Jakarta, 13 Desember 2008. Kalah atau menang adalah hal biasa didalam suatu pertandingan tenis. Mana ada 2 juara, cukup 1 yang juara. Kekeliruan dikatakan kalau dikatakan juara 1, juara 2 dstnya. Yang betul adalah Juara, runner up . Pemenang di final itu yang betul betul juara.
Dalam sosialisasi ke peserta turnamen tenis Persami Piala Ferry Raturandang, selalu disampaikan dalam kesempatan berdialog dengan para orangtua peserta.
Bahkan dalam slogannya disebutkan, win or loose I don't care, just play TENNIS @ Ferry Raturandang Cup. Ini slogan cukup bermanfaat kalau dicermati dengan baik. Begitu juga dibalik itu ada "Parental Pressure" yang menunjukkan orangtua selalu mengambil alih peran pelatih.
Di-sela sela pertandingan Piala Ferry Raturandang-59 di Family Club Bukit Damai Indah Balikpapan, August Ferry Raturandang sempat berdialog dengan Joyce, Vanda Sari Tallei dan orangtua lainnya dari Samarinda dan Balikpapan.
"Jangan sekali kali menanyakan kalah atau menang kepada anak anaknya." Ini merupakan beban bagi anak apalagi kalau kalah. Sudah capek bertanding masih kena beban lainnya katkutan dimarahin."
Selanjutnya dikatakan sebaiknya yang ditanyakan adalah bagaimana perasaannya sewaktu bertanding. Apakah dia itu menikmatinya apa tidak pertandingannya. Jika melihat sendiri cara mainnya, maka pujilah anak tersebut disaat dia membuat pukulan yang baik dan mendapatkan angka tersebut. Biarkan saja dia akan bercerita kalau dia itu kalah, seolah olah tidak tahu kalahnya. "Katakan tidak apa apa kalah. Yang penting main baik saja. Kalau Menang berarti Mujur. Suatu saat anak akan mendapatkan kemujuran tersebut."
Harus dimaklumi, anak anak main tenis sebagian besar bukan karena keinginan anak sendiri tetapi keinginan orangtuanya. Melihat hal ini harus disadari kalau anak anak itu harus enjoy di tenis. Tidak ada unsur enjoy sulit akan berkembang. Lebih sedih lagi sudah banyak anak anak BERHENTI main tenis akibat tidak merasakan enjoy di Tenis. Yang enjoy justru orangtuanya karena main tenis.
Kekurangan atelt adalah kurangnya kompetisi sehingga mental bertanding bisa anjlog. Latihan bisa bagus sekali tetapi memasuki lapangan bertanding justu antiklimaks.
Kompetisi adalah bagian dari Pembinaan. Tanpa kompetisi, peningkatan prestasi tidak bisa diharapkan sekali.
Dari pengalaman mengamati tingkah laku orangtua diturnamen tenis yunior, kadang kadang orangtua sudah beralih fungsi, sudah mengambil alih peran pelatih. Bahkan aktip berikan instruksi langsung ke anaknya. Tidak boleh lakukan hal ini jika sedang bertanding, karena dalam code of conduct dimasukkan dalam kategori coaching.
Sebenarnya hati pelatih sangat tersinggung akan sikap orangtua itu, tetapi mengingat takut hilang murid maka didiamkan saja. Harus maklum Jaga Langganan, prinsip marketingnya.
Ambisi orangtua cukup besar bahkan sudah lebih menjurus kepada ambisius. Ini berbahaya sekali tanpa disadarinya.
Beberapa contoh bisa dilihat dilapangan, jika anaknya dirugikan oleh keputusan wasit atau referee / Panpel diluar lapangan, langsung bereaksi orangtuanya. Bahkan ada yang lebih sedih mengobral ketidak puasanannya kerekan rekan lainnya. Masalah bola keluar (OUT) dan masuk (IN) bisa jadi masalah besar jika merugikan anaknya. Tapi beda kalau menguntungkan anaknya, terjadi pembenaran kesalahan.
Lebih dashyat lagi kalau anaknya kalah. Bisa seluruh dunia diumumkan kekesalannya. Tapi bagi orang bijak justru ditertawakan tingkah laku seperti itu.
Dan hebatnya didepan anaknya (kalau kalah), sehingga anaknya dibela padahal kualitasnya masih belum bisa mengalahkan lawannya.
Coba tanya kepada orangtua kalau anaknya kalah, so pasti banyak alasan dikemukakan. Kesannya tidak mau mengakui kemenangan lawan anaknya. Jarang menemukan orangtua memuji lawannya. Apa betuuuul ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar