Senin, 05 Juli 2010

Penolakan penunjukkan pelatih oleh atletnya

Jakarta, 5 Juli 2010. Dunia olahraga mengenal istilah SPORTIVITAS. Seluruh pelaku pelakunya dimintakan untuk memahaminya, bukan sekedar wacana saja. Di setiap acara turnamen sepak bola selalu ditekankan FAIR PLAY. Tentunya ada penyebabnya. Ini semua pelaku olahraga belum memahami atau menghayati sportiviats tersebut. Walaupun dicanangkannya FAIR PLAY tetap saja terjadi hal hal yang sudah melanggar sportivitas. Ingat Maradona dengan tangan Tuhan sehingga bisa mengalahkan lawannya. Kali ini di World Soccer 2010 di Afrika Selatan, tangan striker Uruguay Luis Suarezbisa menggunakan tangannya untuk menghalau bola yang sudah 99% masuk gawangnya sehingga tim satu satunya asal Afrika, Ghana gagal lolos ke semifinal. Ini kenyataan yang hangat didunia olahraga.

Bagaimana dengan tenis Indonesia. Kita semua mengetahui kalau tenis adalah olahraga individu. Sehingga saya melihat lebih banyak ke "akuan" pelakunya lebih menonjol. Beberapa kejadian selama ini dalam ingatan saya yang tidak akan terjadi beberapa puluh tahun silam. Bisa terjadi karena mulai dikenalnya alam demokrasi sehingga dengan dalih demokrasi ini bisa dipakai sebagai alasannya.

Induk organisasi tenis yaitu Pelti jika menunjuk pelatih untuk tim nasional maupun lainnya akhir akhir ini sudah mulai ditolak oleh atletnya. Sudah beberapa kali didalam pengiriman tim nasional khususnya yunior suka terjadi penolakan pelatih oleh petenisnya. Hal yang sama terjadi juga dikelompok umum, dimana petenis meminta pelatihnya diganti.
Bahkan di tahun 2010 ini saya barusan menerima orangtua petenis yang minta kepada Pelti agar pelatih yang mendampingi putrinya diganti dengan pelatih lainnya yang sesuai dengan seleranya.
Semua pihak mengeluarkan pendapat masing masing sehingga melupakan apa yang disebut diatas yaitu sportivitas itu.
Yang jadi pertanyaannya adalah kenapa bisa terjadi demikian?

Beberapa puluh tahun silam saya tidak mendengar adanya penolakan oleh atlet terhadap pelatih yang ditunjuk oleh PP Pelti. Tapi akhir akhir ini sudah beberapa kali terjadi. Tetapi saya tidak pernah mendengar jika ITF menunjuk pelatih dari suatu negara untuk mendampingi atlit yunior ikuti ITF Team Tour, ditolak oleh petenis peserta yang pasti bukan pelatihnya. Tetapi kenapa di Indonesia jika PP Pelti menunjuk pelatih ada saja yang ditolak.
Saya sulit membuat suatu kesimpulan terhadap hal hal seperti ini, karena akan membawa dampak lainnya.

Tidak ada komentar: