Rabu, 03 Februari 2010

Berdayakan Pelatih tenis


Jakarta,3 Februari 2010. Berbicara masalah prestasi tenis melibatkan berbagai unsur sebagai pendukungnya. Mulai dari orangtua kemudian atletnya sendiri, pelatih dan program programnya dan akhirnya adalah dana, karena tanpa dana maka sulit mendapatkan prestasi.

Minggu depan Tabloid Tennis bersama Pelti didukung oleh Kantor Menegpora RI, diadakanlah National ITF Level-1 Coaches Course. Respons cukup besar datang dari Papua, Sumbawa, Makassar, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Riau, Kepulauan Riau dll.

Yang mnejadi pertanyaan sekarang adalah kenapa olahraga Indonesia bisa menurun prestasinya. Kecendrungan menurun sudah lama terlihat hampir disemua cabang olahraga termasuk tenis. Apa yang bisa dilakukan. Khususnya tenis, kegiatan turnamen yang merupakan salah satu program pembinaan bukan menurun tetapi meningkat.

Ada satu pemikiran agar prestasi tenis Indonesia bisa berkembang dengan baik dimana selama ini saya perhatikan hampir dilupakan. Peningkatan kualitas atlet sudah dijalankan kemudian peningkatan kualitas pelatih melalui penataran penataran pelatih yang hampir setiap tahu diadakan di Indonesia.

Berita bagus, dengan diusulkannya ketentuan pembatasan umur di kegiatan akbar PON XVIII tahun 2010. Yaitu kelahiran tahun 1991. Ini tentunya membuka peluang bagi atlet yunior bisa berkembang. tetapi ada yang dilupakan yaitu pelatih. Coba diperhatikan kualitas pelatih Indonesia saat ini. Dari ketentuan ITF ada tingkatan pelatih tenis Internasional. Mulai dari ITF Level-1 kemudian diatasnya Level-2 dan seterusnya Level-3. Sampai saat ini Indonesia baru sampai ke Level-2 yang jumlahnya terbatas pula. Sisanya Level-1.

Kita seharusnya bisa meniru ITF, karena sesuai ketentuan ITF, setiap kegiatan kejuaraan beregu yunior diminta pelatih pendamping adalah yang bersertifikat ITF Level-1 (minimal). Berarti menghargai programnya sendiri yaitu mengangkat pelatih ITF . Nah bagaimana dengan Indonesia.

Ada pemikiran saya, kegiatan beregu cukup banyak di 33 provinsi Indonesia ini. Setiap 2 tahun ada yang disebut Pekan Olahraga Daerah (PORDA) dan sekarang menjadi Pekan Olahraga Provinsi yang pesertanya adalah dari Kotamadya, Kabupaten. Setelah itu ada PON .

Alangkah manisnya kalau Pelti bisa memberdayakan pelatih pelatih yang ada,. Mulai dari setiap PON pelati pendamping adalah bersertifikat ITF Level-1 atau Level-2. Karena Indoneia belum memiliki pelatih ITF Level-3.
Sehingga setiap provinsi akan terpacu memiliki pelatih ITF Level-1 ini. Begitu juga jika tingkatProvinsi, bisa juga menggunakan pelatih dibawahnya yang diakui Pelti seperti pelatih dasarPelti dan seterusnya.

Begitulah kira kira pemikiran saya dikegiatan multi event, dimana dilakukan pemberdayaan pelatih yang dimilikinya.

Tidak ada komentar: