1 Juli 2005. Kedatangan pertama kali pasca Tsunami memasuki kota Banda Aceh mendapatkan kesan sangat mendalam. Bukan hanya karena melihat situasi hancurnya kota Banda Aceh, tetapi saat pertama kali turun di Airport sudah mendapatkan perlakuakn istimewa oleh Ketua Pengda Pelti Nanggroe Aceh Darussalam Thanthawi Ishak yang juga menjabat Sekretaris Provinsi nanggroe Aceh Darussalam. Disambut begitu turun dari tangga dengan pagar ayu dan diberikan kalung bunga bagaikan seorang pejabat pemerintah oleh pejabat pemerintahan provinsi, kemudian masuk VIP Room untuk istrahat sejenak berkenalan dengan pejabat daerah yang ada di VIP Room. Ini untuk pertama kali sambutan diberikan selaku Wakil Sekjen PB Pelti dalam perjalanan sebagai pengurus di Induk organisasi olahraga tenis.
Kesan kedua adalah melihat hancurnya kota Banda Aceh akibat peristiwa Tsunami. Daerah ini berkeinginan untuk bangkit dari kehancuran akibat Tsunami ditunjukkan dengan semangat tinggi dengan menggelar turnamen nasional Aceh Open dengan hadiah sebesar Rp. 50 juta pada tanggal 3 – 7 Juli 2005. Turnamen hanya mempertandingkan pertandingan tunggal dan ganda putra saja.
Setelah masuk kamar Suite room yang disediakan oleh Panpel, kegiatan seterusnya adalah melihat persiapan pelaksanaan turnamen dan juga penataran wasit yang akan bertugas.
Disaat duduk bersama rekan rekan lainnya tiba tiba masuk salah satu pelatih yang waktu itu belum pernah kenal hanya pernah mendengar namanya karena ulahnya yang sering bertingkah. Tanpa basa basi langsung bertanya apakah dari PB Pelti. Ketika mengiyakan karena kaget ada pertanyaan yang tidak diawali dengan salam perkenalan langsung pelatih tesebut nama Murwamsyah menyampaikan kalau tidak boleh puas dengan adanya turnamen Aceh Open. Alasannya adalah bagaimana dengan jaminan kelanjutannya. Tapi langsung dijawab kalau Pelti sudah bangga di Banda Aceh ada turnamen nasional, dan manusia tidak bisa menjamin akan kelanjutannya. Yang penting adalah sudah berani bikin turnamen. “ Siapa yang bisa jamin kalau Anda besok masih hidup ! “ Itulah jawaban yang August Ferry Raturandang selaku Wakil Sekjen PB Pelti saat itu. Kemudian yang bersangkutan pergi ketempat lainnya. Memang setiapperjalanan ke daerah selalu sering mendengar keluhan keluhan dari pelatih maupun orangtua petenis yunior mengenai kinerja Pengda Pelti setempat. Semua lupa kalau Pelti sekarang berbeda dengan Pelti sebelumnya. Dianggapnya Pelti yang harus menanggung beaya kegiatan putra dan putri kalau ingin keluar daerh ikuti turnamen perorangan. Ini keliru sekali.
Kesan kedua adalah melihat hancurnya kota Banda Aceh akibat peristiwa Tsunami. Daerah ini berkeinginan untuk bangkit dari kehancuran akibat Tsunami ditunjukkan dengan semangat tinggi dengan menggelar turnamen nasional Aceh Open dengan hadiah sebesar Rp. 50 juta pada tanggal 3 – 7 Juli 2005. Turnamen hanya mempertandingkan pertandingan tunggal dan ganda putra saja.
Setelah masuk kamar Suite room yang disediakan oleh Panpel, kegiatan seterusnya adalah melihat persiapan pelaksanaan turnamen dan juga penataran wasit yang akan bertugas.
Disaat duduk bersama rekan rekan lainnya tiba tiba masuk salah satu pelatih yang waktu itu belum pernah kenal hanya pernah mendengar namanya karena ulahnya yang sering bertingkah. Tanpa basa basi langsung bertanya apakah dari PB Pelti. Ketika mengiyakan karena kaget ada pertanyaan yang tidak diawali dengan salam perkenalan langsung pelatih tesebut nama Murwamsyah menyampaikan kalau tidak boleh puas dengan adanya turnamen Aceh Open. Alasannya adalah bagaimana dengan jaminan kelanjutannya. Tapi langsung dijawab kalau Pelti sudah bangga di Banda Aceh ada turnamen nasional, dan manusia tidak bisa menjamin akan kelanjutannya. Yang penting adalah sudah berani bikin turnamen. “ Siapa yang bisa jamin kalau Anda besok masih hidup ! “ Itulah jawaban yang August Ferry Raturandang selaku Wakil Sekjen PB Pelti saat itu. Kemudian yang bersangkutan pergi ketempat lainnya. Memang setiapperjalanan ke daerah selalu sering mendengar keluhan keluhan dari pelatih maupun orangtua petenis yunior mengenai kinerja Pengda Pelti setempat. Semua lupa kalau Pelti sekarang berbeda dengan Pelti sebelumnya. Dianggapnya Pelti yang harus menanggung beaya kegiatan putra dan putri kalau ingin keluar daerh ikuti turnamen perorangan. Ini keliru sekali.
Setelah selesai waktunya untuk meninjau lapangan yang akan digunakan. Saat melihat lihat lapangan yang masih digunakan latihan, dikejutkan dengan masuknya motor dengan suara knalpot memekakkan disamping badan. Ternyata Murwansyah lagi yang tidak ada sopan santunnya terhadap tamu daerahnya. Dalam hati sat itu jika menyenggol kaki maka tidak ada ampun langsung dihajar saja dengan kaki yang ada. Biar nyaho lah.
Tanggal 2 Juli 2005, diantarnya keliling Banda Aceh melihat lapangan tenis yang hancur oleh Tsunami. Memang akibat Tsunami cukup besar kehancurannya bukan hanya lapangan tenis tetapi bangunan bangunan lainnya sehingga ada kapal pembangkit listrik milik PLN bisa terdampar kedaratan kurang lebih 4 km dari pinggir lautan. Saat sibuk lihat lihat tiba tiba ada yang berteriak memanggil nama Ferry Raturandang. Waduh jauh jauh ke Aceh ada juga yang kenal, ternyata rekan dari Jubilee School , Haris bersama sama rombongan dan ada teman kaka kelas di Fakultas Kedokteran yang sudah 20 tahun tidak bertemu dan ketemu lagi di Banda Aceh. Suprise !.
Acara pembukaan dilapangan hari Minggu 3 Juli 2008, disaat diminta untuk menyampaikan sambutan, langsung minta ijin ke Ketua Pengda Pelti karena tidak fasih mengucapkan assalam mu'alaikum karena kuatir salah, untungnya dikatakan lebih baik tidak usah ucapkan dari pada ucapkan tapi salah. Siangnya langsung kembali ke Medan untuk menghadiri pembukaan turnamen Medan Open dan pelantikan Pengda Pelti Sumatra Utara pada malam harinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar