14 September 2008. Banyak laporan yang masuk sebagai koreksi terhadap kepengurusan Pelti ditingkat Pusat. Salah satunya datang dari pelatih Singaraja yang sering membawa atlet yunior Singaraja ikuti Turnamen nasional di pulau Jawa. Namanya Gunadi Winata dengan panggilan Akun. Dia ini seorang pengusaha restoran di Singaraja berusia sekitar 56 tahun berkacamata dan banyak ceritanya dan terkenal sangat sosial terhadap petenis yunior di Singaraja.
"Mau tahu kenapa turnamen di Blitar itu tidak berlanjut. Awalnya turnamen senior yang sukses karena banyak petenis nasional hadir kemudian terakhir menjadi turnamen yunior." pertanyaan ini ditujukan kepada August Ferry Raturandang. Memang tahun 2008 terhenti pelaksanaannya sedangkan terakhir kalinya adalah tahun 2007. Sebenarnya August Ferry Raturandang sudah mendengar selentingan tidak berlanjutnya turnamen di Blitar dengan nama Agung Cup.
"Ibu itu, pernah cerita kalau ditekan oleh Pusat." ujarnya tanpa menyebutkan nama sumbernya. Kata ditekan menarik perhatian August Ferry Raturandang, apa maksudnya, dan dimana letak kesalahan yang muncul. Kira kira yang dimaksudnya sehingga lebih jelas permasalahannya. Dikatakan pula selama ini petugasnya mulai dari yang menyusun order of play (Referee maksudnya) sampai tournament desk dan wasit dari Jakarta.
August Ferry Raturandang katakan senang adanya masukan seperti ini, karena yang di Jakarta tidak mungkin harus mendatangi seluruh turnamen didaerah.
Kemudian dijelaskan setelah beberapa kali selenggarakan Agung Cup kelompok umum dengan memberikan hadiah prize money, PB Pelti saat itu belum menagih sanction fee seperti yang tercantum dalam Ketentuan Turnamen Diakui Pelti." Kami meminta setelah berjalan beberapa tahun. Dan minta fee tersebut pada turnamen terakhir saja. Saat ditanyakan ke penyelenggara, baru mereka terkejut dan merasa bukan dibantu tetapi malahan minta dibayar sanction fee. Ini sudah ada ketentuannya saat itu hanya 10 % dari prize money. Dan sudah lazim didunia pertenisan. Kami baru tagih setelah beberapa kali selenggarakan."
Oleh August Ferry Raturandang katakan kalau dalam ketentuan hanya tenaga Referee saja yang harus ditunjuk oleh PB atau PP Pelti. Sedangkan wasit, tenaga tournament desk tidak perlu dari Jakarta. "Saya tidak perlu sebutkan nama petugas dari Jakarta. Bisa dilihat dalam laporan mereka." Walaupun tidak melihat laporan Panpel, August Ferry Raturandang sudah mengerti maksudnya dan siapa pelaku pelakunya tersebut diatas yang mayoritas berasal dari luar Blitar yaitu dari Jakarta. Yang jadi masalah kota Blitar tidak punya wasit. "Siapa yang memaksakan seperti itu. Ini yang akan kami selidiki. Tidak usah kuatir sekarang diijinkan turnamen yunior tanpa wasit. Nanti dibabak kuarter final baru gunakan wasit. Enteng 'kan. Lain kali jika berkonsultasi dengan PP Pelti langsung kepengurusnya. "
Oleh AF Raturandang ceritakan sekarang ada tenaga full time yang keliling diturnamen tenis di pulau Jawa menawarkan diri sebagai petugas tournament desk maupun wasit, karena profesinya demikian. "Ini sih wajar wajar saja, dan bisa ditolak kalau mau dan sudah punya pilihan. tapi yang jelas bukan PP Pelti yang memaksakan. PP Pelti hanya menunjuk tenaga Referee saja. Kalau ada yang memakai nama PP Pelti segera beritahu. " Sinyalemen seperti ini sudah lama terjadi dan dijanjikan dimasa mendatang PP Pelti akan memperbaiki TDP-TDP yang ada.
Selanjutnya AF Raturandang katakan , banyak keluhan yang masuk mengatakan sudah berkonsultasi dengan PB atau PP Pelti. Ternyata berhubungan bukan orang yang tepat. " Yang terima telpon adalah resepsionis, atau orang yang tidak berhak menjelaskan tentang aturan seperti ini. Seharusnya diteruskan kepada yang bertanggung jawab soal turnamen kalau untuk turnamen. Banyak sekali yang tidak bisa sebutkan nama petugas di PP Pelti.Bisa juga terjadi justru tamu PP Pelti yang sering nongkrong cari ordran istilahnya, yang mengangkat telpon tersebut. Entah apa maksudnya. Ini juga akan ditertibkan. "
Oleh Raturandang diceritakan pernah kejadian ada mantan wasit yang telah beralih profesi menjadi tournament desk di turnamen2 , sedang bertamu dikantor Pelti. Kemudian datang tamu dari instansi yang berkunjung menanyakan soal peraturan turnamen. " Langsung disambarnya, karena dianggap marketnya. Kebetulan saya mendengar langsung apa yang dijelaskannya itu salah. Langsung saya marahin dan saya usir dari kantor Pelti." Hal seperti ini rupanya sering terjadi tanpa sepengetahuan pengurus Pelti sendiri.
Saat ini kantor PP Pelti sudah direnovasi, dan sedang ditertibkan petugas petugasnya dan tamu yang masuk kekantor. Bukan berarti menolak tamu, hanya karena sering kejadian bertamu tetapi tamunya bermain games di komputer PP Pelti. Sedangkan penaggung jawab kantor Sekretaris Eksekutif PP Pelti diam saja.
Banyak PR yang harus diperhatikan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat tenis di Indonesia. Semoga masalah pelayanan ini mendapatkan perhatian dimasa mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar