Mataram 1 Januari 2010. Bernostalgia di kota Mataram cukup mengasyikkan juga.Setelah tahun 1965 saya meninggalkan kota Mataram , saya masih sempat kembali pada tahun 1991 lalu dengan urusan tenis pula.
Sekarang tahun 2009 saya bisa kembali lagi dengan tujuan untuk menggalakkan kota Mataram atau Prov. Nusa Tenggara Barat dengan turnamen tenis nasional yunior. "Ini saat yang baik bagi saya menyumbangkan pikiran dan tenaga bagi pertenisan Nusa Tenggara Barat. Saya merasa juga dibesarkan di Ampenana/Mataram soal tenis. Pernah mewakili NTB di PON V Bandung tahun 1961. Jadi sudah waktunya saya berikan kesempatan buat turnamen nasional yunior."
Ternyata sambutan cukup besar datang dari petenis Singaraja, Denpasar, Bima, Sumbawa, Sumbawa Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat. Dan juga datang dari Riau, Sukoharjo untuk tampil di kota Mataram.
"Ini yang kami tunggu tunggu ada turnamen nasional." ujar salah satu orangtua di lapangan tenis DPRD Prov NTB saat pembukaan pagi ini kepada August Ferry Raturandang. "Terima kasih Bapak sudah beri kesempatan ada turnamen nasional." ujarnya pula didukung oleh beberapa orangtua yang baru saya kenal.
Saya sendiri cukup bangga bisa realisasikan keberadaan turnamen nasional yunior di Mataram. "Saya baru sadar akhir akhir ini kalau saya orang Lombok juga." ujar saya kepada Andi Hadianto SH Ketua Pengprov Pelti NTB.
Menyadari sekali disetiap pelaksanaan turnamen tenis yunior yang jadi biang kerok perdebatan adalah orangtua. Sayapun tidak hilang akal, langsung saya buat himbauan yang cukup besar sehingga bisa dibaca oleh masyarakat masalah hak mereka disetiap turnamen. Tetapi tetap saja ada yang malas membacanya.
Sayapun sewaktu di lapangan Handayani sempat mendengar omelan salah satu orangtua dari Singaraja. "Ini turnamen tidak profesional." ujarnya kepada saya. Yang dimaksudnya adalah tidak ada wasit dan ballboys diangapnya tidak profesional. Sayapu menerangkan kepadanya karena dianggap melanggar peraturan tanpa wasit dan ballboys. Akhirnya saya jelaskan dengan baik agar mau mengerti permasalahan turnamen. Sayapun mengganggap orangtua ini belum pernah ikuti turnamen di pulau Jawa, Setelah itu diapun kaget waktu mendengar turnamen bisa berlangsung tanpa wasit maupun ballboys. Setelah itu dia tidak banyak komentar. Begitu juga orangtua lainnya setelah mendengar penjelasan saya akhirnya mau mengerti. Dan tidak ada satupun peserta yang protes masalah ini. Memang say lakukan tanpa wasit khususnya KU 14 tahun, 16 thun dan 18 tahun, tetapi KU 10 tahun dan 12 tahun tetap menggunakanwasit karena sya mengganggap anak anak ini belum banyak yang bisa menghitung sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar