Senin, 16 Juli 2012

Kesan Amburadul

Pekanbaru, 15 Juli 2012. Saat ini berada di kota Pekanbaru dengan 2 tujuan yaitu pelaksanaan Sirkuit Nasional dan persiapan P\pelaksanaan PON XVIII 2012. Dari kedua kegiatan tersebut yang paling penting adalah persiapan PON XVII mendatang. Kekuatiran bisa terjadi kaena minimnya pengalaman rekan rekan di Pekanbaru terhadap pelaksanaan turnamen nasional/ Padahal kota Pekanbaru sudah pernah sebagai tuan rumah Piala Gubernu Riau yang yunior dan kelompok umum. Merea sendiri katakan kalau mereka ditahun 2012 sudah pernah selenggarakan Riau cup yang merupakan kejuaraan daerah. Sebenarnya tidak ada alasan jika kesan awal saya berada di Pekanbaru saya ungkapkan kalau panpel Sirkuit Nasional 2012 yang berlangsung 9-15 Juli 2012 itu sebenarnya " amburadu". Kenapa demikian, karena dihari pertama kualifikasi 9 Juli 2012, saya selaku Supervisor Sirnas bersama Referee yang sengaja saya bawa Sukardi karena dia nantinya di PON akan sebagai Technical Assixtant sehingga bisa menularkan pengetahuanya kepad apetugas pertandingan. hari pertama kami berdua tidak tahu siap petugas yang diturunkan dalam Sirnas, sedangkan rekan2 di Pekanbaru katakan mereka juga tidak tahu mau bertugas dibidang apa. Akhirnya ambil inisiatip minta teman2 yang dikenal untuk turun tangan. Dan lucunya ada satu rekan yang sebenarnya duduk dipanitia maupun PON nantinya di meja pertandingan. Saat diminta untuk menangani sign-i peserta Kualifikasi langsung menyatakan tidak bersedia karena dia tidak layak duduk dimeja pertandingan dengan alasan dia itu ketua bidang pertandingan di Pengprov Pelti iau. Heibat betul tanggapan ini. Hal yang sama ketika saya ingin memasang backdrop ataupun spanduk yangdibawa dari Jakarta, dibuat pusing juga karena petugasnya yang turun semua itu sudah berumur alias sepertinya berusia diatas 50 tahun. Hari pertama Minggu 8 Juli 2012 sebenarnya kami ingin bertemu seluruh petugas baik itu panpel, wasit/linesmen dan ballboys. Ternyata sangat sulitsekali seperti yang diungkapkan ketua panpel sendiri yang katakan hal ini sudah pernah disampaikan keseluruh anggota Panpel dalam raat mereka sebelumnya. Ternyata bisa dihitung dengan jari anggota panpel yang datang. Maka kamipun tidak mau tingal diam, dengan kumpulkan wasit/linesmen maupun ballboysnya saja untuk diberikan penjelasan penjelasan tugas dan kewajibannya. Beberapa hari kemudian saya minta kepada ketua panpel untuk kumpul seluruh panpel dan dinyatakan bisa dilakukan malam hari di kantor Pelti Riau. Apa yang terjadi ternyata yang hadir juga tidak sampai 20 orang dimana tenaga pertandingannya tidak juga hadir. Kenapa, karena mereka sedang kerjakan POPDA. Artinya seperti yang saya kemukakan dalam rapat tersebut lebih penting POPDA dibandingkan PON. Langsung saya usulkan tenaga seperti ini dicoret saja dalam kepanitian PON mendatang. Saya akui begitu banyak nama2 yang dicantumkan itu seperti pengakuan ketua panpelnya adalah banyak titipan titipan saja sehingga yang benar benar bisa kerja lebih sedikit. Bagi saya bukan masalah dan saya tidak mau ikut campur urusan ketua panpel, tetapi yang saya tekankan wewenang saya adalah masalah wasit atau linesmen dan ballboys karena mereka ini yang akan terjun langsung dilapangan. Dalam pelaksanaan selama Sirnas saya perhatikan nama panpel yang sebenarnya harus tugas dimeja pertandingan cuma jalan jalan saja, sibuk kalau jatah makan atau konsumsi . Belum lagi masalah disilin panpel termasuk koordinator wasit yang sering terlambat hadir. Sewaktu mulai babak utama saya cek kembali kesiapan pelaksana turnamen, ternyata tenaga medis belum muncul, langsung saya beritahu kepada Referee untuk menunda pertandingan sampai petugas medis tersebut datang. Butuh waktu 1 jam baru muncul ke lapangan. Tentunya nanti banyak hal yang harus diperhatikanjika PON XVIII mau sukses pelaksanaan. Sayapun harus keras didalam pelaksanaan nantinya karena kurang disiplin tersebut. Kenapa bisa demikian, menurut penilaian saya disini ada dualisme sebagai penghamat panpel.

Tidak ada komentar: