Senin, 23 Juni 2008

Mengenal SPORTIVITAS

23 Juni 2008. Sudah saatnya sekarang sebagai pelaku pelaku olahraga khususnya tenis bisa membaca sekedar mengingatkan betapa pentingnya SPORTIVITAS didalam perputaran olahraga tenis. Apalagi saat ini kegiatan turnamen tenis sedang gencar gencarnya dijalankan oleh masyarakat tenis di Indonesia. Hari ini dapat berita dari Bandung ada protes dilakukan oleh Orangtua petenis yunior turnamen Oneject Indonesia yang mengancam mundur dari kelompok umur 12 tahun hanya karena kesalahan dilakukan oleh Referee. Marilah kita semua merenungkan apa yang terjadi selama ini didunia tenis khususnya, dengan tujuan untuk memajukan olahraga khususnya tenis.

"Lebih baik belajar dari satu orang yang telah menjalankan sportivitas daripada belajar ke seratus orang yang hanya bisa omong belaka."-- Knute Rockne, pelatih sepakbola Amerika

JANGAN salahkan sepak bola bila dalam bulan ini banyak karyawan yang datang ke kantor dengan mata sembap, kekurangan darah seperti vampir yang sedang diet. Sudah banyak yang paham, ini adalah buah dari turnamen sepak bola Piala Eropa yang tengah digelar di Austria dan Swiss hingga akhir bulan ini. Di sana para bintang dunia di
lapangan hijau tengah beraksi. Teramat sayang untuk dilewatkan.

Meski hasilnya banyak deadline yang ketabrak, termasuk message of monday yang sedang Anda baca ini. Beruntunglah publik penggila sepak bola di negeri ini. Semua tontonan gratis, kecuali tentu saja tagihan listrik yang harus dibayar. Tontonan gratis ini sungguh bernas. Penonton setia tidak hanya disuguhi permainan atraktif, pergerakan bola yang fantastis, tetapi juga ini yang penting, sikap teladan dari para aktor di lapangan. Semua tunduk pada aturan permainan. Ingat penyerang ganteng Italia, Luca
Toni, yang golnya dianulir wasit saat melawan Rumania? Dalam tayang ulang terlihat jelas bahwa Toni tidak berada dalam posisi off-side.
Artinya, gol itu sah. Coba andai saja Toni berlaku seperti konstituen yang kalah dalam Pilkada di berbagai daerah. Dapat diperkirakan, jidat sang wasit benjol kena kepruk. Namun nyatanya tidak, ia menghormati keputusan wasit meski dengan hati yang dongkol sebesar telor bebek. Nah, inilah nilai luhur dari olahraga. Setiap
atlet yang bertarung dengan sendirinya menyerap semangat ini. Mereka menerima kekalahan, juga menerima kemenangan. Semua sudah terwadahi dalam aturan permainan. Andai hal itu tak mereka punyai, sangat mungkin pertandingan sepak bola memakan waktu berjam-jam atau bahkan sehari penuh, karena tim yang satu tak mau menerima kekalahan. Sepak bola adalah salah satu warisan besar yang ditemukan manusia. Walau
keras, toh semangat sportivitas adalah segalanya.

Sportivitas pada mulanya memang lebih akrab untuk terminologi olah raga. Pada hakekatnya, sportif adalah suatu sifat kesatria, mau mengakui keunggulan pihak lain, menerima kegagalan dan kekalahan, memahami dan mengerti perbedaan yang muncul, serta menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan. Namun kini, kata 'sportif' digunakan secara
umum, termasuk dalam dunia politik dan juga bisnis.

Tanggal 8 Juni 2008, Museum Gedung Nasional, Amerika, sebuah acara penting berlangsung. Hillary Clinton, calon presiden dari Partai Demokrat melakukan pidatonya yang bersejarah di hadapan dua ribu pendukungnya. Hari itu, untuk pertamakalinya, Hillary Clinton mengakui kekalahannya dari pesaing utamanya, Barack Obama sebagai nominee calon presiden Amerika dari Partai Demokrat. Dalam pidatonya, Hillary mengatakan, "Saya mendukung Obama dan memberikan dukungan penuh kepadanya. Hari ini, saya mengucapkan selamat kepadanya atas kemenangannya dan pertarungan luar biasa yang dijalaninya. " Senator Hillary tidak hanya mengakui kekalahannya,
tetapi juga mendukung penuh bagi kandidat presiden Amerika dari Partai Demokrat, Barack Obama. Hillary menyatakan akan habis-habisan melakukan apa pun agar Obama terpilih menjadi presiden. Sikap yang ditunjukkan Hillary patut diacungi jempol. Hillary bukan hanya bersikap sportif, dengan mengakui kekalahannya, tetapi juga berpikir ke depan untuk secara bersama-sama dengan Obama, memenangkan pemilu
dari partai yang sama.

Sikap yang ditunjukkan Hillary, tak beda jauh ketika Al Gore kalah dalam pemilihan presiden melawan penantangnya George W. Bush. Gore kalah bukan karena telah selesainya hasil perhitungan suara dilakukan. Mahkamah Agung Amerika akhirnya memutuskan sengketa perhitungan suara yang terjadi. Ketika tahu Gore akhirnya kalah
dalam pemilihan presiden, dalam pidatonya, Gore mengatakan bahwa ia baru saja menelepon George Bush untuk menyampaikan bahwa ia menerima kekalahannya dan mengucapkan selamat atas terpilihnya George W. Bush sebagai Presiden Amerika ke-43. Di bagian lain pidatonya yang cukup puitis, Gore menyatakan bahwa ia sebenarnya tidak setuju dengan keputusan Mahkamah Agung sehari sebelumnya, yang memenangkan Bush
sebagai Presiden, namun dia sangat menghargai keputusan itu dan menerimanya. Bahkan Gore mengajak segenap warga Amerika agar bersatu dan bersama-sama berdiri di belakang presiden baru Amerika. Sungguh, suatu ajakan yang sangat simpatik melihat betapa kisruh dan tegangnya selama 36 hari terakhir dalam proses perhitungan suara
pemilihan presiden sebelumnya.

Sikap sportif tak hanya berlaku bagi mereka yang kalah dalam suatu pertarungan, tetapi juga sebaliknya. Anda masih ingat si leher besi Mike Tyson? Mike Tyson merupakan petinju legendaris di zamannya.
Kemenangan Tyson sebagian besar dilakukan dengan memukul KO lawannya sebelum pertandingan berakhir. Ketika Tyson menggulung lawan- lawannya, tak ada apresiasi kemenangan yang gegap gempita dari Tyson. Setelah meng-KO lawannya, Tyson cukup tenang, datar dan menghampiri lawannya serta memberikan pelukan persahabatan yang
hangat. Seolah Tyson hendak mengatakan, ini hanyalah sebuah permainan.

Sikap sportif inilah yang harus dikembangkan dalam kehidupan sehari- hari kita. Baik dalam lingkungan rumah, kantor, dunia bisnis ataupun dalam dunia politik. Dalam kehidupan sehari-hari, dapat kita tunjukkan dengan bersikap jujur dan terbuka terhadap pasangan dan anak. Mau menerima masukan, kritik, bahkan dari anak sekalipun.
Serta, ini juga yang penting, mau bertanggung jawab terhadap semua perbuatan yang dilakukannya. Dalam dunia bisnis misalnya, menerima kekalahan dalam proses tender. Atau mengakui keunggulan produk pesaing yang ternyata memang lebih baik dan berkualitas.

Bagaimana dalam dunia kerja? Selalu ada kompetisi dengan aturan main yang tak seragam di dunia kerja. Mulai dari cara yang paling halus, hingga yang paling kasar sekalipun. Tetapi tetap saja, dalam menghadapi kompetisi tersebut, Anda harus bersikap sportif. Sikap sportif dalam pekerjaan, dapat Anda tunjukkan dalam kerjasama dengan rekan kerja lainnya. Jangan pernah ragu untuk membantu rekan yang
sedang menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya. Di lingkungan kerja pun, Anda harus tetap saling menghormati atas setiap perbedaan yang muncul. Sikap toleransi terhadap sesama rekan kerja juga harus ditumbuhkan. Sikap ini merupakan bentuk penghargaan terhadap setiap perbedaan kekuatan dan kelemahan. Diharapkan, dengan sikap ini mampu menumbuhkan dan menggerakkan sikap sportif rekan
kerja lainnya.

Dengan mengembangkan nilai sportivitas bagi setiap individu, diharapkan yang muncul adalah pribadi-pribadi yang tangguh. Pribadi yang unggul dalam menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, keterbukaan dan kebersamaan dalam kehidupan. Masalah-masalah bangsa ini sesungguhnya dapat kita atasi secara maksimal dan optimal, bila
semua pihak mau bersikap sportif.

Alangkah indahnya bila persaingan Anda di kantor diakhiri dengan acara tukar-tukar kaus seperti di lapangan sepakbola, atau mendatangi lawan yang terkapar di ring setelah tersungkur knock out atau memberikan karangan bunga ucapan selamat atas kemenangan sang lawan dalam Pilkada. (160608)

Sumber: Sportivitas oleh Sonny Wibisono

Tidak ada komentar: