Jakarta, 29 Januari 2010. Pertemuan hari ini antara FORKOPI dengan PP Pelti cukup ramai juga karena ada ketidak puasan atas kebijakan PP Pelti terhadap Seleknas KU 16 tahun, yang dipandang perlu mendapatkan masukan sebelum memberikan keputusan.
Tetapi bagi saya yang lebih banyak diamnya, dibandingkan banyak bicara, kecuali diminta oleh pimpinan rapat Johannes Susanto. Lebih cenderung menganalisa mau kemana arah pembicaraan tersebut. Yang sebenarnya saya sudah tahu betul maksud dan tujuannya.
Sebelum semua pembicaraan selesai, maka saya minta ijin kepada Johannes Susanto selaku yang mengundang mereka untuk menyampaikan sedikit anjuran.
Sayapun menghargai pertemuan seperti ini yang sudah memasuki untuk kedua kalinya. Dan saya sangat menghormati upaya yang dilakukan oleh rekan rekan yang mengatas namakan sebagai wadah resmi bagi para orangtua petenis di Indonesia, yaitu FORKOPI. Dan Pelti sebagai induk organisasi lebih senang jika bisa dikoordiner sesuai harapan masyarakat banyak atas sepak terjang FORKOPI ini. Saya sendiri sebenarnya masih meragukan sepak terjang mereka karena dalam pengamatan saya ini lebih cenderung memikirkan kepentingan anak sendiri dibandingkan kepentingan anak orang lain.
Sayapun minta bantuan sebagai bentuk kerjasama lebih bermanfaat antara FORKOPI dengan Pelti karena selama ini biang kerok kekacauan penyelenggaraan turnamen tenis adalah akibat ulah orangtua sebagai biang protes , yang anggota FORKOPI (Forum Komunikasi Orangtua Petenis Indonesia) ini , bahkan peristiwa terakhir di Surabaya Ketua FORKOPI mengata ngatai petugas pertandingan dengan kata MONYET. Seharusnya sadar fungsi mereka di setiap turnamen yaitu PENONTON saja. Laporan dari Referee justru yang beri contoh Ketuanya. Disamping itu juga saya minta tolong kepada organisasi ini dalam kasus CURI UMUR atlet tenis dimana pelakunya adalah orangtua petenis, yang juga sebagai anggota FORKOPI ini. Permintaan saya ini sepertinya tidak mau dilayani karena ketidak mampuannya dan dengan mengalihkan ke cerita lainnya. " Apakah saudara saudara SANGGUP apa tidak? "
Ternyata permintaan saya untuk mendapatkan jawaban SANGGUP tidak berani dikeluarkan. Bahkan sudah ditambah oleh Johannes Susanto." Seharusnya sanggup." Toh tidak berani menjawabnya. Bahkan saya bisa bantu mereka menunjukkan fotocopy akte kelahiran yang MERAGUKAN. Tidak perlu semua petenis diperiksanya, cukup yang mencurigakan. Jangan hanya ribut ribut di turnamen yang bikin kesal Referee yang bertugas. Sayapun katakan Pelti tidak sanggup, coba bantulah kami. Sayapun sempat memukul meja karena masing masing berbicara tidak menjawab pertanyaan saya. Ini sikap keras saya karena saya sedang serius.
Permintaan ini sebenarnya sudah pernah saya kirimkan dengan email kepada mereka dan tidak ditanggapi. Kekecewaan saya dengan keberadaan FORKOPI bisa membantu permasalahan pertenisan kita semua tetapi hasilnya masih dipertanyakan. Yang saya ketahui hanyalah kalau ada keputusan PP Pelti selalu muncul dengan protes protes mengatasnamakan FORKOPI yang sebenarnya menurut saya pribadi hanyalah trik trik Ketuanya untuk mencari perhatian belaka.
Setelah keluar dari ruang rapat saya bertemu tamu salah satu orangtua lainnya yang bertamu ingin bertemu saya. "Apa itu FORKOPI" itulah pertanyaannya membuat saya heran karena putrinya juga salah satu petenis DKI yang aktip disetiap turnamen tetapi tidak tahu ataupun tidak mau tahu. Ini yang saya kurang tahu.
Bahkan ada pertanyaan dari rekan lainnya, yaitu " Kapan sih dan dimana berdirinya FORKOPI."
Hal yang sama ketika berbicara dengan pelatih Bunge Nahor soal FORKOPI, justru mengatakan tidak mengakui keberadaan FORKOPI. Kesimpulan saya FORKOPI itu hanyalah milik segelintir orang saja di Jakarta. Saya hanya kuatir saja bahwa sepak terjang oknum tertentu dengan berlindung diwadah organisasi. Karena nyatanya justru biang ributnya adalah salah satu petingginya seperti laporan yang saya terima dari rekan Referee.
Masalah seleksi nasional KU 14 tahun, sempat masuk berita kalau akan diambil alih oleh FORKOPI inisiatip seleksi, sedangkan Pelti sudah memutuskan kalau tidak ada seleksi. Berita menyebar kepara orangtua untuk tujuan tertentu. Sedangkan sikap Pelti tetap tidak berubah. "Silahkan seleksi sendiri." Ternyata keinginan itu tidak dapat tanggapan dari orangtua. Dan akhirnya keputusan tetap ditangan PP Pelti.
Akhirnya saya terima SMS dari salah satu orangtua petenis . " Kiapa deng tu FORKOPI ? Kt liat2 so tarlalu byk dikase angin jd makin jadi..."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar