Selasa, 18 Agustus 2009

' Saya Hidup Dari Tenis "

Palangka Raya, 17 Agustus 2009. Disaat HUT RI ke 64 saya berada di Palangka Raya Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah, saya menerima dan melihat kenyataan dilapangan yang sangat ironis sekali. Berbeda sekali selama ini saya melihat pertenisan di Jakarta maupun sekitarnya.
Awalnya suatu pernyataan yang muncul tiba tiba datang dari petenis yunior di Palangka Raya. “Pak, saya ini hidup dari TENIS.” ujar Serly Melinda Gilbert (16 tahun) putri dari pasangan asli Dayak dan Banjarmasin. Maksud lo ? , kira kira pertanyaan dalam hati saya terhadap pernyataan tersebut.
Diceritakan pula kalau dia ini dari Tenis bisa membantu orangtuanya. Bagaimana caranya atlet yunior bisa hidup dari Tenis. Seharusnya disaat yunior justru lebih banyak pengeluaran dibandingkan pemasukan. Bangga juga saya melihat kebanggaan yang ditunjukkannya kalau dari tenis bisa hidup.Ini kenyataan yang tidak bisa dipungkiri disaat negara tercinta sudah merdeka selama 64 tahun. Sehingga timbul keingin tahuan atas pernyataan tersebut diatas.

“Saya sudah 6 tahun jadi Ballgirl” . Baru terjawab pertanyaan dalam hati saya.
Dari keluarga bukan petenis, awal mulanya mengenal tenis, disaat Serly melihat lapangan tenis didekat rumahnya. Banyaknya bola yang dipakai berlatih menarik perhatianya. Ada keinginan memiliki bola tersebut muncul karena ada keinginan main kasti, bukan tenis. Awalnya dimarahin oleh pelatih dilapangan tersebut. Kemudian ditanya untuk apa bola tenis tersebut ingin dimiliki. Setelah itu oleh pelatih Syam’ani Mansyi ditawarkan untuk berlatih tenis. Pucuk dicinta ulam tiba . Langsung tawaran tersebut tidak disia siakan, diterimanya. Sumbangan Raket pertama diberikan oleh Sekretaris Pelti setempat Abramsyah setelah melihat potensi yang dimilikinya.
Setelah mengenal tenis, Serly pun memanfaatkan menjadi pemungut bola dilapangan tenis dimana banyak orangtua berlatih tenis. Ini pendapatan yang diterima sehingga bisa bermain tenis dan juga membantu orangtuanya. Apakah kerja dari orangtuanya!? Ternyata Ayahnya masih kerja serambitan, jadi sering keluar rumah sehingga Ibunya perlu bantuan dana juga. Ini disadarinya betul, sehingga saya melihat perjuangannya bisa menghasilkan dari dunia olahraga tenis.
Setelah melihat kondisi rumah orangtuanya lebih membuat tergugah juga Karena selama ini saya belum pernah lihat rumah (panggung) dengan kondisi seperti itu. Hatipun ingin menangis melihat kondisi seperti ini. Rumah panggung yang dibuat dari papan baik alas maupun dindingnya tanpa dilapisi cat sebagaimana lazimnya rumah tinggal. Begitu masuk kerumah langsung terjejer adik adiknya ( seluaruhnya ada 8)sedang tidur dilantai rumah.

Sekolah tetap menjadi perhatiannya, saat ini sudah selesai SMU tetapi sayang tidak lulus karena hasil Bahasa Inggrisnya sangat minim, dan akan mengulang kembali tahun depan. Sudah bisa ikuti Paket C, tetapi Serly sendiri merasa kurang afdol kalau Paket C.
Serly mempunyai adik perempuan, Sellinda Yolanda Gilbert (11 tahun) yang masih duduk dibangku sekolah , yang ternyata pernah mewakili Kalteng ikuti O2SN tahun 2009 di Jakarta sebagai petenis juga. Keduanyapun selama ini ikut membantu ibunya dengan menjadi pemungut bola atau Ballgirls.
Dari hasil tenis, ternyata Serlypun pernah mendapatkan bantuan raket WILSON Encode yang termahal dimilikinya. Sayapun kagum terhadapnya dan yang tidak kalah penting Serly tidak lupa menyampaikan terima kasih jika mendapatkan sesuatu dan selalu tidak melupakan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Melihat kondisi seperti ini di Palangka Raya, apalagi ketika melihat juga latihan petenis yunior lainnya ada yang tanpa gunakan alas kaki (tanpa sepatu) berlatih dengan tekun di lapangan Sanaman Mantikai. Tergerak juga melihat kondisi ini untuk mangajak teman2 di Jakarta membantu mereka ini didaerah Palangka Raya. Bisa dengan berikan raket raket (bekas atau baru), pakaian olahraga (T-shirts), bola tenis baik bekas maupun baru untuk latihan. Saya sendiri kalau membawa bola untuk Piala FR di Palangka Raya, selalu ditinggalkan setelah pertandingan, agar mereka ini bisa berlatih walaupun dengan bola bekas sekalipun yang sangat didambakan.
Dari kehidupan main tenis, saat ini kedua kakak beradik telah memiliki telpon seluler, yang juga sangat membanggakan saya melihat perjuangan mereka di pertenisan Indonesia. Harapan tinggal harapan, disuatu saat keduanya bisa meningkatkan prestasinya sehingga bisa mengangkat harkat dan martabat bangsa kita ini.

"Masih banyak lagi petenis Palangka Raya seperti ini." demikian tanggapan dari masyarakat tenis Palangka Raya kepada saya.

Tidak ada komentar: