21 September 2008. Masalah curi umur atau catut umur adalah masalah klasik terjadi di tenis yunior maupun olahraga Indonesia, bahkan bukan hanya tenis tapi cabang cabang olahraga lainnya juga sangat menonjol. Ibaratnya Maling lebih lihai dari Polisi.
Setelah capek mengurus sendiri pendataan atlet yunior disetiap Turnamen nasional (TDP)selama tahun 2007, tetapi tidak didukung sepenuhnya baik oleh pelaksana TDP mulai dari Panpel sampai dengan Referee sekalipun. Tidak ada keinginan membantu ataupun mendukung bahkan menjurus melecehkan diterima selama ini. Ketentuan TDP sudah jelas kalau semua daftar nama atlet yang mendaftar diharuskan dikirimkan ke induk organisasi tenis yang berkedudukan di Jakarta, Pelti. Ini salah satu cara agar bisa mencegah kasus kasus curi umur. Tetapi dalam kenyataannya masing masing pihak seperti tidak punya kewajiban kirimkan daftar nama nama tersebut. Akibatnya pelanggaran sudah terjadi baru ketahuan setelah dikirimkannya hasil pertandingan.
"Ngapain pusing pusing, biaran aja AFR yang pusing." demikian ucapan yang masuk.
Bahkan untuk mencegah diturnamen berikutnya diupayaka agar bisa dicegah oleh petugas pertandingan dalam hal ini yang ditunjuk oleh Pelti yaitu Referee, tetapi responsnya sangat menyedihkan bahkan ada yang sampai melecehkan August Ferry Raturandang.
Penah kejadian di Senayan didepan mata August Ferry Raturandang mengirimkan surat ke Pelaksana TDP yunior dan memberitahukan kalau nama2 yang terlibat dengan 2 akte kelahiran yang berbeda tahun, tetapi hanya dapat tanggapan yang menyakitkan. " Oh , hanya memberitahukan saja." ujar Referee saat itu sambil berjalan angkuh seolah olah seorang penguasa lewat, dengan tidak menghormati seorang yang lebih tua dihadapan orangtua lainnya. Hanya karena bisa menahan diri saja sehingga dibiarkan begitu saja. Memang kalau diingat ingat sangat menyakitkan, tetapi karena menjelang MUNAS Pelti 2007 ( November 2007) sehingga ada pemikiran tidak usah cari musuh karena sudah mau lengser, maka kasus ini dibiarkan berlalu. " Atletnya yang terlibat kasus curi umur tetap dimainkan."
Bahkan ada pelatih dari Bandung yang atletnya punya 2 copy akte kelahiran, dimintakan agar AFR mau mengerti sebab-sebabnya sampai terjadi demikian. "Ya atlet tersebut keluarganya berantakan. Minta dikasihani."
Kenyataannya atlet tersebut prestasinya tidak ada yang melejit, dan hampir semua atlet yang terlibat atau dicurigakan mempunyai prestasi sampai disini saja. Maklu saja kasus curi umur terjadi disaat usia 10 th, 12 th dan 14 tahun. Masuk ke usia lebih diatasnya, prestasinya jalan ditempat.
Ini sekedar uneg uneg dalam menangani sendiri masalah pencatutan umur atlet tenis yunior selam tahun 2007.
Memasuki tahun 2008 dikuartal keempat, August Ferry Raturandang menerima laporan dari pelatih Bunge Nahor makin maraknya petenis yunior dalam pencatutan umur. Dari nama nama yang diberikan ternyata belum ada copy aktenya di file August Ferry Raturandang.
"Kita semua harus bisa saling bahu membahu membantu pencegahan pencatutan umur. Ini akibat TDP yunior banyak menjanjikan hadiah hadiah berupa uang cash. " ujar August Ferry Raturndang. Lebih sedih dan pahit rasanya mendapatkan tanggapan seolah olah kalau bukan TDP, halal hukumnya adakan turnamen yunior dengan hadiah uang.
" Bagaimana caranya mau bantu selediki kasus catut umur. Berikan surat penugasan kepada saya untuk selidiki kasus catut umur." ujar Bunge Nahor. Tetapi dijelaskan oleh August Ferry Raturandang , bisa lakukan penyelidikan tanpa surat penugasan kalau punya niat yang baik . "Penyidikan itu bukan tugas Pelti. Ada aparat yang punya tanggung jawab." ujar August Ferry Raturandang. Dianjurkan jika mempunyai copy akte kelahirannya, maka diketahui kantor Catatan Sipil yang mengeluarkan akte tersebut. Nanti Pelti akan kirimkan surat ke Kantor Catatan Sipil tersebut. Surat itu bisa dibawa sambil selediki langsung. "Saya punya pengalaman ditahun 1990an. Datang ke Kantor cacatan sipil Surabaya sudah mempunyai copy akte kelahiran petenis yunior tersebut, dan minta dicocokan."
OLeh August Ferry Raturandang sempat kecewa disaat ingin tahu keabsahan akte kelahiran petenis kelahiran Sumatra Selatan, awalnya mendapatkan informasi tetapi setelah dikirim surat resmi kekantor Catatan Sipil, mendapatkan jawaban bahwa akte tersebut sah. Tetapi di tahun 2008, August Ferry Raturandang menemukan bukti baru yaitu entry form Persami Piala Ferry Raturandang di Palembang, ternyata petenis tersebut yang juga ikuti turnamen tersebut, ditemukan tahun kelahirannya berbeda. Hanya sayangnya bukti itu lupa diletakkan dimana. Memang ada kelemahan dari entry form tersebut, apakah yang mengisinya atlet tersebut atau orang lain, ini perlu pembuktian. Sebagai pelipur lara ketika ada pelatih yang menanyakan atlet tersebut, August Ferry Raturandang katakan bisa dilihat prestasinya sampai dimana sekarang, melejit atau diam ditempat.
Bagaimana menghadapi tahun 2008 kedepan.? Menurut August Ferry Raturandang, sebaiknya semua pihak ikut membantu, terutama telah dibentuknya FORKOPI ( Forum Komunikasi Orangtua Petenis Indonesia ) yang awalnya cukup mengebu gebu, tetapi saat ini kelihatannya sudah tidak banyak tindak lanjut. Dalam diskusi yang dilakukan di Senayan, FORKOPI minta bantuan PP Pelti. tetapi hanya dalam forum tersebut inisiatipnya muncul.
Anjuran August Ferry Raturandang adalah jika ada indikasi atlet yang memalsukan umurnya, lihat ke copy akte kelahirannya. Setelah itu telusuri di kantor catatan sipil dimana dikeluarkan akte tersebut. Anggota FORKOPI itu tersebar diseluruh Indonesia, sehingga lebih mudah menelusurinya. Bisa juga cek dengan file yang ada sama PP Pelti. Ini harapan semua pihak agar bukan hanya wacana saja.
"Gitu aja kok repot repot. Tinggal mau apa tidak ."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar