Senin, 28 Juli 2008

Solo Open Bikin Pusing Sunoto

28 Juli 2008. Masalah logo Pelti yang tidak sesuai dengan AD & ART PELTI dipertanyakan oleh Wakil Ketua PengProv Pelti Jawa Tengah Sunoto kepada August Ferry Raturandang. Hal ini karena Sunoto melihat logo Pelti yang digunakan oleh turnamen Solo Open berwarna merah.Sedangkan yang rersmi adalah warna hitam dan kuning saja. "Tugas Anda untuk beritahu mereka agar sesuai ketentuan." ujar August Ferry Raturandang melalui telpon.
Oleh Sunoto dikatakan kalau sudah menegur Anna Supriyadi selaku penanggung jawab turnamen nasional yunior Solo Open 2008 dan mendapatkan jawaban kurang menyenangkan sehingga Sunoto melaporkan ke August Ferry Raturandang. Memang sebaiknya selaku Pelti didaerah masing masing bisa merangkul pelaku pelaku tenis diwilayah masing masing, bukan sebaliknya.
Oleh Raturandang dikatakan nanti Ketua Bidang Pertandingan Johannes Susanto akan ke Solo menghadiri pembukaan turnamen ITF Solo Open Women's Circuit yang berlangsung 28 Juli-3 Agustus 2008 dan bisa bertukar pikiran permasalahannya.

Masalah pelaksana turnamen tenis di Solo yang diprakarsai oleh almarhum Pipit Supriyadi mendapatkan tempat tersendiri atau mendapatkan pelayanan cukup baik oleh PP Pelti karena selaku masyarakat tenis yang peduli akan turnamen tenis dengan mencari dana sendiri tidak mengganggu Pelti. Yang menjadi masalah adalah lapangan tenis yang digunakan adalah GOR Manahan dimana kantor Pengurus Pelti Kotamadya Surakarta ikut berkantor dikompleks tersebut sedangkan kantor sekretariat pelaksanan TDP berada satu gedung. Tidak ada atau tidak mau berkomunikasi antar kedua pihak membuat tambah ruwetnya permasalahan. Disatu sisi Pelti Kotamadya Surakarta merasa tidak dilibatkan dan disatu sisi pelaksana TDP merasa berada diatas angin karena direstui oleh PP Pelti. Oleh PP Pelti dimintakan agar Pelti Solo juga aktip selenggarakan turnamen, dan mendukung pihak luar selenggarakan TDP dengan dana sendiri. Kemampuan pihak luar mencari dana agar TDP bisa berlangsung didaerah seharusnya mendapatkan dukungan dari Pelti sendiri baik dari tingkat kota maupun provinsi.
Selama ini , komunikasi pelaksana turnamen sering ke PP Pelti dan agar tidak atau lebih mudah tanpa hambatan maka PP Pelti melayani langsung termasuk memfasilitasi keinginan pelaksana seperti memberikan pengarahan pelaksanaan TDP. Komunikasi PP Pelti ke pelaksana TDP selalu diberi tembusan kepada Pelti Provinsi atau Kotamadya dimana TDP tersebut berlangsung.

Sunoto juga mempermasalahkan tentang piagam pertandingan, yang Pelti setempat tidak dilibatkan oleh pelaksana TDP Yunior Solo Open. August Ferry Raturandang katakan masalah Piagam adalah masalah pelaksana TDP. "Mau ikut dicantumkan tanda tangan dari Pelti ya silahkan saja. Bukan keharusan. Tidak ada ketentuan masalah ini." ujar Raturandang. Ada beberapa pelaksana yang meminta agar Ketua Umum PP Pelti ikut menandatangani Piagam tersebut, tetapi banyak juga tidak, bahkan ada yang cukup ditanda tangani oleh Ketua Pengkot Pelti atau PengProv Pelti.

"Apakah pelaksana TDP harus Pelti ?"
Ini pertanyaan sering muncul mengingat seringnya pemahaman terhadap TDP tidak semua pengurus Pelti khususnya didaerah mengetahuinya. Sedangkan Ketentuan TDP sudah ada dan sudah disebar luaskan diawal tahun 2004 lalu.
Dalam ketentuan TDP disebutkan pelaksana TDP bisa berupa perorangan, badan hukum, klub maupun Pelti sendiri. Jadi , jelas sudah kalau siapapun bisa selenggarakan TDP. Hanya saja setiap kegiatan turnamen , sesuai AD & ART diketahui oleh induk organisasi yaitu Pelti. Berarti pemahaman August Ferry Raturandang adalah setiap kegiatan turnamen diberitahukan ke Pelti ( baik ditingkat cabang/kota,atau daerah/provinsi atau pusat). Bukan harus minta ijin, karena banyak yang mengartikan harus minta ijin ke Pelti. Sebagai induk organisasi sangat berbahagia sekali kalau ada kegiatan tenis dilaporkan ke Pelti oleh masyarakat tenis Indonesia. tetapi jika mau masuk TDP (Turnamen Diakui Pelti) maka harus minta ijin ke Pelti untuk mendapatkan pengakuan PELTI.

Banyak kendala didaerah justru datang dari anggota Pelti yang merasa penguasa tenis didaerah sehingga semua turnamen harus melalui Pelti. Turnamen turnamen didaerah cukup banyak seperti antar instansi dsb. Memang ada yang mengajak kerjasama dengan Pelti setempat karena merasa yang lebih mengetahui peraturan adalah induk organisasinya.

"Saya sendiri merasa sebagai pelayan bagi masyarakat tenis, bukan penguasa. Kami bertanggung jawab untuk memberikan penjelasan masalah pertenisan Indonesia. Tidak ada keinginan menghambat munculnya TDP baru. Tugas kami memberitahukan tata cara laksanakan TDP. Mana yang boleh dan mana yang tidak boleh." ujar August Ferry Raturandang. Diakuinya kadang kadang dalam melayani masyarakat tenis yang datang dari berbagai kalangan , sering sakit hati tetapi tetap harus bisa menahan diri agar tetap bisa memuaskan masyarakat tenis yang cukup tinggi egonya. "Ini resiko jabatan."

Tidak ada komentar: