Jumat, 29 Februari 2008

Apa Betul Pembinaan Tenis Itu Macet ?

Dalam masa kepengurusan Pelti dibawah komando Martina Widjaja selaku Ketua Umum PB Pelti (2002-2007) masih ada masalah yang belum jelas bagi masyarakat tenis di Tanah Air. Akibatnya semua yang masih berpikiran pola pembinaan cara lama membuat tidak sejalan dengan apa yang sedang berjalan.
Ada yang menganggap pembinaan tenis macet alias tidak berjalan akibat kekalahan tim Piala Davis. Lupa dengan apa yang sudah di amanatkan oleh Musyawarah Nasional (Munas) Pelti 2002 di Makassar Dicantumkan program yang harus dijalankan oleh PB Pelti dibawah Ketua Umum Martina Widjaja.. Ada sedikit keanehan karena yang bertanya tanya adalah rekan rekan yang sebenarnya sudah harus mengetahuinya. Kenapa , karena mereka ini duduk dikepengurusan Pelti baik di tingkat Pengda maupun Pengcab. Dan ada yang ikut Munas 2002. Jika pertanyaan ini muncul diluar anggota pengurus Pelti tentunya wajar saja Bukan sebaliknya.

Kalau kita membaca buku AD & ART maupun Pokok pokok program kerja Pelti 2002-2007 sudah jelas diungkapkan bahwa Pelti akan lebih memusatkan pengembangan peningkatan prestasi pada petenis yunior. Ini masuk dalam Bab VI soal Pemain pasal 6 program kemandirian.. Apa sih yang dimaksud mandiri. Tentunya mandiri dalam pembinaan petenis baik soal pelatih, latihan maupun try pout semua dibebankan oleh perorangan, badan maupun klub tennis.

Selama ini selalu muncul protes soal tidak didukungnya atlit nasional yang merupakan kebanggaaan bangsa Indonesia terutama pendanaan sehingga kebanyakan atlit tennis tidak mampu try out keluar negeri.. Soal dana merupakan masalah klasik, tetapi jika mau professional tentunya ada cara lain. Beranikah petenis nasional kita “gambling” dalam hidupnya. Pinjam dana apakah melalui bank utnuk membeayai try out keluar negeri. Karena sebagai petenis, ikut turnamen adalah mencari makan selain cari peringkat dunianya. Saya punya pengalaman sewaktu mengatur try out Andrian Raturandang. Bagaimana caranya mendapatkan fasilitas di turnamen luar negeri. Waktu itu Andrian ikut 2 Men’s challenger (US 50,000) di Vietnam dan Singapore, saat itu dana juga merupakan kendala tetapi Andrian bisa kembali bawa uang, karena ditekankan petenis harus bekerja baru dapat uang. Disini yang penting membina hubungan dengan pengelola turnamen diluar negeri. Begitu juga saat saya bertanya ke pelatih Deddy Prasetyo soal batalnya atlitnya ikut China Futures 2 tahun lalu. Jawabannya atlitnya takut pergi tanpa ada dana 100 prosen ditangan , baru dapat setengahnya. Sebenarnya dengan dana baru 50 % sudah cukup sebagai modal try out.
Saya melihat ada kecemburuan atas dikirimnya beberapa atlit yang menurut dikira masyarakat dibeayai oleh PB Pelti.

Disinilah masalah yang ada, ketidak tahuan ini menyebabkan beda persepsi. Sesuai dengan pokok-pokok program kerja Pelti, keberadaan klub sangat diutamakan. Tetapi masyarakat menganggap hanya ada 2 “ kubu ”, yang sebenarnya dimaksud 2 klub. Tetapi kenyataan ada lebih dari 2 klub, seperti di Jakarta ada klub dibawah asuhan pelatih Tintus Wibowo (Ragunan), Deddy Prasetyo (Detec), Tjahjono (KTC), Yayuk Basuki (YBTA), Gunawan Tedjo (GFTC), Hadiman (KTKG), Alfred Raturandang (ARTC). Di Bandung ada FIKS dibawah pewlatih Meiske Wiguna, begitu juga dibawah pelatih Wibowo H dll. Belum lagi di Surabaya ada klub dibawah pelatih pelatih seperti Patricia Boediono, Raymond Alimwidodod maupun Bonit Wiryawan dll.
Anggapan soal klub Ragunan milik PB Pelti juga salah besar, karena pemilik dari Ragunan Tennis Center adalah Martina Widjaja pribadi bukan sebagai Ketua Umum PB Pelti. Ada permintaan atau pertanyaan kenapa PB Pelti tidak membuat sentra sendiri. Disamping mahal tentunya kita harus kembali ke amanat Munas Pelti 2002. Era sekarang dari segi efisiensi tentunya lebih tepat guna tidak punya TC sendiri, cukup dititipkan ke TC yang sudah ada. Contohnya banyak perusahaan tidak memiliki kendaraan sendiri cukup sewa dari Car Rental. Bisa dibayangkan ada 30 Pengda Pelti, jika masing masing minta haknya agar atlitnya masuk dalam TC yang dimiliki PB Pelti, berapa biayanya. Kan PB tidak bisa menolak permintaan Pengda. Saat ini program KONI Pusat Indonesia Bangkit dititipkan oleh PB Pelti ke Ragunan Training Center yang fasilitas fasilitasnya terbaik dibandingkan lainnya. Ada 4 lapangan tennis, beserta fasilitas gym maupun akomodasi sekelas hotel berbintang.

Berbagai cara untuk masuk kedalam Ragunan Tennis Center, bisa langsung dan bisa juga melalui PB Pelti. Seperti selama ini ada permintaan dari Pengda Pelti Jawa Tengah agar atlitnya masuk ke Ragunan untuk Lutfiana AB maupun Prima Simpatiaji. PB Pelti hanya merekomendasikan permintaan tersebut ke Ragunan, mengenai diterima atau tidak tentunya tergantiung Ragunan. Begitu juga permintaan dari Pengda Sumsel tentang Vivien Silfany, maupun Pengcab Pelti Balikpapan dengan Faisal Aidil dititipkan di Ragunan.
(Ditulis 13 Maret 2005)

Tidak ada komentar: