Rabu, 13 Februari 2008

Mutasi Atlit Identik Pembinaan Instant



Mutasi atlit dalam rangka Pekan Olahraga Nasional 2008, dibahas sengit oleh peserta Rapat Paripurna Anggota (Raparnas) KONI Pusat pada tanggal 6 Februari 2006 di Jakarta. KONI Pusat telah membentuk Kelompok Kerja (POKJA) beberapa bulan lalu. Pokja telah merumuskan konsep mutasi atlit yang akan dibahas dalam Raparnas KONI Pusat. Setelah dimatangkan dalam Raparnas kemudian dibawa ke Musornas (Musyawarah Nasional ) pada tanggal 20 Februari 2006 di Bali untuk pengesahannya.

Pembahasan mutasi oleh Pokja yang telah makan waktu beberapa bulan karena ada dari PB/PP yang bertahan memakai aturan dari cabang cabang olahraganya, tetapi lupa kalau PON ini bukan milik PB/PP tetapi penyelenggara yang ditunjuk KONI Ada yang ingin agar tidak perlu 2 tahun domisili, bisa saja kurang dari satu tahun. Tapi lupa kalau peraturan PON sudah diputus, soal domisil minimal 2 tahun. Sehingga hanya perlu dibuatkan mekanisme mutasi yang diusulkan 2,5 tahun sebelum PON.
Semua pihak menyadari selama ini telah terjadi kebohongan public dilakukan dalam upaya meloloskan masing masing kehendak dengan tujuan mendapat medali bukannya prestasi sebagai target Disadari atau tidak kalau selama ini telah terjadi pelanggaran yang bisa dituding criminal. Contoh jelas atlit bisa memiliki 2 KTP dengan 2 daerah yang berbeda .Asli, tapi bisa juga bisa dikatakan palsu. Kenapa bisa begitu. Karena didukung oleh Pembina Pembina didaerah yang jelas punya wewenang mendapatkan KTP. . Dengan menghalalkan segala macam cara agar bisa ikut PON atau medali di PON
Hasil Pokja telah merumuskan mekanisme mutasi. Mulai dari dihormatinya hak atlit bermutasi dengan ikuti aturan aturan mainnya. Atlit harus buat surat yang formatnya sudah ada, ditujukan ke Klub/Pengcab dengan tembusan ke Pengda/KONIDA, dengan mencantumkan pindah kedaerah mana. Dilampirkan surat keterangan pindah domisili dan foto copy surat bukti sesuai alasan mutasi seperti mengkuti orangtua, pindah tugas/mutasi kepegawaian, mendapat pekerjaan di daerah tujuan,diterima di sekolah/Perguruan Tinggi didaerah tujuan . Alasan lainnya tidak diterima. Jangka waktu adalah 2,5 tahun sebelum PON 2008. Padahal PON 2008, rencananya sedang diajukan oleh KONI Prop.Kaltim ke Maret 2008. Klub/Pengcab dalam waktu 30 hari sudah harus mengeluarkan Surat Rekomendasi Mutasi (SRM) dengan mencantumkan menerima atau menolak dengan alasannya. Begitu juga Pengda/KONIDA dalam waktu 30 hari jarus sudah bisa keluarkan SRM menerima atau menolak. Yang menarik adalah Klub/Pengcab berhak minta uang kompensasi bagi atlit yang masuk dalam program pembinaan KONIDA untuk PON. Atlit yang ditolak bisa ajukan protes ditujukan ke KONI Pusat yang membentuk badan arbitrase, dan dalam waktu 30 hari harus ada keputusannya yang final.
Dari pengamatan saya selama ini, atlit tenis termasuk paling cerdik, Kenapa bisa begitu. Menyadari akan pola pikir pembinaan instant oleh Pembina di daerah daerah terutama sebagai calon tuan rumah,, tanpa dibekali pengetahuan masalah pertenisan nasional, maka yang untung adalah atlit tenis, Sana sini bisa sabet duit yang berbunyi puluhan juta rupiah bahkan bisa ratusan juta. Ada yang mengatakan agar bisa ikut PON saja sudah cukup, tapi ada yang dibohongi oleh pelatih2 cerdik dengan janjikan dapat medali. Yang penting medali, tidak masalah perunggupun jadilah. Tetapi apakah sesuai dengan pengeluaran dana yang disiapkan dalam 3-4 tahun sebelum PON .. Tetapi alasan klasik dikeluarkan Pembina tsb adalah cara ini merupakan salah satu cara membina atlit tenis yang sangat butuh dana. Tapi kenapa tidak memanfaatkan atlit dari daerah sendiri. Disinilah masalahnya.
Tahun 2005, banyak daerah telah lakukan Pekan Olahraga Daerah (PORDA) sebagai ajang persiapan menjaring atlit Pelatda menghadapi PON 2008 di Kaltim. PORDA termasuk sasaran empuk bagi petenis. Banyak atlit berlomba lomba kirim surat ke Pengda asal menyatakan pindah daerah. Yang menjadi masalah, ada yang ikuti PORDA di Tahun 2005 di 2 daerah. Pernah terjadi final PORDA dibatalkan karena belum ada kesepakatan soal status atlit
Anjuran saya dalam mengatasi ini, adalah dibuatnya peraturan PORDA yang bisa menghambat masuknya atlit siluman tersebut. Ada tim keabsahan dibuat KONIDA sehingga jika sudah dikeluarkan daftar nama2 atlit dari KONIDA, sebenarnya tidak bpleh diprotes lagi. Sama seperti PON.
Menyadari hal hal tersebut, pembinaan instant sebaiknya dihindari. Memang butuh waktu, tetapi tugas kita sebagai Pembina justru menaikkan pertenisan diwilayah masing masing. Kewajiban kita mencerdaskan bangsa, mulailah dengan mini tenis dengan target kelahiran atlit yunior dan pelatih tenis dari guru guru sekolah dasar. Ada atlit yunior, ada pelatih sehingga dipoles pengetahuannya melalui penataran pelatih diwilayahnya masing2. Sudah ada atlit, pelatih, maka perlu pertandingan. Awali saja dengan Persami, ditingkatkan menjadi TDP (Turnamen Diakui Pelti). Tapi harus disadari jika kita mulai cara ini, hasilnya bisa bertahun tahun, bahkan minimal 5 -10 tahun. Lama juga ya, dan bisa habiskan dana cukup besar. Tapi ini merupakan program jangka panjang Dari pada anak anak terlibat narkoba, mendingan main tenis ya !

Tidak ada komentar: