Jumat, 10 Juli 2009

Nyaris Baku Hantam

Jakarta, 10 Juli 2009. Menjelang pemilihan Presiden ( tanggal 8 Juli )terjadi suatu peristiwa baru lagi di kantor sekretariat pada tanggal 7 Juli 2009 siang. Saya sendiri siang itu sedang ada tamu yaitu rekan Mustafa M yang dalam PON Tenis sebagai Referee kelompok Veteran. Asyik berbicara masalah tenis karena Mustafa juga anggota PengProv Pelti DKI, terdengar suara tamu yang cukup keras dibalik dinding ruangan saya.
Tamu tersebut menyalahkan Slamet Widodo karena putranya tidak dapat wild card oleh Pelti sewaktu turnamen internasional Thamrin Cup maupun Oneject 2009. Pertanyaan ini bukanlah asing bagi saya kalau ada orangtua yang mengeluh putranya tidak dapat wild card. Begitu juga menyalahkan Agus yang mengisi PNP. Begitulah ulahnya seolah olah ini karyawannya sendiri. Saya bersama karyawan Pelti menyadari kalau tugas kita adalah melayani masyarakat tenis sehingga kadang kadang harga diri dikorbankan akibat pelakuan yang sudah menjurus kekurang ajar.

Yang lebih seru lagi sempat terdengar kata kata kalau Direktur Turnamen Thamrin Cup Mustafa M itu hampir digamparnya sewaktu di Kelapa Gading.Akibat jawaban Mustafa saat itu dianggap seenaknya. Sayapun terkejut karena Mustafa mendengar sendiri ocehan tersebut.
Akhirnya Mustafa keluar ruangan menyamperin yang bersangkutan, menanyakan maksud kata kata tersebut.
Sayapun membiarkan keduanya adu argumentasi. Rupanya dia tersinggung dengan kata2 Mustafa yang sebutkan kalau wild card itu hak penyelenggara, mau diberikan kepada siapa bukan masalah. "Kamu orang Pelti bukan ? " ucapan Mustafa. Karena mengetahui bukan orang Pelti maka dianjurkan jadi Ketua Pelti saja. Orang tersebut mengatakan kalau dia panitia PON Tenis dan ketua forum orangtua.
Karena Thamrin Cup dibuat oleh Pengprov Pelti, maka diapun menuntut hak anaknya sebagai warga DKI, begitulah pernyataan yang keluar dari pembicaraan yang cukup tegang.

Sayapun menyadari pembicaraan mulai keras dan tidak mau terjadi sesuatu hal maka ikut keluar ruangan dan minta kepadanya agar keluar dari ruangan ini. "Ini kantor ya." ujar saya kepadanya. Pingin berteriak tapi sadar kalau suara saya kalah keras dengannya, jadi percuma.
Tetapi kelihatannya yang bersangkutan berjalan kedepan tetapi belum beberapa langkah kembali dengan telunjuk kanannya mengarahkan kemuka saya. Kira kira 5 cm telunjuk itu didepan hidung saya. " Turunkan tanganmu." bentak saya kepadanya. "Ini juga yang berikan 3 wild card." Karena dikira saya yang berikan wild card (PP Pelti), sayapun katakan kalau itu yang menentukan adalah PP Pelti, bukan pribadi saya.

Melihat ulahnya, darahpun sudah naik, tetapi saya masih banyak pertimbangan dengan masalah ini. Seperti juga apa yang dikatakan oleh teman teman agar saya tidak terpancing emosi menghadapinya. Saat itu saya sudah jadi gemetaran karena menahan marah. Akibatnya kepala jadi pusing juga.
Keluar Senayan bukan pulang tetapi mencari musik agar bisa tenang sehingga tidak terbawa emosi dengan orang rumah. Mendengar musik hidup cukup menyegarkan pikiran karen besoknya mau mencontreng.
Ternyata sampai dirumah ada siaran TV tentang Michael Jackson. Asyik juga mendengar lagu lagu yang disiarkan selama proses mengenang MJ didepan peti mayatnya. Ternyata sampai pukul 03.00 sudah tidak tahan masuk tempat tidur.

Tidak ada komentar: