Selasa, 10 Maret 2009

Jangan ada DUSTA diantara Kita

Jakarta, 10 Maret 2009. Berkecimpung didunia pertenisan khususnya Indonesia banyak pernik-perniknya yang jika kita tidak menggunakan akal sehat tentunya akan justru menjadi bumerang. Saya cukup prihatin apa yang terjadi saat ini. Banyak tudingan dilakukan oleh pihak pihak tertentu kepada saya seolah olah punya maksud tertentu berlindung dibaju induk organsisasi Pelti demi kepentingan pribadi saya. Ini ada kaitan dengan kecemburuannya atas keberhasilan Piala Ferry Raturandang yang sedang berjalan dengan santai karena tidak mengandalkan teknologi informasi yang sedang trend saat ini.

Tetapi justru saya melihat ada OKNUM tertentu berlindung didalam baju suatu organisasi yang baru lahir non Pelti (masih yunior kalau dihitung dalam pertenisan Indonesia) yang berlagak seperti malaikat tetapi justru memberikan informasi yang tidak benar kepada masyarakat yang bisa disebut pula menipu masyarakat tenis, khususnya orangtua petenis. Hal ini sering terjadi, pertanyaan kepada saya oleh orangtua tentang keabsahan suatu turnamen yang sedang berlangsung. Pertanyaan singkat seperti " Apakah turnamen tsb masuk dalam TDP ?" . Selama ini jawaban yang bijak selalu saya kemukakan walaupun banyak pancingan datang dari orangtua yang akan mengadu dombakannya. Karena saya berkewajiban memberikan informasi dengan cara kuno atau kolot karena tidak melalui IT yang bukan keahlian saya pribadi. Seperti, apa yang dimaksud dengan TDP, dan persyaratan menjadi TDP (harus ada pendaftaran ke PP Pelti, harus ada Referee, harus ada sanction fee, dll ). Masih dalam batas batas sportivitas tidak perlu menjelek jelekan rekan sendiri (padahal yaang bersangkutan menggangap saya sebagai kompetitornya).

Makin sering berkunjung kedaerah justru mendapatkan masukan atau lebih tepat keluhan atas perlakuan akibat dari kerjasamanya yang kurang jelas menurut saya dengan dalih teknologi yang amat sangat canggih dimilikinya. Kesimpulannya banyak janji tapi tidak berani tepati janji. Sayapun diminta untuk kerjasama seperti yang dilakukannnya tetapi sayapun tidak mau pusing untuk sementara waktu karena kuatir dituding menyabot programnya. Bukan berarti akan dibiarkan terus kevakuman tersebut, tentunya sayapun akan mengisi kevakuman tersebut. Seperti apa yang saya lakukan didaerah daerah lainnya.

Kelayakan sebagai TDP bukan milik pribadi pribadi apalagi berdalih sebagai wakil orangtua petenis. Karena yang memiliki TDP justru induk organisasi Pelti bukan milik badan lainnya, apalagi diluar Pelti.
Sayapun mengakui disaat presentasi PNP-ONLINE justru saya tidak setuju keinginan agar hasil TDP tersebut di up-date oleh Referee. Karena seperti dilakukan oleh ITF(International Tennis Federation ) untuk Peringkat Junior, ATP-Tour untuk peringkat petenis putra, dan WTA-Tour untuk peringkat petenis perempuan, yang lakukan up-date peringkat bukannya Referee (orang luar) tetapi organisasi yang memiliki turnamen tersebut. Begitu juga keinginan lainnya untuk menyetir Pelti agar dibuat PNP KU 10 tahun dan 12 tahun. Kedua permintaan tersebut akhirnya dipatahkan oleh rekan rekan Pelti. Dalam situasi seperti ini saya ungkapkan semua ini bukan untuk kepentingan pribadi saya. Banyak orangtua petenis maupun pelatih yang minta saya buat Peringkat Petenis PERSAMI, yang sebenarnya jika saya ikutin maunya maka Piala Ferry Raturandang akan mempunyai nilai jual lebih baik. "Ini yang saya tidak perlukan. Buat Turnamen bukan dengan berikan angin iming-iming yang selama ini sering terjadi tetapi justru tidak sanggup dipenuhi sendiri. Nah, kalau ini yang terjadi seperti ini apakah tidak termasuk sebagai kasus pembohongan publik ? Saya buat turnamen untuk berikan sarana pertandingan, dan cari untung, dan saya tidak malu katakan demikian. Bukan sebaliknya, that's all. Tidak muluk muluk seperti apa yang dikatakan sebagai program pembinaan, yang orang tenis sudah tahu kalau turnamen adalah salah satu bagian dari pembinaan . Dengan banding bandingkan dengan tenis diluar negeri yang ternyata ada bohongnya dan sudah saya buktikan. Tidaklah heran kalau bukan orang tenis baru berkecimpung didunia tenis sudah merasa sangat hebat, dengan anggapan kalau orang lain lebih bodoh daripadanya. Inilah kesan yang saya terima dari rekan rekan di tenis Indonesia baik yang baru berkecimpung maupun yang sudah makan asam garamnya Tenis.

Saya sendiri sangat prihatin mulai semarak dimunculkan oleh pelaku pelaku baru di tenis dengan memberikan informasi yang tidak benar, dan berlindung dengan salah satu anggota PP Pelti. Kewajiban saya sendiri selaku pribadi untuk meluruskan kebohongan tersebut. Ada hal yang menarik saya terima dari berbagai orangtua yang mengingatkan Pelti agar berhati-hati karena ada oknum diluar Pelti ingin mengatur Pelti dengan dalih Pelti tidak profesional ataupun istilah lainnya. Akhirnya saya teringat salah satu lagu sewaktu berada di Medan. "Jangan ada DUSTA diantara kita ".

Tidak ada komentar: