Senin, 18 Februari 2008

HOW TO WIN atau HOW TO PLAY

Menonton turnamen adalah pekerjaan yang membosankan kecuali didalam turnamen ikut bertanding petenis favoritnya. Apalagi lihat turnamen tenis yunior terutama kelompok umur 10 tahun dan 12 tahun. Tapi bagi orangtua yang putra atau putrinya bertanding membuat sedikit tegang.
Ada perbedaan type permainan petenis cilik di Jakarta dan diluar Jakarta. Prosentase petenis luar Jakarta menguasai pertandingan kelompok umur 10 tahun maupun 12 tahun. Apa sebabnya demikian. Pengamatan selama ini terlihat jelas type permainannya berbeda. Petenis luar Jakarta ada kecendrungan memilih HOW TO WIN dibandingkan petenis Jakarta yang lebih cenderung ke HOW TO PLAY.
Jelas dengan postur tubuh kecil (apalagi ada yang tinggi badannya dibawah atau sama dengan tinggi net, alami kesulitan melayani Moon Ball yang diberikan lawannya. Tenis adalah speed and power game diabaikan. Banyak alasan diberikan oleh pembinannya. Kebiasan seperti ini sebenarnya awal kehancuran atlit tersebut. Sebenarnya power itu sudah dari kecil dilatih sehingga jika pukulan dasarnya terbentuk maka dengan sendirinya speed and power game akan dilakukannya.
Memang dalam pertandingan tujuannya adalah MENANG. Tapi lupa cara mendapatkan kemenangan dengan cara cara lembut sangat kurang menguntungkan setelah beranjak dewasa, kebiasaan ini tetap terbawa bawa. Ya, bisa saja dikatakan ini bagian dari strateginya.
Tetapi jika dilakukan how to play dengan lakukan pukulan pukulan benar dan keras, otomatis nanti kontrolnya bisa dilakukan kemudian. Bukan sebaliknya kontrol nomer satu. Ini akbat dari target petenis adalah juara kelompok yunior bukannya juara dikelompok senior atau kelompok umum (Pro)
Sebentar lagi bisa dilihat turnamen internasional yunior di Jakarta. Seperti turnamen internasional selama ini terlihat petenis tuan rumah kewalahan dengan petenis asing yang memiliki pukulan keras sekali. Cobalah diubah. Tapi mungkin saya salah tapi mungkin juga benar tapi silahkan coba dong dan lihat hasilnya.

Pengalaman pernah terjadi atas putri saya semasa usia 9-10 tahun di turnamen Eldorado Cup, Bandung. Karena datang agak terlambat dan sudah dipanggil panitia, praktis kurang pemanasan. Setiap pegang servis selalu kalah mudah yaitu 0-40, sehingga angka sudah menunjukkan 7-0 untuk lawan. Apa yang terjadi dengan supporter yang berikan dukungan diluar saat itu datang dari 2 keluarga Raturandang. Dari Om, tantenya maupun sepupu sepupunya termasuk Ibunya dan kakaknya sekalipun minta setiap servis dilakukan bukan dari atas kepala karena sering double fault. Cukup dengan servis dari bawah supaya kemungkinan masuk pasti besar. Masuk akal juga. Tapi saya sebagai Ayahnya hanya diam karena saya inginkan how to play bukan how to win dalam usia 9-10 tahun. Selama itu saya tanamkan selalu how to play not how to win. Saat angka sudah 7-0, putri saya menemukan servisnya sehingga mulailah percaya diri (PD). Mau tahu akibatnya angka menjadi 7-7 dan menang 9-7.
Setelah itu Omnya yang profesi pelatih yang waktu itu belum jadi pelatih nasional, katakan kalau saya bisa atasi hal itu. Intinya adalah How to play bukannya how to win.

Tidak ada komentar: