Senin, 25 Mei 2009

Kenapa TDP minim peserta ?


Jakarta, 25 Mei 2009. Sempat muncul setengah protes datang dari rekan Amin Pujanto masalah TDP atau kejuaraan / turnamen nasional yang berlangsung akhir akhir ini cukup marak tetapi dianggapnya tidak layak sebagai TDP.Keluhan ini disampaikan akhir tahun 2008 lalu. Karena melihat hasil TDP disalah satu kota diluar Jakarta waktu itu. Pemahaman TDP masih belum semua pihak memahaminya. Satu sisi memandang perlunya kuantitas bukannya kualitas. Saya pribadi memang lebih cenderung akan kuantitas dulu baru kemudian jika sudah berjalan maka secara tidak langsung menuju ke kualitas. Karena pengamatan saya selama ini banyak daerah masih membutuhkan turnamen, tetapi pelaku pelakunya didaerah belum tahu mau start dari mana.
Memang ada yang sudah membutuhkan kualitas tetapi menurut saya sendiri masih banyak petenis yang sangat membutuhkan kesempatan menikmati turnamen sehingga lebih cenderung kepada kuantitas.
Masalah apa yang timbul sehingga timbul pertanyaan dari rekan saya tersebut. Karena melihat jumlah peserta yang sangat minim sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan sebutan TDP. Misalnya peserta tersebut kurang dari 8 peserta disetiap event (jenis pertandingan), karena dalam aturan TDP untuk mendapatkan PNP (Peringkat Nasional Pelti) disebutkan minimal 8 peserta dianggap layak bertanding.

Yang jadi pertanyaan adalah masalah minimnya peserta, kenapa demikian. Seperti yang terjadi di Jakarta, minimnya peserta RemajaTenis-2 sehingga oleh penyelenggara diundurkan saja agar nama TDP bisa dipertahankan sebaik mungkin. Ini cara cukup bijaksana. Alasan Lucky Mosal selaku Direktur Turnamen mengatakan agar menjaga citra TDP dimata masyarakat tenis. “Sebagai pelaku tenis, kita tidak boleh merusak citra TDP yang dengan susah payah diciptakan oleh Pelti.” ujar Sinyo panggilan sehari-hari Lucky Mosal.

Kenapa sampai minim peserta.? Saya melihat karena minimnya promosi sehingga turnamen tersebut belum diketahui oleh petenis yunior maupun orangtua dan pelatih. Bisa juga pemilihan waktu turnamen sebagai penyebab gagalnya peserta. Iming iming apapun tidak akan mempan disituasi seperti ini.
Bulan Mei dan Juni merupakan bulan yang sangat sibuk bagi petenis yunior. Ada kegiatan O2SN baik antar SD maupun SMP, sehingga atlet yunior lebih cenderung ikuti seleksinya maupun kegiatan tersebut yang biasanya dilakukan di Ibukota Provinsi.
Begitu juga jika dilakukan diluar Jawa, menunjukkan daerah tersebut kurang pembinaan petenis yuniornya. Kenapa bisa minim petenis yunior , karena menurut saya karena kurang kegiatan turnamen yunior ditempat tersebut, sehingga disaat mau diangkat ketingkat nasional terpaksa diundanglah petenis dari Jakarta kedaerah tersebut. Idea ini cukup baik kalau bicara soal pembinaan tetapi kurang jeli melihat kekuatan pasarnya jika lihat dari strategi marketing. Akibatnya kembali kepada finansialnya yang akan berteriak. Nah, sekarang apakah semua orang mau jadi sinterklaas, tentunya TIDAK. Janganlah lupa kalau tujuan buat turnamen adalah mencari keuntungan finansial sehingga bisa berlangsung langgeng dan konsisten disaat krisis ekonomi melanda kita semua.
Saya sendiri tidak terlalu gegabah jika hendak memasarkan TDP didaerah daerah khususnya luar Jawa. Selain ada lapangan tentunya juga harus ada atletnya sendiri yang memadai. Jika belum dapat gambarannya maka diawali saja dengan Persami. Ini anjuran yang bijak , agar sedikit hati hati dalam memasarkan turnamen didaerah daerah. Tetapi saya wajib hukumnya harus berterima kasih juga jika ada rekan rekan kita yang mau jadi sinterklaas didaerah daerah
.

Tidak ada komentar: