Jakarta,16 Januari 2010. Ada tudingan maupun kata kata kurang bijak atas apa yang saya lakukan untuk pertenisan di Tanah Air. Bukan hanya kegiatan turnamen tetapi kegiatan lainnya. Karena selama ini saya selain aktip selenggarakan turnamen baik Piala Ferry Raturandang (Persami)maupun RemajaTenis bukan hanya di Jakarta bahkan sudah melebar kedaerah daerah seperti di Palembang, Cilegon, Bandung, Sidoarjo, Manado,Singaraja, Balikpapan, Palangka Raya untuk Piala Ferry Raturandang . Kalau RemajaTenis di Jakarta, D.I.Y, Cirebon, Medan dan Mataram.
Dua tahun lalu saya selenggarakan penataran pelatih ITF Level-1 National Coaches course di Senayan. Responsnya cukup besar, bisa dibayangkan datang dari Papua, Papua Barat, Sumbawa dll.
Melihat perlunya peningkatan SDM bukan hanya petenisnya tetapi juga pelatihnya maka sayapun tergerak untuk selenggarakan penataran kepelatiah. Pengalaman saya dua tahun silam bisa selenggarakan ITF Level-1 coaches course dimana Pelti tidak keluar dana maka inisitaip ini saya kemukakan kepada bidang yang menangani selama ini, bukan PP Pelti. "Ada kesan saya cari untung." inilah dia jawaban negatip yang saya terima sehingga sayapun mulai kendor masalah kepelatihan pelatih. Saya hanya bisa menghimbau daerah daerah agar sadar kepentingan peningkatan kualitas pelatihnya harus dapat perhatian. Apa lagi kedepan kepentingan daerah di PON XVIII di tahun 2012 butu perhatian pelatihnya.
"Mau cari untubg." begitulah saya sering terima baik secara langsung maupun tidak di turnamen Piala Ferry Raturandang dan Remaja Tenis. Terakhir kali sewaktu selenggarakan RemajaTenis di D.I.Y sehingga citra Remajatenis (katanya) sedikit negatip dimasyarakat tenis DIY khususnya. Ini karena saya tidak sediakan T-shirt yang jadi bahan guncingan yang gencar.
Mau cari untung, dan saya hanya menanggapi dengan mengatakan seharusnya Anda berdoa saya harus untung untuk kegiatan tersebut. Kalau tidak untung saya tidak akan dua kali selenggarakan ditempat Anda. Seangkan kaos itu bukan kebutuhan atlet, yang penting adalah turnamennya. Keluhan seperti ini datangnya bukan dari anak anak yang sangat butuh terhadap turnamen. Ocehan datang secara gamblang didepan saya dengan cara cara menyedihkan bagi saya dilakukan orang yang jauh lebih muda usianya.
Tetapi ini datangnya dari satu dua orangtua atau pelatih, sedangkan mayoritas tertawa atas ulah orangtua seperti ini . "Datang kemari untuk cari turnamen bukan kaos." begitulah tanggapan dari orangtua yang datang dari Surabaya ke Jogja saat itu.
Hal yang sama juga sewaktu saya sampaikan keinginan diselenggarakan ITF Level-1 National Coaching Course, menurut adik saya sendiri seperti yang disampaikan oleh rekannya adalah saya cari untung. Sehingga sedikit berat untuk memenuhi kehendak selenggarakan ITF Level-1 Coaching course. "Ya, apa boleh buat ." Padahal mereka ini lupa kalau saya paling sering terima pertanyaan melalui telpon seluler saya masalah keinginan ada penataran pelatih.
Bulan Desember 2009, saya disampaikan oleh rekan rekan dari Tabloid Tennis, ada keinginan selenggarakan ITF Level-1 National Coaches course. Langsung saya dukung dengan edarkan surat kedaerah daerah. Yang lebih hebat begitu saya kirimkan SMS ke nomer nomer HP pelatih maupun pengurus didaerah, langsung masuk pendaftaran sekitar 17 peserta yang berminat ikuti kegiatan ini. Ini sebagai contoh betapa penataran pelatih sangat ditunggu tunggu oleh pelatih didaerah daerah. Kalau dua tahun silam pesertanya beberapa mantan petenis sebegai peserta (Bunge Nahor, Albert Polohindang, Achmad Yusuf, Erni, Paulinawati, Mario dll).
Untuk ITF Level-1 National Coaches Course yang diadakan tangal 7-13 Februari 2010 di Senayan, ikut mendaftar mantan petenis nasional Prima Simaptiaji dan Wukirasih Sawondari (Bali). Muncul permintaan dari Linggau (Sumsel), Riau, Palangka Raya, Bali, Makassar, Papua dan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar