Senin, 04 Agustus 2008

Kunci Sukses Membina Hubungan

4 Agustus 2008. Ada pemikiran bagus yang perlu diketahui masyarakat tenis di Indonesia mengenai Membina Hubungan agar sukses.
Satu prinsip dasar dalam berurusan dengan sesama manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Jika kita berelasi dengan banyak topeng kepura-puraan, lambat laun hubungan menjadi suatu ritual kebohongan yang menuntut kompensasi secara liar dari inti hubungan tersebut, baik hubungan bisnis, pertemanan, maupun
hubungan keluarga antara orangtua dan anak, antara pasangan nikah dan kakak beradik.

William James seorang ahli psikologi terkenal, mengatakan kebutuhan utama manusia adalah dihargai, jadi ini bukan lagi harapan untuk dihargai, tetapi sudah merupakan suatu kebutuhan vital atas pemenuhan jiwanya. Anggapan yang salah jika kita anggap karena orang lain masih anak kecil, kita sepelekan, seperti iklan sebuah produk yang
berbunyi, "yang muda, dipandang sebelah mata"

Penyebab dari hampir semua kesulitan dalam hubungan, berakar di dalam harapan yang bertentangan atau berbeda sekitar peran dan tujuannya.
Harapan dari hubungan yang dibangun harus dinyatakan secara terbuka, jika satu pihak mempunyai agenda ganda dari inti dirinya membangun hubungan tersebut, akan terjadi kesulitan untuk membuat hubungan tersebut solid berdasar kepercayaan, dan kepekaan akan rasa saling menghargai menjadi ajang penipuan jiwa belaka.

Dalam membina hubungan, kita harus mencermati unsur-unsur yang sangat penting, seperti bagaimana kita menyampaikan suatu pesan yang berisi inti suatu hubungan, dan bagaimana pesan itu kita sampaikan. Selain itu, cara apa yang kita pakai untuk menyampaikan pesan tersebut, dan sudahkah kita mempersiapkan diri, menerima apa pun reaksi yang kita
terima dari pesan yang kita kirim pada partner hubungan tersebut.

Tentu saja unsur-unsur ini berlaku pada semua jenis hubungan baik hubungan antarindividu maupun hubungan bisnis antarperusahaan, bahkan hubungan antarnegara. Banyak orang yang menderita suatu kekecewaan dan mengalami luka jiwa yang sangat dalam, karena mitranya dalam suatu hubungan bersikap sebagai pihak yang memuaskan kelaparan
jiwanya, untuk suatu hal yang penyembuhannya adalah menggenggam orang dalam telapak tangan kekuasaannya.

Dalam suatu hubungan, banyak orang terjebak permainan manipulasi emosi. "Ilmu" memanipulasi ini dimanfaatkan untuk mencapai keinginannya. Jika dia mengetahui teknik itu dan merasa sukses, serta tidak ada orang yang memprotes, teknik itu akan dipakai terus-menerus.

Perbaikan tingkah laku yang menggantikan kata maaf akhirnya hanya menjadi suatu permainan manipulasi emosi dan pemuasan ego semata.
Berikut beberapa petunjuk menghadapi orang yang mulai memainkan ilmu manipulasi, terutama pada saat dalam situasi pertengkaran:

-Jangan membuat kesalahan dengan mengambil alih kekuasaan. Tarik napas, tenangkan diri, kita bisa ambil energi untuk kejernihan pikiran dan emosi.

-Waspadalah terhadap sikap merasa benar sendiri. Jangan membuat pembelaan diri, jangan membalas teriakan dengan teriakan.

-Hindarilah petengkaran yang tak kunjung habis, berlalu secepatnya dengan damai. Jangan terlibat diskusi.

-Jangan menyinggung kepribadiannya, kita bisa terhindar dari sikap intimidasi masing-masing pihak.

-Selesaikan pertengkaran dengan pikiran yang tetap terkendali. Jangan memperuncing keadaan dengan membongkar masalah yang sudah lalu. Dengan demikian, kita bisa menyelesaikan masalah dengan tidak membuat masalah baru.

Jika kita menjalin hubungan dengan orang yang memuaskan kelaparan jiwanya dengan mengenggam orang lain dalam kekuasaannya, dengan sangat terpaksa, kita harus berusaha bisa keluar dari lingkaran hubungan tersebut. Apa pun kita buat untuk mempertahankan hubungan ini, yang didapat adalah suatu "penjajahan" jiwa yang menjerumuskan kita ke dalam frustasi dan depresi.

Di dalam hidup sehari- hari, kita melihat masyarakat diatur dalam struktur hubungan yang berisi aturan dan definisi tentang siapa yang berkuasa. Pola hubungan semacam ini hampir tak menyisakan ruang dialog, siapa yang memegang kekuasaan dalam hubungan tersebut, dialah penentu semua yang ada dalam hubungan itu.

Hubungan menjadi suatu relasi 'mati' diskusi menjadi komunikasi satu arah, dan hal ini snagat berdampak serius pada hubungan dalam lingkup relasi suami istri, atau anak dan orangtua. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang utama dalam berhubungan dengan orang lain.

Ingatlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting, manusia tidak ingin dijajah oleh manusia lain. Thucydides - Sejarawan Yunani (460-404 SM) mengungkapkan hal ini sebagai berikut: "Rahasia kebahagiaan adalah kemerdekaan, dan rahasia kemerdekaan adalah keberanian untuk bertanggung jawab atas perbuatan kita."

Banyak jiwa yang dalam membangun suatu hubungan senang menjadi 'anak buah' umumnya ini terjadi dalam suatu hubungan antartim kerja. Tentu saja hal ini bukan berarti dia memilih menjadi anak buah, karena senang dijajah, diperintah, atau dikontrol, tetapi lebih cenderung kepada kejiwaan untuk menghindarkan tanggung jawab, baik itu target
kerja, atau inspirasi dan inovasi untuk kejayaan organisasi.

Menjadi anak buah dengan santai, tanpa ambisi dan prestasi. Tentu saja jiwa demikian sulit menghargai kemampuan dirinya sendiri, hubungan seperti ini menjadi timpang, sebab inti dari pesan yang terkandung dalam hubungan tersebut sudah diisi dengan agenda ganda.

Kesuksesan suatu hubungan dapat terjadi, ketika setiap pihak berpartisipasi untuk memberi dan menerima, ketika masing-masing berperan sebagai guru sekaligus murid bagi yang lain. Hubungan diisi dengan komitmen tak tertulis, bahwa masing-masing pihak akan berusaha untuk "berubah" untuk mau "diubah" jika hal tersebut diperlukan, untuk membuat hubungan tersebut tetap ada dan sehat, membawa kebahagiaan dan kesehatan jiwa untuk semua pihak.

Sumber: Kunci Sukses Membina Hubungan oleh Lianny Hendranata

Tidak ada komentar: