Kamis, 11 Juni 2009

Kualitas Pelatih Perlu Peningkatan


Jakarta ,11 Juni 2009. Berbicara masalah pembinaan tenis, tentunya tidak akan habis habisnya. Kelemahan tenis Indonesia ada yang mengatakan merupakan kesalahan dari atletnya sendiri dan ada pula yang menyatakan kekurangan kualitas pelatih sebagai penyebab utama. Tetapi ada juga yang mengatakan karena induk orgnisasinya. Semua pandangan tersebut sah sah saja.

Pengalaman saya selama ini melihat perkembangan tenis Indonesia mulai dari yunior berkembang ke senior dan seterusnya, tentunya penilaiannya akan sangat berbeda sekali dengan pelaku pelaku tenis lainnya. Hanyalah berbekal pengalaman melatih putra dan putri sendiri beberapa puluh tahun silam ditambah dengan pernah mengikuti workshop kepelatihan dengan pelatih Dennis van der Meer, kemudian membaca pemberitaan tenis baik melaui internet, saya mencoba melihat dari kacamata AFR sendiri setelah ikuti perkebangan tenis dari luar negeri. Maybe right and maybe wrong. Tetapi bisa juga digunakan sebagai referensi bagi pelatih pemula.

Dari berbagai kejadian selama ini saya sebagai pelaksana turnamen, bisa mengamati pola bertanding maupun pola latihannya melalui hasilnya. Begitu juga perkembangan disekitar turnamen Piala Ferry Raturandang atau Persami (Pertandingan Sabtu Minggu) yang sejak tahun 1996 saya laksanakan sendiri ( sudah sekitar 200 lebih Persami) , saya mencoba memberikan masukan terhadap pertenisan Indonesia.

Menurut pendapat saya, beberapa hal yang menjadi factor penentu keberhasilan pembinaan tenis. Saya tidak bicara soal dana, bukan berarti dana tidak termasuk factor tersebut. Karena semua kegiatan butuh dana.

Mulai dari faktor internal, yaitu dari ATLET dan Orangtua. Disini peranan orangtua sangat penting sekali, bagaimana bisa membentuk karakter putra dan putrinya. Tanpa dukungan orangtua maka mustahil anaknya bisa berhasil. Saat ini paling dominan muncul keinginan menjadi JUARA DUNIA, itu datangnya dari ORANGTUA, bukan dari ATLETNYA. Ini berbahaya, karena ambisi ORANGTUA bisa cenderung ke AMBISIUS. Ini yang harus dirubah , cukup mendasar sekali. Memang ada yang saya lihat datang dari anaknya sendiri. Disini harus disadari oleh orangtua sehingga cukup mendukung dari belakang.

Kalau Orangtua sudah ambisius maka habislah prestasi atlet tersebut. Seharusnya ATLET lah yang mempunyai AMBISI Juara Dunia tersebut. Dari pengamatan di turnamen yunior, saya melihat banyak orangtua yang membimbing anaknya justru bukannya menjadi MANDIRI. Berbeda dengan pengamatan saya terhadap petenis yunior asing didalam keikutsertaan mereka sangatlah mandiri. Punya tanggung jawab terhadap tugas yang diembannya.

Setelah itu baru peranan PELATIH, perlu mendapatkan perhatian. Selama ini terlihat banyak kekurangannya sebagai contoh dalam menimba ilmu kepelatihannya yang didapat kesannya kurang ikuti perkembangan kepelatihan modern. Sebenarnya tidak ada alasan tidak bisa ikuti perkembangan kepelatihan tenis. Cukup baca internet yang bisa ditembus seluruh masyarakat. Ada pelatih melihat cara pelatih lainnya melatih tanpa melihat kemampuan individu setiap atlet tentunya berbeda beda terapinya. Ingat tenis adalah olahraga Individu sehingga treatmentnya juga berbeda, tidak bisa disama ratakan.

Saya teringat juga beberapa puluh tahun silam, ada dokter yang memberikan terapi sama rata. Karena melayani pasien anak anak cukup banyak, maka sudah punya resep standard. Akhirnya kesan saya seperti menembak burung kutilang, burung gereja, elang , rajawali dll dengan senjata bazooka. Ya, terang so pasti mati semua. Tapi akibatnya lihat sendiri, bisa imun pasiennya
Sama dengan tenis, terapi pemain tidak sama, jangan disamakan. Mau tahu akibatnya, yaitu CIDERA . Nah kalau sudah cidera maka sulit sekali yang bisa kembali berjaya. Kenapa ?

Perkembangan kepelatihan tenis sudah pesat sekali kemanjuannya. Sebagai contoh, jika bagi masyarakat awam yang ingin main tenis, cara penanganannya berbeda. Karena keinginan itu bukannya mau belajar tenis, tetapi mau main tenis. Nah disinlah perbedaannya. Belajar Tenis dan Main Tenis.
Teringat sekali sewaktu dulu saya belajar main tenis, yang diajar adalah grip (pegangan raket). Tetapi sekarang tidak lagi diajarkan masalah grip tersebut. Diserahkan kepada pemain mau memegang raket dengan caranya sendiri. Ini agar pemain berfikir sesuai dengan keingiannya. Dari sini sudah terlihat perbedaan kepelatiah sekarang dibandingkan dulu kala.
Begitu juga saya lihat, cara cara drill yang diberikan untuk petenis pemula dan advance seharusnya berbeda sekali.
Termasuk pula latihan fisiknya. Pernah saya lihat, anak badan gemuk dan kurus dipaksakan lari keliling lapangan dengan jumlah yang sama, Cilaka lah !

Faktor berikutnya adalah kesempatan ikuti turnamen. Tanpa turnamen sulit rasanya menilai kemajuan pembinaan atletnya
Bagi pemula, biasanya disetiap tempat latihan dilakukan friendly games sesama atletnya sendiri. Kemudian latihan tanding keluar. Begitujuga ikuti turnamen Persami, dan seterusnya.

Tidak ada komentar: