Rabu, 13 Februari 2008

Mengenal Organisasi Tenis Melalui MAESA


Mengenal organisasi tenis bukanlah suatu kebetulan bagi saya, karena orangtua saya sejak saya belajar tenis di Singaraja Bali (1953-1959) sudah menjadi sekretaris MAESA suatu kumpulan kawanua asal Sulawesi Utara dalam perantauan. Kemudian waktu pindah ke Ampenan Lombok kembali lagi ayah saya Jooce Albert Raturandang(alm) memegang kedudukan sekretaris Maesa dengan ketua GRA Wenas (alm).
Ikuti orangtua disetiap turnamen tenis Pasklah Maesa di Jakarta atau Surabaya dan Bandung ( 1953-1961) dan juga iktuio turnamen tenis nasional di Malang (jalan Tenes dan jl. Suranaya) , Bandung(Pasir Kaliki) dan Jakarta(Lap.Kebon Binatang dan IKADA)
Beranjak dewasa setelah meningalkan bangku kuliah , saya bergabung dengan klub tenis Sparta di Jakarta yang merupakan salah satu klub tenis di Jakarta Timur dibawah bendera Maesa. Berlatih dan bermain bersama adik saya Alfred Raturandang membela klub Sparta Maesa di ajang kompetisi Pelti Jakarta Timur. Bahkan keluar sebagai juara kompetisi antar klub Pelti se Jakarta Timur. Berpasangan dengan benny Herungan merupakan pasangan yang cukup kuat bagi klub Jakarta Timur yang bermarkas di lapangan tenis Tanah Mas.
Sayua sendiri tinggal di Matraman Dalam yang termasuk Jakarta Pusat dan berlatih dan ikuti kegiatan pertenisan di Jakarta Timur
Disinilah saya mulai dikenalkan soal mengatur turnamen oleh rekan satu klub Frans Kambey (alm) karena Maesa merupakan salah satu klub tenis yang sejak tahun 1924 selalu aktip bahkan sampai sekarang dengan turnamen Paskah Maesanya. Sewaktu Sparta sebagai pelaksana turnamen tahunan dibulan Paskah, sayapun diajak masuk dalam panitia pelaksana membidangi pertandingan bersama Frans Kambey (alm). Inilah awal saya menggeluti turnamen tenis. Setelah dikenal maka Pengurus Cabang Pelti Jakarta Timur mengakak untuk duduk sebagai panitia pelaksana Gubernur Cup DKI yang juga secara rutin diselenggarakan oleh Pengda Pelti DKI Jakarta.
Begitu juga saat dilibatkan menjadi panitia turnamen Paskah Maesa saya mulai pelajari tata cara selenggarakan turnamen tenis. Saat itu belum ada peraturan turnamen tenis yang dikeluarkan oleh induk organisasi tenis yaitu PELTI (Persatuan Lawn Tennis Indonesia, nama saat itu) Mu;ailah sok tahui saya dengan membuat peraturan turnamen Paskah Maesa dengan mengacu kepada peraturan yang sudah dibuat sebelumnya. Ini terjadi di tahun 1980-1986. Bahkan membuat order of play bersama Sukardi yang lebih dikenal di Senayan sebagai Pak Kumis karena bentuk tubuh pendek tapi punya kumis cukup lebat supaya kelihatan berwibawa. Bisa dibayangkan Turnamen Paskah Maesa itu terdiri dari kelompok umur 10 th, 12 th, 14 th, 16 th dan 18 tahun. Bajlan kelompok umum dan veteran sehingga total; jenis pertandingan selama 3 hari (mu;lai Jumat, Sabtu dan Minggu) sudah harus selesai. Pekerjaan rumah cukup berat mulai ditahun 1983 dirumah saya sampai larut pagi untuk menyusun order of play. Tingkat kesulitannya cukup tinggi karena masalahnya setiap pemain bisa bermain 3 jenis pertandingan. Ada pengalaman lucu yang saya tidak lupa, saat itu Sukardi sebagai Referee sampai lari ngumpet di kantor PB Pelti diatas stadion tenis Gelora Bung Karno. Saat itu saya tanyakan kepadanya kenapa ngumpet. Jawabannya cukup singkat, pusing melayani ibu ibu di Maesa ini. Sehingga dia juluki kalau Maesa itu artinya Mau Enak Saja. Saya sendiri juga pernah punya pengalaman pahit dimarahi marahi oleh seorang Ibu pejabat (saat itu) dari Angkatan Laut (Letkol) didepan istri saya karena kena walk over dipertandingannya di Paskah maesa. Tetapi setelah dijelaskan duduk permasalahannya , Ibu tersebut akhirnya minta maaf. Akibat dari peristiowa tersebut salah seorang teman baik Ibu tersebut, Ibu Henny Sitepu yang suaminya juga dari Angkatan laut, menyebut nama Ibu tersebut sebagai pacar saya. Dan saya setiap menyapanya selalu memanggiul apa kabar pacar. Ini maksudnya suatu guyonan saja. Dan semua pihak teman temannya vbisa menerimanya dengan maksud baik.
Peristiwa yang saya tidak lupa sebagai panitia Piala Gubernur Jakarta adalah salah seorang petenis asal Manado, Bunge Nahor pernah menampar wasit setelah pertandingannya selesai. Tetapi peristiwanya bukan dalam lapangan tetapi masih dilingkungan pertandingan yaitu sekitar klub house. Sehingga saat itu ada rekan yang seorang Sarjana Hukum mau meperkarakan ke Polisi. Tapi saya cegah karena turnamen tenis juga ada aturannya yang tidak perlu sampai ke Polisi.
Ada suatu kenangan selama bergaul dengan Maesa di Jakarta Timur. Salah satu teman petenis Usman asal Padang pernah bertanya kepada saya soal resepnya Maesa bisa secara rutin selenggarakan turnamen tenis Paskah Maesa, karena pernah Masyarakat Sumatra Barat di Jakarta selenggarakan turnamen . Kalau tidak salah namanya Piala Imam Bonjol dimana pemenangnya dapat hadiah tiket ke Padang. Saat itu dukungan Gubernur Sumatra Barat Azwar Arnas. Turnamen ini hanya sekali saja tidak berlanjut.
Saya mengatakan sulit bisa ikuti jejak Kawanua. "Kalau bisa merubah mind setnya baru bisa. Apa itu ? Kalau orang Padang keluarkan uang Rp 1 tentunya ingin kembali Rp 1 juta. Ini karena jiwa pedagang. Tapi kalau Kawanua, keluar uang Rp 1 juta dianggap hilang. Karena rasa kangen untuk berkumpul. Itu resepnya." Akhirnya rekan saya hanya bisa tertawa.

Tidak ada komentar: