Jakarta, 10 Juli 2010. Masalah Referee ternyata bukan masalah enteng karena para pihak berbeda pendapat didalam kenyataan. Tetapi saya sendiri sempat agak terkejut karena penanganan Referee masih belum tuntas sejak awal.
Tahun lalu sebelum saya aktip terjun jalankan kegiatan turnamen nasional, saya sempat minta agar dipikirkan oleh petugas yang menangani masalah ini agar menyadari kalau tenis Indonesia membutuhkan tenaga Referee sebanyak mungkin. Sejak diprogramkan agar setiap wasit internasional yang memiliki sertifikat white badge ITF, diprioritaskan menjadi referee TDP nasional di Indonesia. Tetapi sebelumnya sudah ada beberapa tenaga wasit nasional yang telah menjalankan tugas sebagai referee, sehingga dikombinasikan dengan wasit white badge. Dalam perjalanannya ternyata tidak semudah yang diperkirakan. Jadi wasit cukup baik belum menjamin bisa jalankan tugas seorang referee. Modal pertama adalah memiliki peralatan canggih yaitu LAPTOP dan printernya. Keberadaan komputer sangat membantu pekerjaan Referee.
Di tahun 2010, saya melihat beberapa kejadian yang menurut pendapat saya perlu mendapatkan atensi yang besar dari induk organisasi Pelti. Begitu saya mulai perkenalkan turnamen RemajaTenis mulailah terasa kebutuhan tenaga Referee tersebut. Konsep saya menjalankan RemajaTenis hampir sama dengan konsep Persami. Bedanya adalah selain jumlah harinya lebih sehari tetapi juga menggunakan tenaga Referee seperti dalam ketentuan TDP yang dikeluarkan oleh PP Pelti.
Saya lebih fokuskan dengan referee dari wasit nasional, mulai dari yang sudah biasa jalankan kemudian saya harus bisa mendidik wasit nasional menjadi referee nasional. Mereka ini butuh kesempatan yang selama ini belum didapatkan. Setelah itu saya sudah mulai menemukan beberapa tenaga wasit nasional yang sedikit di "paksakan" menjadi Referee Nasional untuk RemajaTenis. Memang ada juga Referee yang dari wasit white badge.
Saya coba menilai beberapa kelebihan maupun kekurangannya yang dengan sendirinya saya juga membantu mereka berdasarkan pengalaman saya melihat referee asing selama bertugas di Indonesia dimana saya sempat mendampingi mereka. Mulai dari kedatangan di Airport sampai kembali kenegaranya. Jadi, day to day saya ikuti cara mereka bekerja. Ada yang memuaskan tetapi ada juga yang tidak. Masalah ketelitian ada juga dari referee asing tidak teliti dan buat kesalahan. Hal yang sama juga terjadi dengan referee nasional. Sehingga saya bisa menilai cara kerja referee nasional.
Dari kejadian kejadian selama tahun ini saya melihat beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki, jangan sampai dikatakan referee tersebut itu attitudenya tidak baik. Dan ini memang ada kesan seperti itu. Dan juga sudah terjadi.
Tetapi yang sangat pantang dilakukan referee ataupun wasit dan petugas pertandingan lainnya adalah, dilarang MEROKOK diarena turnamen. Kenayataannya masih ada juga secara terang terangan merokok diarena turnamen bahkan didalam melayani peserta turnamen. Ini tidak ada yang menegurnya. Tetapi apakah perlu ditegur ? Karena ini sudah merupakan ketentuan tidak tertulis (kalau tidak salah). Saya melihat referee asing banyak juag perokok berat , terutama asal India. Menyalurkan keinginan berat untuk merokok tidak pernah saya lihat diarena turnamen apalagi dimeja kerjanya. Mereka biasanya pergi ketempat jauh yang tidak mudah dilihat orang. Pernah saya memergokinya sedang merokok tetapi ditempat yang jauh, referee tersebut minta maaf kepada saya karena dia tahu saya ini termasuk panitia pelaksana. Dan tidak kalah penting adalah tidak menunjukan arogansi kepada masyarakat tenis. Maksudnya, didalam menjelaskan tentang suatu kejadian ataupun peraturan harus dengan santun. Apa yang terjadi belum lama ini, ada referee yang menjawab pertanyaan orangtua pemain dengan rokok masih dimulutnya. Disamping itu jika ada kekeliruan yang dianggap petenis, tidak mau diterima kalau diprotes. Saya lihat bagi Referee asing selama ini, jika ada keragu-raguan atas tanggapannya dengan peraturan maka referee tersebut selalu berkonsultasi dengan teman temannya diluar negeri untuk meminta tanggapan sebagai phak ketiga. Saya pernah alami tahun 2009, saat itu Referee Men's Futures yang berlangsung di Balikpapan dan Women's Circuit di Kemayoran. Saya bertanya yang boleh dikatakan protes atas suatu kejadian, dimana menurut saya referee salah mengambil keputusannya. Esok hari saya mau konsultasi dengan referee di Kemayoran. Saat saya masuk keruangannya tersengar ada percakapan antara referee Women's circuit di Kemayoran dengan di Balikpapan. Ternyata mereka sedang berbicara masalah kasus yang saya tanyakan kemarinnya. Begitu saya duduk dan dia selesai berkomunikasi, langsung dia katakan " you are right". Sayapun bereaksi, apakah perlu tilpon ke referee di Balikpapan tersebut. Dia katakan tidak perlu karena sudah disampaikannya. Itulah kerja mereka ini. Intinya adalah jika ragu ragu agar segera bertanya kepada rekan lainnya. Di Indonesia , ada yang lansgung putuskan sendiri yang keliru. Untung pesertanya tidak tahu peraturannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar