Senin, 07 September 2009

Kesalahan Kesalahan Mendasar


Jakarta, 7 September 2009. Ada satu masalah yang saya ingin kemukakan tentang prestasi petenis Indonesia yang terlihat seperti mandek atau jalan ditempat istilah yang lebih baik. Sedangkan turnamen nasional di Tanah Air sudah meningkat sekali dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Memang kalau mau dicari kesalahan sebaiknya tidak perlu dikemukakan siapa yang salah. Karena dalam pengamatan saya selama ini ada kekeliruan yang sangat mendasar didalam kepelatihan tenis kita ini.
Pendapat saya ini kemungkinan ada ketidak sepahaman dengan rekan rekan pelatih kita ini. Tetapi sebaiknya disimak juga apa yang saya kemukakan disini. Saya sering melihat pertandingan tenis nasional maupun internasional.

Ada perbedaan dalam tehnik pukulannya maupun permainannya. Kualitas pukulan yang dikeluarkan oleh petenis Indonesia sangat berbeda dengan pemain asing. Sama sama pukulan spin dikeluarkan, kedengarananya sama kerasnya tetapi kalau dilihat larinya bola itu petenis kita lebih lamban dibandingkan petenis asing. Kita bisa tahu jika menonton dari sisi samping lapangan bukan dari belakang (yang biasanya untuk VIP). Plintirannya atau spinsnya terlalu besar sehingga larinya bola sangat kurang sekali.

Belum lagi petenis kita lebih banyak menunggu bola, bukannya menyongsong bola sehingga kebanyakan contact bola dengan raket saat bola sudah turun dibawah. Ini membuat lawan sudah siap menerima kembaliannya bola tersebut. Jikalau bola dijemput kedepan sehingga contact bola dengan raket disaat bola naik setinggi pinggang ( saat paling tepat memukul bola, dimana less power dikeluarkan dibandingkan jika pukul bola sudah diatas kepala atau dibawah pinggang), mempercepat permainan membuat lawan belum siap kembali.

Ada istilah yang paling sering dikumandangkan adalah "keep the ball in play", sudah baik diterapkan tetapi ada salah pemahamannya yaitu bukan berarti asal kembali bola tersebut. Petenis harus juga memukul dengan power. Disini yang diminta dalam posisi apapun harus memukul. Tetapi kenyataannya ada nasehat yang diterima adalah jika dalam kondisi enak memukul baru dikeluarkan power tersebut. Ini masalah mendasar. Menurut saya sejak awal dilatih dalam segala macam posisi sekalipun harus berani memukul dengan power. Ini tentunya banyak yang tidak setuju. Akibatnya bisa dilihat dilapangan, bagaimana hasilnya. Saya melihat hasilnya, sangat berbeda sekali. Coba diubah sejak latihan sudah berani memukul.
Perubahan ini tidaklah mudah, karena secara mendasar dalam pelatihan yang diterima atlet adalah dilatih ibarat ROBOT. Tanpa memikirkan , asal bola dipukul. Seharusnya sudah dari awal dilatih menggunakan Otaknya sendiri. Kenapa saya harus memukul spin atau kapan saya harus menggunakan pukulan flat, slice dan lain lainnya.
Bagaimana caranya memukul bola spin on the rise, bagaimana caranya memukul bola spin jika sudah masuk kedalam service boxes . Ini sangat berbeda. Kalau disamakan maka prosentasi bola keluar lebih besar sewaktu didalam service boxes. Begitu juga jika hit the ball on the rise maka sangat berbeda sekali untuk spin.

Yang tidak kalah penting adalah penggunaan Video disetiap latihan maupun pertandingan. Dari video tersebut bisa dilihat kesalahan yang dibuat dan dibicarakan setelah selesai latihan ataupun petandingan. Pembahasan seperti ini seharusnya mulai dibiasakan sejak awal.

Sampai saat ini saya melihat jika pelatihan untuk anak anak usia dibawah 10 tahun sudah tertinggal jauh , seperti anjuran ITF seharusnya anak tersebut tidak dimainkan dilapangan yang normal, diubah lebih kecil. Bolanya pun berbeda dengan bola normal, agak lebih lembut sehingga bola tersebut tidak sampai keluar lapangan sekali pukul. Maksudnya agar anak anak tersebut lebih sering memukul bola sehingga dapat merasakan "enjoy" main tenis dan juga didapatkan latihan koordinasi, flexibilitas maupun agility. Disamping itu latihan keseimbangan, fore and backswing bisa didapat dengan sempurna. Kalau dilihat pertandingan KU 10 tahun, jarang sekali dilihat adanya rally panjang. Satu dua pukulan sudah mati bola tersebut.
Saya pernah coba buat pertandingan KU 8 tahun, dengan gunakan ukuran lapangan lebih kecil. Mendapat protes dari pelatih ataupun orangtuanya. Dikatakan kalau anaknya sudah biasa latihan dilapangan normal. Mereka lupa jika lebih sering memukul bola dalam suatu permainan maka akan mendapatkan hasil lebih baik bagi atlet tersebut. Ini suatu proses yang panjang. Memang ada keinginan agar menang sehingga cukup satu dua pukulan bola tersebut segera mati. Jangan lupa justru diusia dini seperti ini dibutuhkan latihan tersebut dengan pola yang benar. Ini latihan dasar sebenarnya. Sebaiknya kita merubah pola pelatihan kita ini.
Saya juga teringat bagaimana pola pelatihan masa lalu sejak saya ikuti. Begitu juga saya ikuti pelatihan masa kini sangat berbeda. Contoh kecil adalah pelajaran awal sewaktu mengenal tenis. Masa lalu dikenalkan pertama adalah GRIP, cara memegang raket. Sedangkan sekarang berbeda sekali, langsung disuruh pegang sesukanya pemain. Mana yang dianggap paling enak memegang raketnya.
Semoga pandangan saya ini bisa bermanfaat sekali bagi pertenisan Indonesia.

Tidak ada komentar: