Jakarta, 5 Januari 2010.Diawal tahun 2010 masih banyak masalah yang harus dikerjakan atau bisa dikatakab PR di tahun 2009 yang belum sempat digarap. Salah satunya adalah masalah catut umur yang tetap selalu ada dipertenisan kita. Bukan hanya tenis saja terjadi hal ini, karena ini merupakan penyakit kronis disetiap cabang olahraga. Sejak masih sebagai petenis yuniorpun saya sudah merasakan keberadaan petenis tidak sportip seperti ini.
Kenapa bisa tetap berlangsung , yang menurut saya di pertenisan karena tidak ada ketentuan hukumannya. Tetapi untuk tahun 2010, sudah dicantumkan dalam Ketentuan Turnamen Diakui Pelti masalah hukumannya yaitu diskors tidak boleh ikut TDP selama 1 (satu) tahun. Berarti tertutup ikut serta disemua TDP, bukan hanya kelompok umur saja.
Diakhir tahun 2009, sewaktu berada di Mataram saya menerima SMS dari salah satu orangtua petenis yang sedang mengikuti turnamen Pemalang Open di Pemalang. Tercatat memiliki KTA Pelti kelahiran tahun 1997 , ikut di KU 12 tahun. Sayapun hanya bisa menganjurkan agar bersabar dulu karena saya akan melihat file di PP Pelti sewaktu mengisi Formulir KTA Pelti.
Langsung sayapun mencoba kirim SMS ke Wakil Ketua Pengprov Pelti Jawa Tengah yang juga berdomisili di Kudus yang menurut yang bersangkutan masih juga sebagai Ketua Pengkab Pelti Kudus. Dan lucunya dapat jawaban yaitu gampang saja tanyakan kalau dia punya KTA Pelti Kudus. Ini jawaban tidak menolong, karena di setiap TDP Nasional yang berlaku adalah KTA Pelti yang dikeluarkan oleh PP Pelti. Akhirnya tidak ketemu dalam pembicaraan per telpon karena dia tetap ngotot minta KTA Pelti Kudus yang berlaku. "Saya hanya minta tolong agar dia cel langsung file anak tersebut di Kudus apakah benar lahir tahun 1997." Tetapi dianjurkan hubungi wakil ketua Pengkab Pelti Kudus yang saya tidak kenal dan tidak punya nomer HP, dan dia menjanjikan akan kirimkan tetapi sampai sekarang belum dikirimnya.
Setelah tiba di Jakarta, saya melihat file anak tersebut yang berasal dari KUDUS Jawa Tengah. Tercatat di copy Akte Kelahiran lahir tahun 1997. Kelihatannya sudah betul foto copy Akte Kelahirannya. Tapi perasaan saya masih ada yang tidak benar. Kemudian lihat fotocopy buku rapor yang dikirimnya. Buku rapor SD dan SMP karena anak tersebut sudah kelas 2 SMP. Disinilah saya menemukan keanehan menurut mata saya.
Tetapi sayang saya tidak ditempat , karena bisa saja saya akan panggil dan investigasi langsung kepada anak maupun orangtuanya.
Ini masalah yang dilakukan oleh pelatih dari Kudus dan sudah populer dimata masyarakat tenis sebagai biang pemalsuan umur. Saya kenal baik pelatih tersebut yang sampai sekarang selalu menghindar ketemu saya.
Ternyata masuk surat dari masyarakat tenis ke PP Pelti yang memberikan informasi tentang atlet yang dimaksud, yaitu Bayu Ekha Listyanto.Disertai pula fotocopy Akte Kelahiran No. 2943/1997 dengan tanggal lahir 13 September 1997 dan juga foto copy akte kelahiran No. 2465/1966 dengan tahun kelahiran 1996. Dengan bukti ini sudah jelas ada pemalsuannya. Tetapi saya melihat keanehan dari kedua fotocopy akte kelahiran tersebut. Disini jelas jelas ada niat jelek dari sipembuat fotocopy akte kelahiran tersebut. Terlihat yang memalsukan ini kurang jeli saat ini. Mana yang benar dari kedua akte kelahiran tersebut, saya akan telusuri langsung ke Kantor Catatan Sipil Kudus. Mudah mudahan saya bisa membantu masyarakat tenis dengan mengungkapkan kasus kasus yang dilakukan oleh orangtua maupun pelatih. "Saya bingung sampai dimana peranan dari salah satu organisasi yang mengatas namakan orangtua petenis, tetapi tidak bergiming dengan kasus kasus pemalsuan umur dilakukan oleh anggotanya yang nota bene orangtua." Andaikan saya pengurus organisasi tersebut tentunya lebih mudah menelusuri langsung ke Kantor Catatan Sipil atau minta bantuan anggota lainnya yang berdomisili dikota kota tersebut. "Ini kalau mau memajukan tenis Indonesia. Jangan NATO lah "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar