlet disebabkan adanya iming iming tersebut. Sedangkan disatu sisi turnamen adalah kebutuhan atlet. Jikalau atlet yunior sudah diberikan iming iming hadiah maka motivasi ikut turnamen bukan lagi suatu kebutuhan untuk prestasi tetapi sebaliknya. Ini masalah serius sekali kalau tidak disadari. Ini menurut pengamatan August Ferry Raturandang pribadi.

Masalah ini disebabkan tidak transparan penyelengara turnamen kepada peserta. Awal permasalahan adalah pemberian hadiah dalam bentuk beaya ikut serta turnamen diluar negeri. Pemberitahuan telah dilakukan kepada peserta diawal kegiatan di Pemalang, Cilacap maupun Tegal, disebar luaskan rencana hadiah bagi peserta yang masuk Masters di Jakarta

Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa bisa terjadi demikian ? Sewaktu seri pertama di Pemalang, Martina Widjaja Ketua Umum PP Pelti terkejut setelah membaca sendiri di Magelang saat Pembukaan TDP New Armada dalam leaflet turnamen Bakrie Pemalang Open tertulis diberikan hadiah uang Rp. 60 juta. Setiba di Jakarta Ketua Umum PP Pelti menelpon langsung Direktur Turnamen , menyampaikan kalau tidak diperkenankan TDP Yunior diberi hadiah UANG. Kemudian berkembang di Tegal, justru sudah diberitahu tetapi malahan menantang PP Pelti dengan tetap memberikan hadiah uang sebagai kompensasi transport. Ini juga suatu pelanggaran, tanpa konsultasi, tetapi menurut August Ferry Raturandang ada indikasi oknum Pelti ikut terlibat.

Teringat suatu saat di tahun 1996-1998 sewaktu masih menjabat Sport Manager Pusat Tenis Danamon Kemayoran. Diselenggarakan TDP Yunior. Oleh salah satu orangtua berasal dari Tegal mengeluh ke August Ferry Raturandang karena TDP tersebut tidak diberikan hadiah uang. Karena menurut pengakuannya semua TDP Yunior di Jawa saat diikutinya selalu berikan hadiah uang. Keluhan ini ditanggapi oleh August Ferry Raturandang dengan menanyakan , apakah membaca pemberitahuan TDP Yunior sebelum ikuti turnamen tersebut. Ternyata berita adanya TDP tersebut dari teman teman, bukan dalam bentuk publikasi secara tertulis. Sehingga oleh AF Raturandang katakan kalau penyelenggara tidak bisa disalahkan. " Silahkan saja minta hadiah uang ketemannya, karena Panpel tidak menyediakannya."

Kejadian Bakrie Masters terbalik. Sudah janjikan tetapi realisasinya tidak ada. Apakah hal ini bisa dikategorikan pembohongan publik ?

1 komentar:

tavare mengatakan...

Patut dijadikan contoh untuk ke depannya...dan tentu saja perlu bimbingan PP PELTI karena sebagai induk juga tidak lepas tangan.

Mengenai tindakan PP PELTI juga sudah betul dan sesuai aturan yang ada. Seharusnya pihak penyelenggara juga bisa menerima hal itu dengan lapang dada. Kalau memang ingin menggelar turnamen dengan hadiah uang juga tidak masalah, tapi di luar TDP..alias swasta...karena wewenang PP PELTI hanya sebatas turnamen TDP saja. Saya rasa itu cukup fair...

Sayang kalau Pak Ical sudah bersusah payah ingin memajukan pertenisan kita tapi terbentur masalah seperti itu. Mudah-mudahan ke depan akan lebih baik lagi, baik dari segi turnamen, panitai penyelenggara maupun pelaksana. Semoga semua bisa belajar dari kasus ini dan tidak berlanjut ke arah yang justru mematikan maraknya turnamen di Indonesia...

Maju terus tenis Indonesia..

-rovitavare-