Kamis, 18 Juni 2009

Kasus di turnamen nasional

Jakarta, 18 Juni 2009. Disetiap turnamen selama ini muncul berbagai kasus yang dianggap tidak lazim terjadi. Bagi orang awam tentunya bisa menerima atau tidak , tergantung pengalaman mereka diturnamen tenis.
Turnamen tenis memiliki petugas yang merupakan perwakilan dari induk organisasi tenis. Kalau internasional ada ITF untuk turnamen tertentu dan ATP-Tour maupun WTA-Tour. Petugas pertandingan ini dikenal dengan Referee atau juga ITF Supervisor ditingkat internasional.
Tanggung jawabnya adalah menjalankan turnamen sesuai dengan ketentuan atau peraturan peraturan yang baku. Referee punya wewenang cukup besar, bahkan bisa menstop turnamen karena melanggar aturan atau ketentuan yang baku. Bahkan sampai masalah sponsorship bisa ikut campur. Salah penggunaan warna didalam lapangan, salah penempatan materi promosi didalam lapangan. Tindakan yang dilakukan oleh Referee kadang kadang suka berbeda satu sama lainnya. Bahkan pandangan referee yang satu dengan yang lainnya suka berbeda. Ini bukan hanya Referee nasional, tetapi saya pernah juga alami dengan referee internasional.
Bedanya, kalau referee internasional selalu saling berkomunikasi dengan referee internasional lainnya atau dengan atasannya langsung yaitu ITF ataupun ATP-Tour maupun WTA-Tour.
Saya pernah melihat kejadian tahun 2008, ada 2 turnamen internasional di Balikpapan dan Jakarta. Kebetulan saya di Jakarta menelpon Referee di Balikpapan karena ada kasus dan pendapat saya disalhkan, esok paginya saya bertanya kepada Referee di Jakarta sebagai second opinion layaknya terhadap pemeriksaan kesehatan saja. Saat itu saya dengar Referee ini baru saja berkomunikasi dengan Referee di Balikpapan. Karena kasus ini muncul di Balikpapan, awalnya Referee tersebut menolaknya tetapi setelah saya berkonsultasi di Jakarta, dia baru sadar kalau salah, dan dirubahnya langsung keputusan sebenarnya. Saya waktu itu sedikit ngotot dengan Referee yang di Balikpapan, karena saya sedikit tahu tentang aturannya. Saya sendiri tidak mau kelihatan tidak tahu akan peraturan peraturan tersebut dimata Referee asing, sehingga ada sedikit keseganan meraka terhadap diri saya.
Bagaimana nasib Referee nasional, kepada siapa harus mengadu. Sebenarnya di PP Pelti ada administrator pertandingan yang juga berstatus Referee nasional.

Hari ini saya terima pengaduan masalah kasus di turnamen nasional yunior. Info yang diterima adalah Referee sudah membuat Order of Play atau jadwal harian pertandingan yang seharusnya diletakkan ditempat official hotel maupun ditempat pertandingan. Maksudnya agar petenis yang dijadwalkan bertanding besoknya sudah dicantumkan didalamnya, bahkan tempat pertandingan atau lapangan yang digunakan sudah diumumkan juga.
Dalam menyusun Order of Play, seharusnya berkonsultasi dengan Direktur Turnamen mengenai penempatan pemain dilapangan tertentu dengan maksud untuk menarik penonton dilapangan tertentu tersebut. Dan biasanya jadwal pertandingan Single dimainkan sebelum jadwal pertandingan GANDA.
Kali ini setelah Order of Play diumumkan maka pemain sudah harus siap main sesuai gilirannya. Bagaimana jika waktunya bertandingn ternyata salah satu pemain belum muncul dilapangan sedangkan lawannya sudah siap waktu itu. Seharusnya pemain yang ditunggu belum datang pada waktunya sehingga dinyatakan kalah tanpa bertanding alias walk over (w.o).
Tapi kali ini ternyata Referee berbuat lain sehingga membuat pertanyaan besar. Bahkan Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti sempat sewot juga. Tetapi saya tdak mau ikut campur kerja referee sesuai fungsi saya sendiri. Kuatir dikatakan bukan wewenang saya mau ikut campur. Saya langsung sampaikan kepada Slamet Widodo untuk menghubungi Referee yang bertugas, tapi telpon selulernya tidak aktip alias sulit dihubungi. Saya punya pengalaman dengan Referee asing di turnamen internasional, selalu siap dihubungi ditelpon selulernya. Tidak pernah kejadian telpon selulernya tidak aktip. Kejadian di Indonesia berbeda sering Referee nasional tidak mau aktipkan telepon selulernya saat bertugas. Kadang kadang suka kesal juga.

Muncul pemikiran agar kedepan PP Pelti harus membentuk tim mengevaluasi kinerja Referee nasional kita. Salah satu tugasnya adalah membaca laporan setiap TDP yang dibuat oleh Referee Nasional. Apakah sudah menjalankan tugasnya dengan benar. Pengamatan saya masih banyak yang belum lakukan hal ini. Tapi so pasti ada yaitu minta kenaikan honor.

Tidak ada komentar: