Rabu, 10 Juni 2009

Gaung Tenis Kurang


Jakarta, 9 Juni 2009. Saya juga kaget dikatakan kalau tenis Indonesia itu mati suri. Saya tidak sependapat dikatakan tenis Indonesia mati suri tersebut. Yang benar adalah ada kecendrungan menurun publikasi dimedia massa. Kurang bergairah didalam pemberitaan akhir akhir ini. Berbeda dengan 5-10 tahun silam dimana pemberitaan tenis nasional penuh dengan berita polemik yang diciptakan sendiri . Apalagi menjelang MUNAS (Musyawarah nasional) Pelti, dimana ada perganian Pengurus Pelti.
Kalau aktivitas Tenis sendiri sih tidak karena yang muncul setiap hari adalah berita berita tenis Internasional dimana porsi terkecil ditanggung oleh berita tenis nasional apalagi daerah. Coba dibuka halaman olahraga, selain basket, sepak bola tentunya porsi tenis cukup besar. Masuk dalam 3 besar prioritas. Dimana letak kesalahannya. Siapa yang bertanggung jawab.
Saya sendiri berupaya agar porsi berita tenis Indonesia tidaklah dikecilkan artinya, jika kita mau berbuat lebih terhadap olahraga Tenis. Jadi kesimpulan saya, tenis itu bukan hanya tanggung jawab induk organisasi tetapi merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat tenis sendiri termasuk rekan rekan di media massa. Saya sendiri merasa punya tanggung jawab sehingga tidak bosan bosan mengirimkan setiap berita tenis keseluruh media massa dari Sumatra , Jawa, Kalimantan dan Sulawesi melalui surat elektronik ( email ).

Saya sependapat jika dikatakan tenis itu kurang gaungnya dimedia massa, sehingga media massa seharusnya mencari TENIS, bukan mencari BINTANG seperti saat ini.Tidak ada Bintang maka tidak ada berita. Inilah masalahnya.
Jika ada kegiatan khususnya turnamen seharusnya dibuatnya agar menarik sehingga memancing bisa mendatangkan penonton langsung melihat di tempat pertandingan.
Saya teringat ditahun 1989-1991, saya sering berkomunikasi dengan rekan rekan wartawan. Saat itu saya sampaikan kalau dalam menulis berita, bukan hanya mencari hasilnya saja. Karena kalau demikian maka cukup tunggu saja dikantor dan hasilnya dikirimkan dengan fax (saat itu belum ada email). Tetapi upayakan agar pembaca seolah olah menonton turnamennya. Sehingga dibutuhkan pengetahuan tenis yang lebih bagi wartawan olahraga dalam meliput kegiatan turnamen. Saat itu sempat diadakan kepelatihan dengan wartawan yang difasilitasi oleh Pelti.

Saat ini memang terjadi demikian, dimana dalam pemberitaan tidak semua media menulis seperti keinginan saya diatas. Akibatnya pemberitaannya monoton. Jika sudah monoton maka maka terjadilah ketidak puasan pembaca.

Pemberitaan yang menarik bukan hanya pemberitaan masalah polemik di pertenisan yang diciptakan demi kepentingan sesaat saja. Hal ini terasa jika menjelang habis masa bakti kepengurusan Pelti, banyak pihak mulai menonjolkan kepentingan tersebut. Mulai dari public figur petenis yang tidak puas terhadap kepemimpian Pelti tersebut.
Mulailah sering sering menonton turnamen tenis setiap hari kemudian berikan analisa terhadap permainan petenis (kalau bisa). Kalau tidak mengerti bisa berbincang bincang dengan pakar pakarnya atau dengan pelatih ditempat tersebut. Kalau ini sudah dilakukan, saya yakin pemberitaan akan enak dibaca dan ditonton oleh masyarakat tenis termasuk yang awam sekalipun. Sekarang terpulang kembali kepada diri sendir. Maukah kita berbuat untuk OLAHRAGA atau TENIS !

Tidak ada komentar: