Rabu, 24 Juni 2009

Berkhayal Jadi Referee

Jakarta, 24 Juni 2009. Andaikan saya sebagai petugas Referee, kira kira apa saja yang akan saya lakukan. Saya mau mencoba berkhayal menjadi Referee setelah beberapa puluh tahun melihat cara kerja petugas Referee asing di Indonesia. Saya sebenarnya sedih juga melihat dan mendengar setiap kejadian kejadian di turnamen nasional maupun internasional. Memang ada yang bertanya apa criteria agar bisa diterima sebagai Referee.

Apa yang akan saya lakukan sebagai khayalan saya bertugas sebagai Referee turnamen ? Bekerja mulai dari Pre-event dilakukan pengecekan administratip dan kondisi lapangan yang digunakan. Dari rumah sudah bisa lakukan pengecekan administratip melalui internet. Yaitu pengecekan daftar peserta yang biasanya sejak penutupan pendaftaran turnamen ( 3 minggu untuk turnamen internasional yunior, 2 minggu untuk turnamen intenasional Pro Circuit). Sejak penutupan sampai menjelang hari H nya komunikasi dengan email sudah bisa dilakukan dengan ITF maupun PELTI. Begitu juga setelah tiba di tempat pertandingan (jika tidak satu kota dengan tempat tinggal Referee) langsung di cek kondisi lapangannya, pemasangan materi promosi didalam lapangan, petugas pertandingan seperti tenaga wasit, dokter, petugas meja, peralatan pendukung seperti mesin fotocopy. Bekerjasama dengan Direktur Turnamen menanyakan fasilitas2 yang akan diberikan dan disesuaikan dengan fact sheet yang sudah dikirimkan ke ITF. Bagaimana dengan transportasi dari hotel remi turnamen ketempat pertandingan. Jika ada kewajiban penyelenggara siapkan transportasi maka dibantu membuat jadwal transport pemain dari hotel ke venue. Adakah penyimpangan terhadap peraturan tenis termasuk juga penempatan spanduk, backdrop dan juga warna warna yang digunakan dan jika ada yang salah segera beritahu Direktur turnamen untuk diturunkan spanduk yang salah.
Saat hari sign-in, saya sudah siapkan daftar nama pemain yang berhak ikut sign-in. Dan sign-in harus dilakukan dimuka Referee dan tidak diwakilkan. Untuk daftar peserta berdasarkan yang dikeluarkan oleh ITF atau Pelti (untuk yunior) ada nama2 yang diterima di babak utama dan kualifikasi. Yang diambil adalah yang diterima di kualifikasi, dibuat daftar sign-in yang sudah di tik rapi dan sudah ada nomer IPIN (International Players Identification Number). Bagi yang belum mempunyai IPIN diminta segera buat IPIN dengan cara hari itu juga daftarkan ke ITF melalui internet. Tanpa IPIN pemain dilarang ikut. Setelah itu semua peserta sebelum sign-in harus membayar ke petugas bendahara yang duduk disebelahnya (agar gampang dikontrol atletnya). Jadi peserta tidak boleh sign-in langsung sebelum membayar uang pendaftarannya. Kalau ini disiplin dilakukan maka panpel tidak akan kebobolan. Setelah waktu sign-in seleaai (biasanya pukul 18.00), bukan langsung diundi tetapi sebagai bagian dari cek dan recek maka minta data nama2 yang sudah bayar. Setelah cocok maka minta nama2 petenis yang dapat wild card babak utama maupun kualifikasi kepada Direktur Turnamen. Setelah itu baru mulai diundi dengan ada saksinya peserta/pemain dan juga Direktur Turnamen. Kecuali Direktur Turnamen tidak hadir, tetapi kontak dulu beritahu akan ada undian dan minta kehadirannya. Kalau tidak bisa hadir, ya bisa jalankan tugas undian. Selesai undian maka sebagai saksi pemain diminta untuk tanda tangan.
Baru dibuatlah Order of play, bersama sama dengan Direktur Turnamen. Masukan dari Direktur Turnamen perlu dalam membuat Order of play. Setelah setuju maka bisa dipublikasikan. Andaikan ada kesalahan karena kelupaan berarti kesalahan Panpel ataupun Referee maka wajib dibuat re-draw. Jika ada Re-draw, maka harus dihubungi pemain yang sudah dijadwalkan main pertama. Begitulah kira kiranya andaikan saya sebagai Referee. Biar Cuma bermimpi ‘kan boleh saja saya menghayal ! Capeeek deh !

Tidak ada komentar: