Jakarta, 10 Maret 2019. Membaca Pokok Pokok Program Kerja Persatuan Tenis seluruh Indonesia ( 2012-2017), maka tertarik juga untuk menganalisa permasalahan yang ada di Tenis Indonesia. Sehingga bisa dikatakan mencoba bermimpi terhadap pembinaan tenis di Indonesia. Salah satu program yang tertulis dalam Pokok Pokok Program Kerja PELTI selama 5 tahun itu bukanlah suatu program baru tetapi sudah merupakan keputusan Musyawarah Nasional sejak puluhan tahun silam . Boleh dikatakan sejak 2002 sudah ada dimana salah satu program adalah Pembinaan Usia Dini.
Program ini mengadobsi program International Tennis Federation (ITF) disaat itu dijalankan di Indonesia oleh PP Pelti 2002-2012. Saat itu dikenal dengan Mini Tenis. Bantuan ITF juga mengalir berupa bola dan raket sehingga saat itu dengan inistiapf lokal maka dibuatlah di Indonesia raket plastik tersebut. Jalannya program ini belum mulus karena respons dari daerah juga sangat minim sehingga saat itu dijalankan dibeberapa daerah saja seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Sumsel. Bahkan ke Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan untuk luar Jawa
Oleh ITF programnya ditingkatkan menjadi Play and Stay in Tennis, dengan gunakan raket tenis beneran dengan ukuran lebih kecil dan bolapun gunakan bola dengan tekanan udara yang beda dengan bola normal.
Saat ini ada 34 Pengurus Provinsi/Daerah Pelti di Indonesia dan juga ada Pengkot/Kab yang jumlahnya sekitar 500 sesuai engan kabupaten dan kotamadya yang ada.
Kalau hanya memikirkan kendala yaitu DANA tanpa memikirkan solusinya maka so pasti program ini tidak akan berjalan sesuai program nasional Pelti. Siapa yang harus menjalankannya. So pasti adalah induk organisasi tenis yaitu Pelti.
Pengurus Pusat Pelti bisa kerjasama kembali dengan ITF (International Tenis Federation) dengan menujuk 1 koordinator nasional yang bertanggung jawab dalam menjalankan program ini,
Inti keberhasilan adalah bagaimana mengaktipkan kembali kinerja Pengurus Pelti Provinsi, Kota/kabupaten yang mayoritas saat ini masih kendor. Butuh kerja ekstra , nasib yang sama juga untuk Pengurus Pelti Provinsi. Tetapi jika dengan program program ini bisa merangsang kinerja Pengurus Pelti Kota dan Kabupaten.
Dimulai dari kerjasama dengan Dinas Pendidikan setempat atau di Kabupaten atau kotamadya. Katakan saja setiap kota atau kabupaten mengundang 5-10 Sekolah Dasar untuk mengirimkan 10 anak didiknya, maka sekali dijalankan program ini dengan 1-2 hari (Sabtu dan Minggu) maka akan terdeteksi 50-100 calon atket tenis pemula.
Bisa dibayangkan setiap Pengkab/Kota memiliki 50-100 calon atlet tenis sehingga dalam setahun jika dijalankan secara rutin program ini bisa terjaring atlet tenis pemula sebanyak paling mini 10 atlet . Maka jika seluruh Pengckab atau Penkota Pelti aktip maka bisa terjaring sekitar 400 x 10 atlet alias 4.000 atlet tenis pemula.
Begitulah cara berpikir jika kita ingin memajukan tenis di Indonesia. Selama ini kesannya grass-root development programme ini hanya dijaankan perorangan semata. Sebagai inisiator sebaiknya datang dari induk organisasi tenis sendiri.
Apakah ini sebagai mimpi belaka ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar