10 September 2008. Menarik juga melihat pro dan kontra masalah tulisan di Majalah TENNIS edisi 128 tahun 2008 masalah " Uang dan Prestasi " maupun " Mata Duitan".
August Ferry Raturandang mencoba melihat dari sisi pribadinya terhadap kasus tidak banyak atlet tenis nasional terjun di turnamen internasional di Indonesia seperti Men's Futures maupun Women's circuit dibulan Agustus 2008.
Satu sisi ada kekecewaan dari induk organisasi tenis (Pelti) karena banyak petenis ranking 10 besar tidak turun diturnamen tersebut padahal diselenggarakn di Indonesia bahkan di Jakarta pun tidak diikutinya. Berbagai macam alasan yang muncul terhadap pembelaan diri dari yang ditudingkan. Induk organisasi tenis merasakan beban beaya yang dikeluarkan atlet tenis jika hendak mengejar prestasi keluar negeri, sehingga timbul gagasan diselenggarakan di Indonesia, tentunya dengan harapan kegiatan ini dimanfaatkan oleh petenis tuan rumah. Ini lebih efisien dan efektip. Tetapi kenyataannya bertolak belakang. Wajar wajar saja ada kekecewaan sehingga diungkapkan oleh media massa. Ini kekecewaan yang kedua kalinya. Tapi kekecewaan pertama beberapa tahun silam dimana PB Pelti selenggarakan 12 turnamen Pro Circuit yang terdiri 6 Men's Futures dan 6 Women's Circuit ). Kekecewaan saat itu karena hasilnya difinal keluar juara petenis asing. Kemudian muncul lagi statement dari pelatih yang katakan Pelti buang buang duit untuk petenis asing dan menyarankan lebih baik dana tersebut digunakan untuk kirimkan atlet keluar negeri. Kekecewaan sekarang adalah tidak ikutnya petenis tuan rumah dan juga hasil juara khususnya putra dipegang petenis asing.
Sebagai atlet yang terjun di olahraga tenis sudah disadari kalau sangat dan amat sangat membutuhkan DANA cukup besar. Mulai dari belajar tenis dilanjutkan ikut turnamen yunior sampai ProCircuit, semua butuh DANA. Awalnya ditanggung oleh ORANGTUA karena masih yunior baik itu turnamen dalam negeri maupun luar negeri. Kenapa harus keluar negeri, bukannya didalam negeri sudah cukup. Ini juga perlu dapat perhatian karena dengan ikut serta turnamen internasional maka menambah jam terbang bertanding dengan petenis asing. Ini butuh DANA juga. Yang sudah pasti dana diperlukan untuk IPIN (International Players Identification Number) sebesar US$ 25.00(awalnya) kemudian jika ikut turnamen Pro Circuit maka nambah US$ 20.00 lagi. Tapi IPIN cukup dibayar setahun sekali, bukan perturnamen. Begitu juga entry fee sekitar US$ 30.00 - 50.00. Perbedaan entry fee tergantung kategori turnamen. Belum termasuk akomodasi dan beaya tiket penerbangan.
Untuk yunior masih ada fasilitas yang meringankan dalam hal akomodasi GRATIS jikalau masuk babak utama dan tergantung kategori turnamen seperti Grade 1, atau 2 (Salonpas International Junior Champs) peserta babak utama bisa gratis akomodasinya sampai kalah. Nah, untuk masuk babak utama tentunya perlu merangkak dari bawah dimana harus bisa meningkatkan peringkat dunia yuniornya. Peringkat didapat dari turnamen internasional yang ada baik didalam negeri ataupun luar negeri.
Hal yang sama untuk putra jika bisa masuk kelas Challenger maka akan menikmati fasilitas free hospitality.
Jika TENIS adalah mata pencarian seperti yang diungkapkan atlet maka harus ada PRESTASI. Hal yang sama akan terjadi seperti waktu yunior. Harus investasi dulu istilah kerennya .Karena harus ikuti turnamen Pro Circuit paling rendah kelasnya yaitu Men's Futures ( $ 10,000 - 15,000 ) dan Women's Circuit ($ 10,000 ).
Jika bisa masuk babak utama, maka bisa menikmati hadiah prize money. Untuk masuk babak utama berarti harus aktip ikuti turnamen internasional.
Makin besar prize money di turnamen internasional maka makin besar prize money didapat. Untuk bisa menikmati prize money maka harus bisa masuk babak utama. Masuk kebabak utama harus bisa punya peringkat dunia yang baik atau berjuang di kualifikasi. Tapi kadang kadang dibabak kualifikasi sudah banyak diikuti oleh petenis lainnya yang punya peringkat dunia juga.
Inilah jalur yang harus digeluti atlet tenis, dan masih bisa dijalankan seperti yang telah dilakukan oleh Elbert Sie, Christopher Rungkat untuk putra dan Romana Tedjakusuma, Sandy Gumulya, Jessy Rompies, Beatrice Gumulya, Lavinia Tananta, Ayu Fani Damayanti dll untuk putri.
Kala ini berbagai macam petenis di Indonesia, baik yang mantan petenis nasional maupun nasional. Ada yang cukup PUAS dengan ikuti turnamen nasional yang juga ada prize money, tetapi tidak mau ikuti turnamen internasional baik didalam negeri, apalagi diluar negeri. Masalahnya adalah DUIT yang didapat lebih mudah di turnamen nasional. Dan nilainya cukup besar. Kalau yang masuk kriteria ini sulit akan berkembang lebih tinggi. Mau dapat PRESTASI maka harus berkorban dulu baik materi maupun tenaga.
Yang menjadi masalah jikalau turnamen dalam negri berkurang atau suatu saat tidak ada maka so pasti petenis yang tidak mau ikut keluar negeri akan turun prestasinya.
Masalah sekarang adalah kepuasan atas hasil didapat. Jika cukup puas dengan kondisi sekarang dengan mendapatkan uang dari turnamen nasional ataupun Tarkam istilah media massa, maka kecil kemungkinan bisa berprestasi dunia.
Masuk tim nasional hanya suatu kebanggaan tetapi uang didapat kecil, tetapi kalau mendunia maka dolar yang masuk akan lebih memuaskan. Ada jaminan masuk tim nasional pasti ada jika petenis Indonesia bisa mencapai peringkat dunia 200 an, apalagi sampai 100 besar dunia sangat naif kalau induk organisasi menutup pintunya. Saat ini berbeda dengan masa lalu, karena sekarang sudah minim sekali rasa nasionalisme, akibat profesionalisme di tenis sudah besar sekali. Tidak heran juga jika ada atlet dipanggil masuk tim nasional kemudian menolaknya.
Ini semua pendapat pribadi August Ferry Raturandang, bukan dengan maksud untuk mendeskreditkan atlet tenis atau membela induk organisasi. Karena apa yang dilakukan sekarang sah sah saja karena itu hak masing masing pihak. Begitu juga kekecewaan dari induk organisasi tenis, sah sah saja.
Tinggal pilih cukup puas dapat Rp. 100.000 atau US$ 100.00, sama sama cepek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar