Sabtu, 18 Juli 2009

"Anak saya berhak dapat wild card "

Jakarta, 18 Juli 2009.Masalah wild card saya kira sudah pernah saya singgung dalam tulisan di blogger ini. Tetapi oleh Johannes Susanto rekan saya minta agar disosialisasikan kembali baik melalui situs resmi Pelti maupun media lainnya. Masalahnya karena beberapa hari lalu muncul kembali disaat orangtua mengungkapkan kekecewaannya saat minta hak putranya di turnamen yang diselenggarakan oleh Pelti. Permintaan ini dengan cara kurang bijak disampaikan kepada penyelenggara sehingga mendapatkan jawaban yang kurang menyenangkan.
Awalnya belum ada pengetahuan orangtua masalah wild card tersebut, tetapi setelah mulai mengenalnya maka hampir setiap menjelang turnamen masuk pula surat2 minta diberikan wild card karena putra/i nya tidak masuk babak utama. Ada yang bisa dipenuhi bahkan ada yang tidak bisa karena jatah wild card itu terbatas. Tetapi akhirnya jadi bahan untuk protes sekalipun.

"Anak saya warga DKI Jakarta, saya berhak minta wild card." kira kira begitu ungkapan kecewa dilontarkan orangtua kepada pelaksana turnamen di Jakarta karena pelaksananya Pelti DKI Jakarta. Karena suasana atau situasi saat diungkapkan tidak memungkinkan sehingga akan dapat jawaban yang menyakitkan hati. Jawabannya yang menyakitkan adalah " Tidak". Bahkan kemungkinan dikatakan kalau wild card itu hak penyelenggara. Ibaratnya berikan petenis ondel ondel juga bukan masalah. Walaupun saat itu ditanyakan apakah ada hukumnya. "Saya minta hukumnya mana." kira kira begitu kerasnya permintaannya yang tidak akan dipenuhi pelaksana turnamen.
Saya hanya melihat suasana saat itu dimana wajar saja penyelenggara juga ikut kesal terhadap ulah orangtua bersikap demikian. Saya sering mendengar ungkapan orangtua yang kecewa berat terhadap penyampaian ofisial pertandingan atas pertanyaan2 mengenai anak anaknya. Saya hanya bisa sampaikan kalau yang bertanya juga harus koreksi diri. Dan harus bisa lihat situasinya. Jika panitianya sedang sibuk, janganlah sekali kali menyampaikan permintaan yang menyudutkan penyelenggara. Apalagi saat Referee sedang sibuk mau undian. Masalah peraturan yang sudah baku seharusnya juga diketahui olh masyarakat tenis sendiri, sehingga ada kesan oleh penyelenggara seolah olah mau ngoceh doang supaya dikenal rekan orangtua lainnya kalau dirinya berani menentang atau menantang penyelenggara.

Kembali kemasalah wild card, yang merupakan hak dari penyelenggara turnamen. Kalau di Indonesia, jatah penyelenggara hanya 50 % sedangkan PP Pelti 50 % .
Kepada siapa wild card itu diberikan, tentunya sebenarnya bebas tidak ada aturan baku. Tetapi kebijaksanaan lebih besar sehingga masing masing pihak punya kriteria sendiri sendiri sehingga tidak bisa diprotes sama sekali.
Jangan lupa yang ada aturannya di tenis internasional adalah yang diberikan wild card juga harus diperhatikan usianya. Ada ketentuan maksimal petenis usia muda khususnya dalam setahun bisa dapat wild card.

Ada wild card diberikan kepada petenis asing, juga bukan masalah. Kalau jatah PP Pelti ada yang diberikan kepada petenis asing tentunya ada komitmn dengan rekan rekan diluar negeri untuk jatah wild card bisa diberikan kepada petenis Indonesia jika ikuti turnamen dinegeri mereka.

Saya sendiri kalau bercanda sering juga sampaikan cara saya tetapi melihat situasi yang memungkinkan " Suka2 gua dong."

Tidak ada komentar: