Rabu, 14 Mei 2008

Atlet Yunior Bunuh Diri Karena Gagal

14 Mei 2008. Berita mengagetkan hari ini setelah terima SMS dari salah satu rekan di Jawa Tengah yaitu ada petenis yunior asal Bojonegoro bunuh diri. Sebenarnya bunuh diri sudah sering diikuti di media massa. Tetapi petenis yunior (usia 14 tahun) siswa SMP Bojonegoro bunuh diri dengan menggantungkan dirinya, baru pertama kali dengar selama di pertenisan Indonesia. Atau memang ada hanya tidak ada pemberitahuannya.
Alasan bunuh diri tersebut yang masih dalam tanda tanya. Apakah betul karena gagal lolos seleksi Pekan Olahraga Daerah (POPDA) di Bojonegoro, ataukah ada factor factor lainnya.
Betapa besarnya nilai POPDA dimatanya sehingga berbuat nekat. Ada juga diberitahukan kalau yang bersangkutan menghilangkan SIMnya dan STNK. Karena tidak tahu penyebabnya, maka sulit dikatakan alasan bunuh diri sebenarnya.

Memang harus diakui dalam pertenisan Indonesia banyak sekali kasus adanya tekanan dari orangtua yang sangat sayang sekali akan putra dan putri tanpa disadari justru penyebab gagalnya putra/putrinys sendiri. Bisa gagal dalam tenis tetapi bisa juga berdampak gagal dalam kehidupannya.
Ingin anaknya harus menang dalam setiap pertandingan membuat anak tersebut tidak enjoy terhadap pertandingan tenis. Tekanan orangtua bisa menjadi anaknya depressi.
Harus diakui dalam kegiatan olahraga termasuk tenis itu melibatkan beberapa aspek seperti aspek fisik, tehnik dan mental dimana ketiganya tidak bisa dipisahkan begitu saja. Kalau aspek fisik dan tehnik bisa dilakukan atau dilatih tetapi aspek mental atau aspek psikologis sering kali kurang mendapatkan perhatian dan belum pernah dijadikan salah satu program latihan yang terintegrasikan dengan program latihan fisik dan teknik.Aspek mental akan muncul apabila atlet tersebut mengalami kegagalan dalam kompetisi sehingga disebut sebut aspek mental sebagai penyebab kekalahannya. Yang menjadi pertanyaan apakah karena kekalahan sehingga menjadikan atlet tersebut bunuh diri. Ini sulit ditebak, mungkin seorang dokter ahli jiwa bisa menjawabnya.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Amat..amat disayangkan memang. Kenapa hal seperti ini harus terjadi? Mungkin Tomy, nama yang bersangkutan tidak termasuk jajaran petenis yunior top. Namun potensinya bisa digiring lebih baik lagi.

Seperti dikatakan AFR, selain teknik dan teknis serta fisik, pelatihan mental kadang dianggap sepele dan kurang mendapat perhatian. Demikian pula ambisi orangtua yang selalu ingin anaknya menang dalam setiap pertandingan.Ambisius pribadi..seolah tidak ada kata-kata "KALAH" dalam benak orangtua, meski hal ini bukan penyebab utama kematian Tomy.

Peran orangtua dan pelatih harus lebih ekstra hati-hati mengenai hal ini. Jangan lagi ada Tomy-Tomy yang lain.

Turut Berduka Cita..
-rovitavare-