Jumat, 13 Maret 2009

Kenapa Baru Sekarang Selenggarakan TDP


Jakarta, 13 Maret 2009. Melihat gelagat akhir akhir ini saya seperti kegilaan selenggarakan turnamen tenis selain Piala Ferry Raturandang melupakan akan kemampuam finansial sehingga ada yang bertanya langsung kepada saya. "Kenapa baru sekarang mau buat turnamen nasional? "
Harus diakui kalau selama ini sudah banyak yang minta agar Piala Ferry Raturandang (setingkat Persami) agar ditingkatkan saja menjadi turnamen nasional atau dikenal dengan TDP (Turnamen Diakui Pelti), tetapi saya masih bersikukuh tetap bertahan dengan tingkat Persami. Tentunya ada alasan kuat sehingga tetap berjalan dan tidak goyah sekalipun.

Sebenarnya sudah pernah saya ungkapkan keteman teman diluar tenis khususnya rekan rekan dikalangan bisnis saya dulu (marketing). Salah satu pertanyaan datang dari rekan saya drg.Juanto Rasjidganda. " Apa yang kamu dapatkan selama ini di Pelti ? " Ini pertanyaan yang saya tidak akan lupa termasuk jawaban yang saya berikan, yaitu " Kepuasan ". Karena maksud pertanyaan seperti ini berkaitan dengan materi yang bisa didapatkan. Akhirnya Juantopun sampaikan kalau jawaban seperti itu tidak bisa diukur nilainya.

Selama ini saya katakan sebenarnya beban bagi saya mengembangkan bisnis tenis sepeti rekan rekan lainnya karena terikat dengan induk organisasi tenis. Sangatlah tidak etis kalau saya dapatkan sponsor untuk kepentingan saya bukan untuk kepentingan Pelti yang juga alami kesulitan mendapatkan sponsor berbeda dengan beberpa puluh tahun silam. Sedangkan kesan ajimumpung itu tidak mau terjadi pada saya sendiri. Ini yang selalu disayangkan oleh teman teman saya semuanya. Inilah masalahnya !

Kenapa sekarang saya justru berubah, apakah tidak kuatir atas tudingan seperti diatas, termasuk vested interest. Keinginan selenggarakan turnamen karena melihat adanya penyimpangan-penyimpangan dilakukan oleh rekan lainnya dalam selenggarakan turnamen dengan dalih berbagai bagai macam yang sebenarnya sudah keluar dari koridor koridor yang dibuat oleh Pelti sebagai induk organisasi seperti yang diungkapkan oleh Aga Soemarno salah satu rekan di Komite Pertandingan PP Pelti. "Tidak boleh keluar dari koridor koridor yang baku dibuat Pelti." demikian ungkapan yang disampaikan kepada saya setelah minta konfirmasi atas kejadian akhir akhir ini.
Alasan kuat saya rencanakan agar turnamen tenis didaerah meningkat disamping karena sangat kecewa atas perbuatan rekan sendiri yang awalnya saya dukung tetapi justru melemparkan tudingan bermacam macam setelah sedikit kedoknya saya buka atau keinginannya saya halangi karena sudah bertentangan dengan aturan2. Juga karena daerah sangat membutuhkan turnamen tersebut tetapi selalu dibayang bayangi kendala dana cukup klasik dimana belum ada yang memberikan solusinya.
Sayapun mencoba membantu mereka dengan catatan kalau saya akan turun bukan dengan dalih pembinaan tetapi mencari untung dalam finansial. Buat apa saya musti malu mengungkapkan karena kalau tidak menguntungkan tentunya tidak akan ada kelanggengan turnamen tersebut. Lebih baik terang terangan daripada berkedok dengan macam macam dalih seolah olah demi pembinaan tetapi dibalik itu semua ada tujuan bisnis, itu sih sah sah saja. Saya hanya ingatkan kalau Tennis is Business.

Teingat pula ditahun 1993 ketika saya sudah keluar dari PB Pelti, saya sempat selenggarakan turnamen internasional VOLVO WOMEN'S OPEN ($ 25,000), sebagai pribadi saya bisa selenggarakan turnamen ini. Sponsor daat dari Volvo Bangkok kerjasama dengan Volvo Indonesia. Begitu juga Bintaro Jaya Open suatu turnamen nasional. Apakah sekarang saya mau lakukan hal yang sama ? Kendalanya adalah saya masih duduk dikepengurusan Pelti. Beda kalau berada diluar.

Ujian tetap berjalan dan satu persatu akan dilihat hasilnya. Mulailah dari Samarinda akhir Januari 2009 sudah bisa berjalan dengan baik, tanpa sponsor. Walaupun event di Samarinda ada yang memanfaatkan dari Pelti Kota Samarinda mendapatkan dana dari KONI Kotamadya Samarinda tanpa sepengetahuan penyelenggara. Ini informasi saya dapatkan dari rekan rekan di Samarinda, dimana saya minta ditelusuri kebenarannya.

Salah satu solusi menampung obsesi ini sebagai ungkapan kemarahan atas penghinaan dilakukan rekan lainnya adalah bekerjasama dengan pihak ketiga. Tetapi jawabannya masih seperti jawaban dari rekan India yang sambil bersenandung Nehi Nehi.

Tidak ada komentar: