Jumat, 29 Mei 2009

Apa Yang Diperlukan Atlet Tenis (bersambung)

Jakarta,29 Mei 2009. Melanjutkan tulisan sebelumnya , masalah etika yang merupakan masalah mendasar dalam kehidupan bermasyarakat didunia olahraga tenis. Ada beberapa orangtua yang sudah melupakan etika. Bagaimana nasibnya anak anak yang tentunya melihat tingkah laku orangtua. Saya melihat rekan2 pengurus sendiri kalau memasuki kantor Pelti masih mengenal budaya kulonuwun.
Budaya ini terpulang datang dari rumah sendiri. Orangtua saya dulu juga mengajarkan jika memasuki rumah oranglain agar menyapa dengan sopan.
Tetapi kenyataan sekarang ini, apakah sudah berubah.
Sangat menyedihkan yang terjadi ada orangtua petenis (bukan Pengurus Pelti) masuk kantor Pelti langsung memerintah pegawai pegawai Pelti seperti pegawainya sendiri. Andaikan ditegur apakah tida malu jadinya. Saya sendiri menunggu kesadarannya karena sudah bukan anak kecil lagi.

Kembali kepada atlet tenis khususnya usia dini, jika sudah mengenal permainan tenis dan mulai menyukainya maka sudah perlu juga mengenal kompetisi , yang diawali dari internal. Sesama rekan2 dalam sekolah tenis tersebut. Setelah itu baru ikuti turnamen diluar baik friendly games ataupun Persami.
Dalam mengikuti turnamen perlu juga diperhatikan bagi orangtua ataupun pelatihnya. Memang ada keinginan putra putrinya untuk menang, tetapi lupa keinginan terlalu besar membuat beban bagi putra dan putrinya. Sehingga sayapun lebih cenderung dengan lebih mendengung dengungkan dalam slogan yang cukup sederhana yaitu Win Or Loose I don't care, I Juat Play Tennis......
Biarkanlah mereka menikmati permainannya sehingga dukungan external janganlah jadi beban bagi mereka. Ini menurut saya hanya berdasarkan pengamatan selama ini sebagai penyelenggara Persami ( sejak 1996) melihat perilaku orangtua. Sehingga ada yang protes katakan kepada saya yaitu " Boleh Ambisi tetapi bukan Ambisius."
Ya, saya bukan seorang ahli pendidikan walaupun orangtua saya dulu pensiunan Departemen Pendidikan.

Kalau saya mengingat masa lalu kejadian kejadian di lapangan tenis Pusat Tenis Kemayoran , ada orangtua sendiri mempermasalahkan bola out dan in. Menurut orangtua bola itu OUT tetapi anaknya mengatakan IN. Bahkan saking emosi tanpa sadar seorang Ibu mengatakan anaknya GOBLOK. Ini fakta yang terjadi dan kalau lapangan tenis Kemayoran bisa bicara tentunya sebagai saksi kejadian itu. Akibatnya seperti yang selalu saya kemukakan, orangtua yang ambisius saya jamin putra putrinya gagal meneruskan sebagai petenis. Buktinya putra dari Ibu tersebut sudah menghilang dari peredaran alias masuk sekolah saja. Ini banyak jumlahnya di Tenis Indonesia.

Belum lagi ada orangtua memukul petugas pertandingan. Coba dibaca kembali tulisan saya sebelumnya di blog ini. Pasti terjawab siapa biangnya ! ( bersambung)

Tidak ada komentar: