Selasa, 26 Januari 2010

Tanggal 26 Januari 1974


Jakarta, 26 Januari 2010. Hari ini tepat 36 tahun saya berkeluarga. Karena tepatnya hari Sabtu 26 Januari 1974 saya berada di Gereja Paulus jalan Imam Bonjol Jakarta berikrar janji didepan pendeta (saya lupa namanya). Hampir peristiwa ini gagal disebabkan setelah 15 Januari 1974 yang dikenal dengan peristiwa MALARI, kota Jakarta berlaku jam malam. Nah jam malam ini sebagai kendala rencana menikah saat itu. Tetapi Tuhan menghendaki lain, karena 25 Januari 1974 jam malam dihilangkan.
Mengenang saat sebelum menikah, banyak kejadian kejadian yang saya tidak bisa lupakan. Mulai dari acara keluar rumah, dirumah tante sendiri Lenny Arifin-Raturandang di jalan Rasamala Menteng Jakarta. Saat mau keluar rumah saya memegang cincin yang pernah saya dapat dari teman wanita lain. Tapi cincin ini bukan cincin pertunangan, hanya sebagai souvenir saya dapatkan waktu itu. Saat itu disamping saya rekan kantor saya Drg Widyananda , langsung ambil cincin tersebut. Karena kuatir saya salah ambil cincin sewaktu digereja nantinya. Saya tidak lupa saat itu saya menggunakan jas hitam yang saya buat di Singapore sewaktu kunjungan pertama ke Singapore tahun 1973.
Sewaktu itu saya rencanakan dan laksanakan sendiri mulai dari persiapan sampai acara di Gereja maupun tempat resepsi di Gereja juga.
Dari seluruh rencana saya semua disetujui oleh orangtua tetapi ada satu rencana saya yang tidak bisa diterima oleh Bapak saya (Jo Albert Raturandang alm)karena sewaktu di cek rencana rencana saya semua ini. Orangtua saya semua tinggal di Manado sedangkan adik adik saya semua sudah di Jakarta, kecuali adik terkecil Joan Ilona Octova Raturandang (sekarang Ny Henuhili). Waktu itu saya punya rencana dari Pulo Raya menuju ke Gereja Paulus dengan pakaian pengantin bukan menaiki kendaraan Mercedez Benz yang disediakan oleh adik adik Bapak saya. Pilihan saya yaitu naik bus PPD rute Blok M ke lapangan Banteng. yang melewati depan Gereja (letaknya disamping Gedung Bapenas). Langsung keinginan saya ditolak oleh Bapak saya. " Kalau ini saya tidak terima. Yang lainnya sih okey saja." ujarnya saat itu.

Kejadian kedua yaitu rombongan calon penganten pria tiba dirumah calon penganten wanita. Saya langsung disambut oleh mertua laki laki. " Mana Non ?" ujarnya bertanya kepada saya, karena pangilan dirumah Sarce adalah Nona. Langsung teringat saya waktu itu saya kirim kendaraan kerumah calon mempelai wanita dengan sopir dari kantor (Carlo Erba) untuk persiapan ke salon. Acara ini memang direncanakan dan dilaksanakan oleh kami bedua saja. Ternyata belum selesai dari salon. Akibatnya acara ditunda sebentar sambil menunggu calon mempelai wanita tiba.
Kejadian lainnya adalah sewaktu didalam gereja. Waktu itu tidak ada gladi resik sehingga saya tidak diberitahu tata caranya.
Disaat Pendeta memberikan kode dengan tangan agar saya membuka penutup muka pengantin wanita, saya berpikir berbalik badan. Langsung saya balik kanan mengahadap kebelakang. Semua yang hadir tertawa. Sadar kalau saya buat kesalahan akhirnya balik lagi ikuti keinginan Pendeta.
Setelah selesai acara pernikahan , disaat ramah tamah karena tempat pesta saya lakukan di ruangan samping Gereja saya sempat bercanda kepada Pendeta. " Itu buktikan kalau saya belum pernah menikah."

Acara pesta pernikahan ini merupakan upaya eras saya dalam mempersiapkan acara pernikahan dengan hasil kerja selama ini saya kumpulkan. Bukan berasal dari kocek orangtua. Ini merupakan kebanggaan saya, mulai dari beaya pesta sampai lain lainnya. Mungkin ada juga bantuan dari orangtua tetapi saya saat itu uang simpanan habis untuk pernikahan.
Ego ataupun keangkuhan saya saat itu, dimana oleh Adik adik Bapak saya berkumpul ( Jan Raturandang, Lenny Arifin, Pop Waworoentoe, Fred Raturandang yang semuanya sudah almarhum saat ini) ingin membantu pernikahan saya. menunggu saya meminta kepada mereka tetapi saya diam saja. Bayangkan saking angkuhnya saya waktu itu merasa ingin menikmati hasil jerih payah saya selama ini untuk membeayai pernikahan saya sendiri. Dan saya sampai harus menangis melawan keangkuhan saya waktu itu tidak ingin dibantu mereka, tetapi karena adik adi Bapak saya sangat besar keinginannya membantu putra kakaknya sendiri sehingga sepakat akan membantu, tetapi saya tidak mau. Ini masalahnya. mereka ingin membantu tetai saya saking sombongnya menolak. Tapi akhirnya saya harus mengalah.

Setelah menikah saya tinggal belum dirumah sendiri, tetapi menumpang dirumah adik saya Alfred Raturandang yang mendapatkan satu rumah di jalan Jaksa Menteng dari bosnya Pak Kosasih (alm)yang tinggal di jalan Mangunsarkoro Jakarta. Saya tinggal untuk 2-3 bulan sambil mengumpulkan uang dulu karena setelah pernikahan uang saya hanya tinggal Rp. 5.000 saja. Setelah beberapa bulan, saya diajak oleh rekan Benny Mailili (alm) untuk kontrak rumah di Bukit Duri Tebet Utara, disamping rumahnya. Jadi tetangganya. Masuk jalan kerumah, melalui gang yang cukup untuk jalan motor, setelah itu ada jalan disamping rumah itu ada kabel melintang didepannya. Sehingga teman teman suka bercanda tentang rumah saya. Sudah masuk gang masih harus menunduk dulu karena ada kawat listrik melintang.
Teringat rumah kontrakan itu ibaratnya seperti kandang ayam saja. Karena kawat didepan ruamh itu dari kawat bulat bulat seperti kandang ayam punya. Modal kawin saat itu adalah satu tempat tidur dan lemari pakaian saja. Tetangga saya adalah 2 keluarga asal Gorontalo tempat asal Benny Mailili (alm) , sehingga suasana seperti di manado saja. Waktu itu biasanya kontrak rumah harus 2 tahun sekaligus. Tetapi saat itu saya boleh bayar setahun saja sekitar Rp. 15.000.Karena Pak haji pemilik rumah senang kalau rumah kontrakannya itu ada yang hamil. Itulah kisah tinggal di Bukita Duri dan putra pertama lahir di Bukit Duri, Albert ferdinand Raturandang yag dipanggil dengan nama Dino. Kenapa nama Dino, karena swaktu itu Dino lahir 10 Oktober 1974 saya tergila gila dengan World Cup dimana favorit saya adalah ITALIA, dengan goalkeepernya Dino Zoff.

Setelah 36 tahun berumah tangga, saya harus mengucapkan syukur kepada Tuhan yang telah memberkati keluarga dengan 2 anak dan sekarang dua cucu. Belum lagi sudah memiliki rumah sendiri di alamat sekarang diatas tanah 300 m2 yang cukup besar ukuran keluarga kecil. Sehingga saya sudah sepakat mau menjualnya. Sudah pasang iklan melalui internet tetapi belum ada yang melihat langsung kerumah di Taman Alfa Indah, Kebon Jeruk Jakarta Barat, baru sekedar telpon tanya harganya
.

Tidak ada komentar: