Senin, 07 September 2009

Tanpa Latihan Bisa Juara


Jakarta, 7 September 2009.. Ada satu cerita yang tidak patut ditiru. Saya teringat cerita lama setelah melihat lihat foto lama ternyata menemukan salah satu foto yang cukup berkesan, karena foto itu diambil dilapangan tenis yang sudah kegusur, tetapi bukan digusur oleh Pemerintah. Digusur oleh yang punya lapangan sendiri, yaitu lapangan Pangkalan Jati.
Foto ini sewaktu menjadi peserta turnamen tenis veteran di Pangkalan Jati. Ini foto sewaktu masuk final Tunggal putra Kelompok umur 40 tahun plus. Keistimewaannya adalah saya selama ini terkenal malas latihan tetapi berani ikut turnamen. Kok bisa, karena saya justru berlatih diturnamen tenis. Sampai sekarangpun saya paling "malas" disebut latihan, maunya bertanding diturnamen resmi saja. Waktu itu saya punya teori "gila", karena tidak ada dalam kamus kepelatihan tenis bisa terjadi yaitu "tanpa latihan bisa juara".

Ceritanya begini, saya jika ingin latihan maka saya ikut turnamen saja sekalian. Sudah lama tidak latihan akibat kesibukan kerja, kesempatan ikut turnamen terbuka. Waktu itu ada 4 turnamen veteran yang berlangsung dalam 4 minggu berturut-turut. Minggu pertama ikut turnamen veteran di Kelapa Gading, main tunggal dan ganda (berpasangan dengan Benny Mailili). Kalah dibabak pertama, begitu juga ganda kalahnya sama Tanri Abeng berpasangan dengan Bambang (dari Kompas). Kesan diturnamen ini bisa kalah diganda karena permainan sandiwara rekan saya saja yang buat kalah. Kemudian diminggu berikutnya, saya kalah di babak pertama dari Tendean. Minggu ketiga ikut turnamen veteran juga di Hotel Hilton, kalah dibabak pertama Tetapi masuk ke mingu keempat di Pangkalan Jati, ternyata masuk final ditunggal dan semifinalis bersama pasangan Benny Mailili (alm).
Sewaktu masuk final, tidak disangka saya ditelpon adik sendiri Alfred Henry Raturandang yang sebagai profesi pelatih tenis. " Lo gila ya bisa masuk final." ujarnya kagum dengan ulah saya yang tidak masuk akal, kok bisa masuk final. Dia tahunya karena baca di koran. "Ya, you pelatih, mana ada teori seperti gua ini, tanpa latihan bisa masuk final. Gua bisa buktikan teori gua ini. Untung gua bukan pelatih, hancur deh." ujar saya dengan sombong.

Lebih seru lagi sewaktu semifinal, pertandingan mulai pukul 14.00. Sewaktu mau masuk lapangan sempat bercanda sama Referee turnamen yaitu Pak Nusirwan (alm). "Siap siap ambulans." Ini gurauan sebenarnya dan lawan saya waktu itu seorang petenis veteran yang sangat aktip berlatih. Kalau tidak salah namanya Letkol Gunawan, dia itu seorang perwira Angkatan Laut. Memang benar juga gurauan saya ini mantap. Yang jatuh kram ternyata lawan saya itu. Sewaktu memasuki set ketiga disaat angka menunjukkan 2-1, tiba tiba disaat sedang mengambil bola saya, lawan jatuh, dan tidak bisa meneruskan pertandingan Respnya waktu itu adalah , main diterik matahari. Modal saya hanya dropshot dan lob. Saya menyadari kalau lawan sewaktu overhead dengan cara melompat. Ini kuncinya, akhirnya sering loncat, langsung jatuh kram juga.
Setelah itu main ganda putra, berpasangan dengan Benny Mailili (alm), disemifinal gagal masuk final.
Keesokan harinya difinal saya melawan seorang militer juga yang kondisi fisiknya lebih prima daripada saya, yaitu Mayor Guntur Simanjuntak. Dia ini anggota Polisi Militer (CPM) yang rajin berlatih. Menang fisik dan saya lemah fisik akhirnya tumbang juga dalam 3 set. Begitulah ceritanya saya sampai sekarangpun masih termasuk "malas" berlatih. Tetapi saya ini sangat enjoy dalam turnamen sehingga setiap pertandingan saya mainkan berdasarkan waktu alias lamanya pertandingan berkisar 2 jam lebih atau kata lain main 3 set juga. Pernah juga ikut bertanding dikelompo umum BCA Open di Jakarta. Pemain sudah pulang hanya panitia yang bertahan, sayapun bertanding kurang lebih pukul 13.00. Sampai petugas pertandingan Donny Darwis, sempat mengatakan " Kalau Om Ferry yang main pasti lama deh ."

Bisa dibayangkan diusia diatas 45 tahun, saya sempat ikuti Tunggal putra turnamen Men's Challenger th 1990-91( US$ 50,000), kalah di babak pertama Babak Kualifikasi melawan petenis asing. Waktu itu saya hanya mau menunjukkan kalau ada turnamen internasional di Indonesia sebaiknya atlet tuan rumah ikut sign-in karena so pasti ada tempat kosong dan akan dapat Peringkat Nasional Pelti. Saya tunjukkan juga waktu itu ikuti Green's Sands Satellite Circuit dan sempat berpasangan dengan Donald Wailan Walalangi di Semarang. Dan betul juga saya sempat menikmati menempati PNP-60 dari turnamen internasional dan juga pernah ikuti TDP Nasional BCA Open di lapangan MONAS (Mercu Buana) Jakarta.

Ini ada cerita lagi waktu ikut Men's Challenger dengan prize money US$ 50,000, saya dimainkan di lapangan Nomer 9, dan Refereenya waktu itu dari Australia Peter Duncan (alm). Saya lihat dia perhatikan saya bertanding dari stadion tenis Gelora Bung Karno. Saya kalah telak 06 06. Setelah itu saya bertemu dengan Referee Peter Duncan, dia tanya kalau saya yang tanding tadi di lapangan No. 9. Saya jawab , tidak. Itu yang main kembaran saya. Saya tipu juga dia. Karena saya waktu itu dikenal dengan nama Ferry Raturandang, dan saya daftar dengan nama August Raturandang. Tentunya dia percaya saja. Begitulah masa lalu saya ikut turnamen internasional diusia senja.

Tidak ada komentar: