Jakarta, 7 Maret 2019. Bagi masyarakat tenis khususnya tenis yunior peranan RemajaTenis yang merupakan suatu konsep a low cost tournament so pasti masih diingat ingat. Memasuki tahun ke 10 , perlu juga dievaluasi pelaksanaan RemajaTenis selama ini.
Konsep turnamen berbeaya minim itu terdiri dari pengurangan beaya2 yang tidak perlu karena tanpa sponsor, engan tujuan agar turnamen sebagai kebutuhan atlet tetao berjalan terus.
Beaya2 yang cukup besar adalah Hadiah, tenaga pelaksana, acara pembukaan/ penutupan ( jika ada sponsor baru dilaksanakan). Ini sekitar 40 % dari total budget TDP.
Kenapa bisa muncul idea Persami ( T2) ?
Awalnya munculnya T2 itu akibat minimnya Sponsor sehingga saat krisis ekonomi maka jumlah TDP Nasional mulai berkurang, Sehingga tujuan awal tetap bisa terlaksana.
Kenapa muncul idea T3 ?
Saat itu gairah masyarakat tenis jika setiap TDP yang diikutinya mendapatkan PNP karena saat itu T2 juga sudah diberikan konversi PNP tetapi masih 10% nilainya dari TDP Nas.
Kemudian jika selenggarakan TDP lazimnya 5-7 hari sehingga harus dicari waktu yang tidak mengganggu jadwal sekolah. Untuk berprestasi maka butuh ikut serta Turnamen minimal 13-14 TDP dalam setahun. Disinilah kendalanya untuk minta dispensasi sekolah karena minim sekali sekolah yang mau berikan dispensasi selama 13 minggu dalam setahun. Saat itu seringkali pihak sekolah suruh pilih antara tenis atau sekolah.
Dengan T3 maka bolos sekolah bisa diminimalkan.
Diawali tahun 2009 bulan April, RemajaTenis atau turnamen 3 hari (T3) dimulai di Jakarta. Tepatnya di lap tenis Club Rasuna Kuningan Jakarta. Tetapi sebelumnya sebagai pemanasan telah dilakukan langsung di Samarinda di lap tenis Palaran yang dipersiapkan untuk PON 2008 tapi tidak jadi digunakan juga untuk PON.
Saat itu masih belum percaya diri atas keberhasilannya sehingga saat di Samarinda konsep ini dijalankan rekan kami di Samarinda dibawah Supervisi AFR langsung dan judul turnamen masih belum RemajaTenis. Keluhan yang muncul baik dari pelaksana di Samarinda berdasarkan masukan masyarakat tenis adalah hadiah. Keinginan hadiah UANG yang merupakan pelanggaran Ketentuan TDP. Karena selama ini perlakuan penyelenggara Turnamen di Kaltim disediakan hadiah Uang.
Saat pertama kali di Jakarta mendapatkan dukungan dari masyarakat tenis dengan menggunakan koneksi rekan rekan sebagai sponsor seperti dari perusahaan Kalbe group, KRAFT dan ketua pengcab Pelti Balikpapan sehingga terkumpul dana beberapa juta rupiah. Semua ini melalui SMS diedarkan ke masyarakat tenis.
Tetapi karena rencana pelaksanaan minimal setiap bulannya maka sangat sulit bisa diterapkan kembali himbauan seperti awalnya untuk dapatkan bantuan dana seperti yang pertama tsb.
Maka pelaksanaan berikutnya akan digunakan sistem break event point. Dari entry fee minimal peserta harus ada dengan entry fee tertentu.
Keberanian muncul karena sudah pengalaman dengan PERSAMI ( pertandingan sabtu minggu ) di lap tenis Kemayoran yang saat ini sudah berubah menjadi Wisma Atlet yang dipersiapkan untuk Asian Games 2018 dan Asian Paragames 2019.
Perbedaan Persami ( T2) dengan T3 adalah T3 sesuai ketentuan TDP Nasional yaitu minimal ada Referee yang ditunjuk oleh PP Pelti, Direktur Turnamen, wasit dan tenaga medis. Jika persyaratan minimal bisa terpenuhi maka pelaksanaan masuk TDP Nasional. Kalau Persami tanpa Referee , wasit, ballboys, tenaga medis.
Dari beaya Persami atau T2 lebih rendah dibandingkan dengan T3 maka wajar saja entry fee bisa lebih rendah. Kedua event yaitu T2 d T3 hanya mempertandingkan Tunggal. Artinya tidak mungkin digabung dengan Ganda walaupun ada penyelenggara lainnya menjalankannya.
Dengan T2 sudah diuji coba secara pribadi dengan tujuan berikan contoh kepada tuan rumah yaitu ke Medan, Pekanbaru, Palembang, Singaraja Bali, Manado, Balikpapan, Surabaya, Sidoarjo, Solo, Bandung, Cilegon.
Tetapi terjadi pengalaman pahit saat di Sidoarjo. Promosi T2 cukup gunakan medsos dilakukan AFR dari Jakarta. Sehari sebelumnya AFR datang ke Surabaya dan ke Sidoarjo. Ternyata T2 dengan nama saat itu Piala Ferry Raturandang sudah berubah dipintu gerbang lapangan tenis jadi piala Bupati. Masalah perubahan nama tersebut bukan masalah. Yang jadi masalah tanpa diberitahu kalau dapat sponsor sehingga saat itu juga AFR kembali ke Jakarta.
Tahun 2009, RemajaTenis hanya bisa digelar 5 kali yaitu Jakarta 3 kali , Medan dan Cirebon 1 kali
Setelah itu 2010 bisa berkembang masuk ke Nusa Tenggara Barat tepatnya kota Mataram, Palu disamping kota Jakarta setiap bulannya rutin kecuali bulan Puasa. Bahkan akhir tahun 2018 RemajaTenis di Jakarta telah menasuki ke 76 kalinya sedangkan di Sumsel untuk ke 17 kalinya sedangkan di Sulsel atau Makassar sudah lebih dari 10 kalinya.
Saat itu setiap tahun makin berkembang keluar kota Jakarta. Tercatat 22 (duapuluhdua) provinsi yaitu Sumut, Sumbar, Jambi, Riau, Sumsel, Lampung, Babel, Kalbar, Kalteng, Kaltim, Kalsel, Sulut, Sulteng, Sulsel, Papua, NTB, Jatim, Jateng, DIY, Jabar, Banten dan DKI Jakarta
Apakah bekerjasama dengan Pelti setempat?
Menyadari masalah induk organisasi tenis atau Pelti yang juga sebagai kendala dalam pertenisan Indonesia karena kinerjanya sendiri .
Tahun 2009-2012 saat AFR menjadi wakil sekjen PP Pelti (2002-2012), beberapa Pengda saat itu mau aktip karena himbauan dari petinggi Pelti saat itu (AFR). Jadi pendekatannya berbeda.
Tetapi setelah tidak duduk di Pelti mulai 2013 justru beberapa daerah bisa digaet dengan cara pendekatan pribadi yang direspons baik demi kemajuan atlet daerah.
Kehadiran pertama kali di Papua punya cerita tersendiri. Saat selenggarakan RemajaTenis di Makassar diikuti sekitar 10 atlet yunior Papua ( klub tenis Bank Papua) bersama pelatih dan managernya. Saat itu insiatip bertanya kepada pelatih ( Jeffrey Suwandi ITF level-1 coach), soal total beaya ke Makassar. Maka disebutkan angka kurang lebih Rp 40 juta. Langsung diberi pengertian kalau dengan Rp 40 juta AFR bisa bikin RemajaTenis di Jayapura Papua dan yang menikmati lebih dari 10 atlet Papua maupun Papua Barat. Mendengar penjelasan seperti itu membuka mata pelatih Klub tenis Bank Papua. Maka berhasillah diselenggarakan selama 3 kali. Dengan memberi kesempatan atlet dari Papua, Papua Barat, Sulsel dan bahkan DKI Jakarta ingin menikmatu kota Jayapura. Tetapi disaat pergantian Direktur Utama Bank Papua maka tenis terlupakan di HUT Bank Papua.
Untuk kota Medan berkat kerjasama dengan Pengcab Pelti Medan 2009) kemudian dengan Pengda Sumut dan yang terakhir dengan klub Unimed Medan.
Melihat kinerja Pengcab Pelti sebagai kepanjangan tangan PP Pelti dan Pengda Pelti maka timbul gagasan untuk membuka hati Ketua Pengcab Pelti. Dan berhasil seperti di Sungailiat Babel, Cilegon, Bantul DIY, Banyuwangi, Muaro Bungo Jambi , Medan, Lampung Tengah, Pelalawan Riau , Payakumbuh, Cirebon, Cibinong, Bogor, Tegal, Kudus, Blora, Sekayu, Lahat, Palembang.
Salah satu pelatih di Muaro Bungo minta AFR bertemu ketua pengcab Pelti karena belum yakin keberhasilannya akibat persiapan hanya 1 bulan. Ketika AFR bertemu langsung dengan tim Pengcab dan salah satu ketua panpel setempat minta agar diundurkan waktunya karena kuatir minim peserta. Tapi saat itu AFR tidak mau mundur dan lebih kuatir tidak bisa menolak pendaftaran peserta. Benar juga saat pandaftaran belum ditutup Referee sudah kuatir karena peserta sudah 120. Kekuatiran ini disebabkan hanya 4 lapangan yang tersedia di 2 lokasi. Tapi ketika diberitahukan kepada Referee kalau lapangannya ada fasilitas lampu sehingga bisa dimainkan malam hari.
Harus diakui respons akan muncul dari rekan2 pengcab maupun pengda Pelti jika memahami turnamen itu adalah kebutuhan atlet dan konsep RemajaTenis itu adalah a low cost tournament.
Kendala yang muncul di lapangan adalah suara2 miring atas keberhasilan RemajaTenis. Suara miring bisa datang dari petinggi Pelti sendiri baik ditingkat Pusat, Pengda dan Pengcab.
Tetapi bisa bersyukur ada pelaksanaan RemajaTenis disalah satu Pengcab di Jawa Barat tanpa sepengetahuan Pengcab ada donasi datang dari salah satu orangtua petenis yunior sehingga bisa terlaksana. Ini juga sebagai bentuk kepedulian orang tua petenis yunior terhadap tenis. Harus diakui ada beberapa orangtua yang juga ingin membantu seperti rekannya itu tapi segan menyampaikannya.
Sebagai evaluasi yang sangat penting adalah dalam melayani kepentingan atlet disetiap turnamen. Yang juga mendapat sorotan adalah kedekatan orangtua atlet dengan wasit2 yang bertugas. Dikuatirkan kedekatan ini bisa disalah gunakan. Memang sebagaimana biasa di turnamen internasional adalah para wasit yang bertugas tidak diperkenankan terlalu dekat dengan peserta turnamen.
Semoga di Indonesia bisa diterapkan dengan baik.
Kenapa sampai terjadi ketidak sportipan para wasit? Bisa jadi akibat mind set orangtua yang keliru. Yaitu menginginkan putra putrinya di turnamen HARUS menang. Akibatnya yang terjadi dikelompok YUNIOR adalah How to win dimana seharusnya lebih baik adalah How to Play
Tidak ada komentar:
Posting Komentar