Jakarta, 30 Nopember 2009. Ada kejadian aneh dan lucu saya alami hari ini disaat pejalanan kembali ke Jakarta. Kejadian ini akibat kelalaian saya sendiri yang kurang serius membaca tiket elektronik pesawat Batavia. Ada dua lembar tiket, yaitu dari Jakarta ke Palangka Raya dan dari Palangka Raya ke Jakarta. Seingat saya sewaktu bebenah pakaian dikamar hotel, saya baru kali ini tidak membawa seluruh tiket perjalanan saya kembali ke Jakarta. Pagi ini saya sempat merobek tiket elektronik yang satu lembar saja, dengan asumsi tiket tersebut adalah tiket Jakarta-Palangka Raya. Sewaktu check ini sebagai penumpang yang pertama di Bandara Cilik Riwut, saya terima boarding pass dll kebutuhannya termasuk kupon bagasi saya. Beli airport tax berdasarkan boarding pass tersebut.
Kejadian lucu dan belum pernah terjadi, naik ke pesawat turun hujan deras dengan angin kencang. Bisa dibayangkan celana kiri basah kuyup dan bagian bawah celana panjang saya basah seperti kena banjir. Saat diatas pesawat sayapun tanya selimut dipesawat, tidak tersedia. Saya lupa ini penerbangan domistik tidak sperti penerbangan internasional disediakan selimut untuk menahan dinginnya akibat basah kuyup.
Waduh, tempat duduk sesuai permintaan saya di 2 F sudah diisi orang. Karena saya lihat didepan masih kosong maka sayapun pindah duduk didepan. Tiba tiba datanglah yang punya seat tersebut, sayapun katakan kalau saya punya nomer 2F sudah diduduki orang lain. Setelah dicocokkan ternyata saya punya elektronik tiket itu salah yaitu Jakarta-Palangka Raya. Berarti saya yang salah. Untung pesawat kosong. Sayapun kaget juga dan melihat kalau tiket tersebut adalah Jakarta –Palangka Raya. Sayapun tidak hilang akal, katakan kalau saya berikan tiket Palangka Raya- Jakarta, padahal sudah salah robek dikamar hotel. Dengan walkie talkie petugas tersebut kontak petugas check-in counter. Terdengar kalau nomer saya itu 2 A. Jadi dibenarkan kalau saya ada tiket. Kemungkinan menurut saya, sewaktu itu petugas kurang teliti padahal tidak sibuk, dan nama sudah ada dalam komputer sehingga diberikan juga. Anehnya boarding pass tsb menyebutkan Jakarta-Palangka Raya dengan seat No 2F. Memang nomer ini yang saya gunakan dari jakarta ke Palangka Raya. Apakah saya mengeluarkan tiket dan boarding pass lama, tetapi kenapa sewaktu mau naik pesawat oleh petugas tidak melihat kesalahan tersebut. Tapi, kupon bagasi menempel ditiket yang ditempel dengan boarding pass tersebut. Aneh juga, bikin bingung. Tapi yang penting bisa berangkat pulang ke jakarta karena hari ini HUT istri yang lagi berada dirumah kedua cucu di Tangerang. Begitu tiba di Cengkareng, saya dapati koper saya hilang gemboknya, dan terlihat kalau dibuka orang. Untung saya sudah keluarkan laptop didalamnya dibawa tangan saja karena mau mengisi waktu dengan laptop di bandara Cilik Riwut
Senin, 30 November 2009
Tekad Besar diperlihatkan Atlet Cilik Palangka Raya
Palangka Raya, 29 Nopember 2009. Ada yang menarik perhatian saya selama di Palangka Raya, tepatnya disela sela turnamen Piala FR-69 dilapangan tenis Sanaman Mantikai. Ada seorang bocah menarik perhatian saya karena melihat keinginan besarnya untuk bertanding. Saya sering ditanya oleh salah satu petenis cilik tentang waktunya dia bertanding, belum lagi permintaan dia untuk secepatnya bertanding. Melihat fisiknya petenis ini termasuk kelompok umur 12 tahun. Sayapun tertarik mengenal siapa dia. Namanya Heruly Dennis , lahir tanggal 9 Agustus 1998, duduk kelas 5 Sekolah Dasar 2 Panaru, jalan BM Nur Palangka Raya. Anak ke 5 dari 8 bersaudara. Ayahnya adalah PNS yang tahun depan akan pensiun. Ayahnya yang memperkenalkan tenis kepadanya. Ayahnya pelati otodidak, menangani petenis cilik dibawah 10 tahun.
Sayapun mencari tahu, siapa sebenarnya anak ini, yang punya semangat main tenis yang akan bisa merubah kehidupan. Bisa dibayangkan Heruly berlatih tenis dari rumahnya yang jaraknya kurang lebih 6 km dengan cara naik sepeda. Jarak jauh bukan merupakan halangannya untuk main tenis. Ini ada alasannya yang saya simpulkan sendiri setelah mendapatkan masukan dari petenis Palangka Raya lainnya. Saya sempat bertemu dengan ayahnya (ternyata ayah tiri) dan dikatakan oleh ayahnya kalau Heruly ini dijadwalkan latihan hanya 4 hari dalam seminggu ikut klub dibawah asuhan pelatih Samani di lapangan Sanamn Mantikai, tetapi Heruly tetap ngotot maunya tiap hari setelah pulang sekolah. Pukul 15.00 diapun sudah siap dilapangan.
Informasi saya terima karena Heruly punya tekad mau maju main tenis akibat perlakuan tidak adil dari ayah tirinya. Ada satu kejadian dimana pelatih Samani minta agar anak asuhnya kumpul dirumahnya jam 06.00-07.00 karena mau pergi kepertandingan (kemungkinan diluar kota). Karena permintaannya untuk diantar tetapi tidak ada yang mau mengantarnya dari rumah, maka dengan naik sepeda dipagi hari dia sudah tiba dirumah pelatihnya kurang lebih pukul 03.30. Inilah tekad besar yang diperlihatkannya demi memajukan prestasi , apapun dia akan jalankan agar cita citanya bisa mengangkat kehidupannya dimasa mendatang. Sebagai pecinta Andy Roddick, diapun tetap ikuti perkembangan tenis dunia ini.
Dalam kesempatan Piala FR-69 ini salah satu sumbangan raket tenis DUNLOP dari rekan Johannes Susanto saya berikan kepadanya. Saya melihat betapa bahagianya dia menerima anugrah raket maupun door prize T-shirt dari KTKG yng diterimanya hari ini. Begitu juga disaat itu saya melihat ada yang menjual pakaian tenis dan raket, sayapun mengajaknya untuk memilih kaos kesayangannya. Setelah mendapatkan kaos Reebok, maka sayapun ingin memberikan 2 pcs tetapi dia menghimbau kalau boleh tas tenis yang bisa dipakai sewaktu bersepeda. Permintaan ini bisa saya penuhi, betapa bahagianya dia saya lihat menerima pemberian ini. “Terima kasih Om.” Sambil mencium tangan saya.
Motivasi Tinggi Atlet Kalimantan Tengah dan Selatan
Palangka Raya, 29 Nopember 2009. Di-era sekarang ternyata masih terjadi seperti 50 tahun silam disaat saya masih sebagai petenis yunior. Kali ini peserta Piala FR berasal selain dari Palamgka Raya, datang juga dari luar kota. Seperti Pangkalan Bun (Kalteng) yang jarak tempuhnya 7-9 jam perjalanan darat. Jika naik bus maka sampai 9 jam baru tiba di Palangka Raya. Kalau dari Banjarmasin akan makan waktu 4 jam jalan darat. Belum lagi dari Balongan Kalimantan Selatan, dari Buntok Rantau, Kapuas dari Kalimantan Tengah.
Teringat masa lalu kurang lebih 50 tahun, saya sebagai petenis yunior, ikut turnamen nasional yunior di Malang, Bandung dan Jakarta. Perjalanannya dari Lombok naik bus ke Lembar kemudian beberapa jam naik kapal (ferry) ke Padang Bae (Bali) dan terus dengan bus ke Denpasar, kemudian esok hari berangkat naik bus ke Surabaya melalui Gilimanuk ke Ketapang (Jatim) dan bisa dibayangkan berapa jam baru sampai di Malang. Beda dengan sekarang, bisa langsung ke Surabaya dengan pesawat terbang. Begitu juga kalau mau ke Jakarta maupun Bandung, dari Surabaya naik kereta api.
Teringat pula, sewaktu tim PON V tahun 1961 dari Nusa Tenggara Barat, saya sebagai salah satu anggota tim tenis NTB, dari Lombok naik kapal laut ke Surabaya, kemudian naik kereta api ke Bandung. Kalau sekarang saya lihat tidak ada lagi yang merasakan perjuangan seperti masa lalu, semua naik pesawat terbang.
Bisa dibayangkan perjuangan petenis yunior di bumi Kalimantan Tengah dan Selatan demi memajukan pertenisan mereka . Begitu mereka bertanding melihat kondisi lapangan yang sangat menyedihkan tidak membuat mereka putus asa. Demi kemajuan prestasi mereka , pertandinganpun diikutinya sepenuh hati, tanpa ada keluhan keluhan yang muncul baik oleh atletnya maupun pelatih dan orangtuanya. Bisa dibayangkan betapa pentingnya turnamen dimata mereka ini. Ini yang membuat hati saya terenyuh juga. Apalagi saya diminta agar menyelenggarakan Piala FR di Pangkalan Bun dan juga Buntok Kalimantan tengah, maupun di Banjarmasin. Beda dengan Banjarmasin sebagai ibukota propinsi, kota Pangkalan Bun maupun Buntok itu hanyalah ibukota Kabupaten yang belum pernah saya lihat. Sayapun mencari tahu jarak kota Buntok itu yang bisa dicapai dari Banjarmasin maupun Palangka Raya. Jaraknya ini butuh waktu 4-6 jam berkendaraan mobil bus alias angkutan umum. Waduh, apakah ini memungkinkan bagi saya. Apalagi dalam benak saya ini kondisi jalan umum ini so pasti tidak sama seperti di pulau Jawa. Tetapi saya terpanggil setelah melihat sendiri perjuangan mereka ini dari jauh mau datang ke Palangka Raya hanya untuk memenuhi salah satu kebutuhan prestasi petenis yunior ini.
Begitu pula sewaktu turun hujan, lapangan granit basah, tetap saja merekapun mau bertanding padahal lapangan belum kering. Hanya lapangan tidak licin saya ijinkan tetapi ada kekuatiran jika ada yang jatuh akibat kondisi lapangan tersebut. Hal seperti ini kalau terjadi di Jawa selama saya selenggarakan Persami Piala FR, tentunya keluhan akan bertubi tubi datang dari orangtua maupun pelatih. Ini bedanya.
Teringat masa lalu kurang lebih 50 tahun, saya sebagai petenis yunior, ikut turnamen nasional yunior di Malang, Bandung dan Jakarta. Perjalanannya dari Lombok naik bus ke Lembar kemudian beberapa jam naik kapal (ferry) ke Padang Bae (Bali) dan terus dengan bus ke Denpasar, kemudian esok hari berangkat naik bus ke Surabaya melalui Gilimanuk ke Ketapang (Jatim) dan bisa dibayangkan berapa jam baru sampai di Malang. Beda dengan sekarang, bisa langsung ke Surabaya dengan pesawat terbang. Begitu juga kalau mau ke Jakarta maupun Bandung, dari Surabaya naik kereta api.
Teringat pula, sewaktu tim PON V tahun 1961 dari Nusa Tenggara Barat, saya sebagai salah satu anggota tim tenis NTB, dari Lombok naik kapal laut ke Surabaya, kemudian naik kereta api ke Bandung. Kalau sekarang saya lihat tidak ada lagi yang merasakan perjuangan seperti masa lalu, semua naik pesawat terbang.
Bisa dibayangkan perjuangan petenis yunior di bumi Kalimantan Tengah dan Selatan demi memajukan pertenisan mereka . Begitu mereka bertanding melihat kondisi lapangan yang sangat menyedihkan tidak membuat mereka putus asa. Demi kemajuan prestasi mereka , pertandinganpun diikutinya sepenuh hati, tanpa ada keluhan keluhan yang muncul baik oleh atletnya maupun pelatih dan orangtuanya. Bisa dibayangkan betapa pentingnya turnamen dimata mereka ini. Ini yang membuat hati saya terenyuh juga. Apalagi saya diminta agar menyelenggarakan Piala FR di Pangkalan Bun dan juga Buntok Kalimantan tengah, maupun di Banjarmasin. Beda dengan Banjarmasin sebagai ibukota propinsi, kota Pangkalan Bun maupun Buntok itu hanyalah ibukota Kabupaten yang belum pernah saya lihat. Sayapun mencari tahu jarak kota Buntok itu yang bisa dicapai dari Banjarmasin maupun Palangka Raya. Jaraknya ini butuh waktu 4-6 jam berkendaraan mobil bus alias angkutan umum. Waduh, apakah ini memungkinkan bagi saya. Apalagi dalam benak saya ini kondisi jalan umum ini so pasti tidak sama seperti di pulau Jawa. Tetapi saya terpanggil setelah melihat sendiri perjuangan mereka ini dari jauh mau datang ke Palangka Raya hanya untuk memenuhi salah satu kebutuhan prestasi petenis yunior ini.
Begitu pula sewaktu turun hujan, lapangan granit basah, tetap saja merekapun mau bertanding padahal lapangan belum kering. Hanya lapangan tidak licin saya ijinkan tetapi ada kekuatiran jika ada yang jatuh akibat kondisi lapangan tersebut. Hal seperti ini kalau terjadi di Jawa selama saya selenggarakan Persami Piala FR, tentunya keluhan akan bertubi tubi datang dari orangtua maupun pelatih. Ini bedanya.
Berlebaran di Palangka Raya
Palangka Raya, 28 Nopember 2009. Kemarin saya berangkat ke Palangka Raya Kalimantan Tengah, bertepatan pula dengan Hari Raya Idul Adha. Awalnya saya berkeinginan merasakan berhari raya di Palangka Raya, yang belum pernah saya rasakan.
Karena keberangkatan pesawat Batavia Air awalnya pukul 11.55 diundur menjadi kurang lebih pukul 14.30 dan diudara disediakan 1 potong roti dan 1 gelas air mineral, maka bisa dibayangkan begitu tiba di kota Palangka Raya langsung cari resto untuk makan siang. Dalam otak sudah terbayangkan akan makan siang ikan Patin yang sudah saya inginkan dari Jakarta. Setelah berputar putar dikota Palangka Raya, ternyata semua resto ikan Patin tutup. Ya, terpaksa menunda keinginan makan ikan Patin yang sudah diinginkan di Jakarta.
Agar bisa mengisi perut seadanya, maka singgahlah ke resto chinese food untuk sementara dengan harapan malam hari bisa dapatkan resto ikan patin. Setelah mengisi perut, maka menuju ke hotel yang dekat dengan lapangan tenis Sanaman Mantikai.
Malam hari keluar cari makanpun masih sulit karena resto ikan patin masih tutup juga. Yang didapat tenda tenda pecel lele. Berarti hari ini belum bisa menikmati keinginan makan ikan patin, tetapi masih ada harapan esok harinya.
Hari Raya Idul Adha di kota Palangka Raya sangat sepi sekali karena banyak yang pulang mudik. Ibarat hari Minggu yang masih lebih ramai.
Ternyata penduduk Palangka Raya sekitar 300.000 mayoritas berasal dari luar Palangka Raya, khususnya dari Banjarmasin, Makassar, Sumatra dan Jawa. Sektor swasta dikuaasi pendatang, tetapi PNS dikuasai oleh orang Kalimantan Tengah sendiri
Karena keberangkatan pesawat Batavia Air awalnya pukul 11.55 diundur menjadi kurang lebih pukul 14.30 dan diudara disediakan 1 potong roti dan 1 gelas air mineral, maka bisa dibayangkan begitu tiba di kota Palangka Raya langsung cari resto untuk makan siang. Dalam otak sudah terbayangkan akan makan siang ikan Patin yang sudah saya inginkan dari Jakarta. Setelah berputar putar dikota Palangka Raya, ternyata semua resto ikan Patin tutup. Ya, terpaksa menunda keinginan makan ikan Patin yang sudah diinginkan di Jakarta.
Agar bisa mengisi perut seadanya, maka singgahlah ke resto chinese food untuk sementara dengan harapan malam hari bisa dapatkan resto ikan patin. Setelah mengisi perut, maka menuju ke hotel yang dekat dengan lapangan tenis Sanaman Mantikai.
Malam hari keluar cari makanpun masih sulit karena resto ikan patin masih tutup juga. Yang didapat tenda tenda pecel lele. Berarti hari ini belum bisa menikmati keinginan makan ikan patin, tetapi masih ada harapan esok harinya.
Hari Raya Idul Adha di kota Palangka Raya sangat sepi sekali karena banyak yang pulang mudik. Ibarat hari Minggu yang masih lebih ramai.
Ternyata penduduk Palangka Raya sekitar 300.000 mayoritas berasal dari luar Palangka Raya, khususnya dari Banjarmasin, Makassar, Sumatra dan Jawa. Sektor swasta dikuaasi pendatang, tetapi PNS dikuasai oleh orang Kalimantan Tengah sendiri
Rabu, 25 November 2009
Peminat Persami di Kalteng dan Kalsel meningkat
Jakarta,26 Nopember 2009. Dari dua kali selenggarakan turnamen Persami piala Ferry Raturandang di Palangka Raya, ada kecendrungan peningkatan peserta. Pertama kali diselenggarakan 2-3 Januari 2009, kemudian 15-16 Agustus 2009, dan yang ketiga kalinya tanggal 28-29 Nopember 2009. Lebih menarik peserta bukan hanya datang dari KalimantanTengah,, tetapi datang juga dari Kalimantan Selatan.
Ini menunjukkan bahwa daerah sangat membutuhkan kegitan turnamen secara rutin. Minim kegiatan turnamen bisa menghambat pembinaan atletnya sendiri. Ini yang harus diperhatikan sekali. Saya sendiri belum puas jika lapangan tenis Mantikai di Palangka Raya itu belum direnovasi. Jika sudah direnovasi maka sayapun berani selenggarakan turnamen nasional yunior di Palangka Raya. Saya teringat sekali sewaktu berbincang bincang pertelpon dengan salah satu pengurus Pelti di Medan. Masalah lapangan Kebon Bunga yang tidak layak sebagai tempat turnamen nasional. "Ini ibarat ayam dan telor. Karena tujuan saya adalah agar tuan rumah pemilik lapangan (tentunya Pemda) suatu saat akan merenovasi. Bagaimana mau renovasi sedangkan kegiatan turnamen ansional tidak ada. Jadi, nanti kita bisa berkoar koar melalui media agar diperbaiki." ujar saya saat itu untuk meyakinkan rekan rekan didaerah. Hal ini pernah saya lakuka di Pontianak. Sewaktu Walikota Pontianak ketemu saya dan sebagai sobat lama, saya minta Walikota juga perhatikan tenis di Pontianak. Saat itu diapun bertanya hanya 2 hal yaitu budget dan lapangannya memenuhi syarat apa tidak. Saya melihat ada peluang, langsung saya hanya katakan masalah budget semurah mungkin dan lapangan memenuhi syarat dengan menilai keadaan toilet atau kebersihan karena dia itu seorang dokter media. Menjelang pertandingan ternyata lapanganpun dibenahi, alias di cat lembali.
Jadi cara cara seperti ini akan saya lakukan kedaerah daerah yang tidak ada turnamen nasional tetapi memiliki sarana lapangan memadai.
Saya sudah rencanakan turnamen nasional yunior di Medan, Cirebon dan Mataram Lombok. Walaupun waktu pelaksanaan di Mataram diundur dari tanggal 18-20 Desember 2009 menjadi 1-3 Januari 2010. Ini berarti saya akan merasakan malam Old & New di Mataram. Terakhir kali saya Old & New di Mataram yaitu tahun 1964. Bisa dibayangkan setelah 45 tahun bisa terulang kembali , Mudah mudahan bisa terealiser.
Ini menunjukkan bahwa daerah sangat membutuhkan kegitan turnamen secara rutin. Minim kegiatan turnamen bisa menghambat pembinaan atletnya sendiri. Ini yang harus diperhatikan sekali. Saya sendiri belum puas jika lapangan tenis Mantikai di Palangka Raya itu belum direnovasi. Jika sudah direnovasi maka sayapun berani selenggarakan turnamen nasional yunior di Palangka Raya. Saya teringat sekali sewaktu berbincang bincang pertelpon dengan salah satu pengurus Pelti di Medan. Masalah lapangan Kebon Bunga yang tidak layak sebagai tempat turnamen nasional. "Ini ibarat ayam dan telor. Karena tujuan saya adalah agar tuan rumah pemilik lapangan (tentunya Pemda) suatu saat akan merenovasi. Bagaimana mau renovasi sedangkan kegiatan turnamen ansional tidak ada. Jadi, nanti kita bisa berkoar koar melalui media agar diperbaiki." ujar saya saat itu untuk meyakinkan rekan rekan didaerah. Hal ini pernah saya lakuka di Pontianak. Sewaktu Walikota Pontianak ketemu saya dan sebagai sobat lama, saya minta Walikota juga perhatikan tenis di Pontianak. Saat itu diapun bertanya hanya 2 hal yaitu budget dan lapangannya memenuhi syarat apa tidak. Saya melihat ada peluang, langsung saya hanya katakan masalah budget semurah mungkin dan lapangan memenuhi syarat dengan menilai keadaan toilet atau kebersihan karena dia itu seorang dokter media. Menjelang pertandingan ternyata lapanganpun dibenahi, alias di cat lembali.
Jadi cara cara seperti ini akan saya lakukan kedaerah daerah yang tidak ada turnamen nasional tetapi memiliki sarana lapangan memadai.
Saya sudah rencanakan turnamen nasional yunior di Medan, Cirebon dan Mataram Lombok. Walaupun waktu pelaksanaan di Mataram diundur dari tanggal 18-20 Desember 2009 menjadi 1-3 Januari 2010. Ini berarti saya akan merasakan malam Old & New di Mataram. Terakhir kali saya Old & New di Mataram yaitu tahun 1964. Bisa dibayangkan setelah 45 tahun bisa terulang kembali , Mudah mudahan bisa terealiser.
Pembatasan Usia di PON 2012
Jakarta, 26 Nopember 2009. Sering terima pertanyaan datang dari daerah maupun petenis di Jakarta tentang Pekan Olahraga Nasional XVIII th 2012 di Riau. Kalau masalah waktu pelaksanaan maupun Pra Kualifikasi PON tidak ada atau belum ada pertanyaan tersebut. Yang muncul adalah masalah pembatasan umur yang sepertinya sudah merupakan keputusan final. Karena saya sendiri belum tahu sedangkan sebagai induk organisasi tenis (PELTI) belum atau tidak memutuskan masalah ini. Alasannya adalah, PON itu milik Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), sedangkan persyaratan peserta yang termasuk dalam peraturan pertandingan bukan wewenang induk organisasi. Setiap penyelenggara bisa saja ada perbedaan tentang masalah peraturan pertandingan. Yang sama adalah ketentuan tenisnya seperti Rules of Tennis dll itu wewenang Pelti menentukan karena berdasarkan ketentuan yang telah dibuat oleh ITF. Artinya masalah persyaratan peserta itu non tehnis sedangkan jalannya pertandingan itu ditentukan oleh Pelti.
Hari ini tanggal 26 Nopember 2009, saya mengikuti undangan rapat oleh KONI Pusat tentang masalah PON XVIII. Memang selama ini pesiapan PON sejak PON XVI (Palembang), PON XVII (Kaltim) , saya selalu mewakili Pelti mempersiapkan kegiatan pertandingan tenisnya karena ditunjuk sebagai Technical Delegatenya, kecuali sewaktu PON Kaltim disaat terakhir saya diganti.
Ternyata yang dibicarakan tidak banyak. Yaitu jumlah event, karena menurut KONI ada pengurangan jumlah event yang sebelumnya sekitar 750 events, sekarang diturunkan menjadi 500 events, sehingga perlu konsultasi kepada masing masing cabang olahraga. "Apakah Pelti mau juga menurunkan jumlah events yang ada." ujar Abdul Rauf, yang memimpin rapat didampingi utusan dari KONI Prop Riau Sudarto.
Selama ini khusus tenis dipertandingkan 7 events yaitu Beregu Putra dan Putri, Tunggal putra dan putri, Ganda Putra dan putri dan Ganda Campuran.
Sayapun menyampaikan kalau 7 events ini seperti juga di SEA Games, Asian Games. Salah satu rekan KONI lainnya mengatakan kalau di Asian Games DOHA tidak 7 events. Sayapun katakan setahu saya di Doha, tenis tidak kirim tim putra, tetapi pengalaman pribadi saya di Asian Games Busan (2000) ada 7 events dan Indonesia ikuti semuanya karena kirim juga tim Putra dan Putri. "Apakah ada perubahan , saya tidak tahu." ujar saya. Akhirnya sayapun menandatangani formulir tentang junlah 7 events tersebut.
Kemudian berkembang masalah pembatasan umur. Ketika ditanyakan sayapun menyampaikan kalau event PON milik dari KONI. Jadi, KONI lah yang memutuskan , bukan Pelti. Karena Pelti saat ini masih menghendaki kalau tidak ada pembatasan umur.
Oleh Abdul Rauf dikatakan kalau keputusan KONI Pusat adalah adanya pembatasan umur. "Kami serahkan kepada Pelti memutuskan usia berapa ." ujarnya
"Tetapi tentunya Pelti tidak berikan batasan umur itu 50 tahun." ujar Abdul Rauf sambil tertawa.
Mengenai permintaan KONI Pusat agar Pelti yang tentukan batasan umur tersebut, sayapun hanya bisa sampaikan akan dibawa dalam rapat PP Pelti.
Disampaikan pula KONI Pusat menunggu surat dari PP Pelti paling lambat 15 Desember 2009 mengenai masalah usia yang diinginkan dan nama Technical Delegatenya.
Dalam pembicaraan ringan saya juga mengusulkan agar PON lebih keprestasi bukan ke prestise yang selama ini sudah terjadi, mengakibatkan prestasi olahraga menurun. "Yang lebih penting adalah kurangi jumlah cabang olahraga yang ikuti PON tersebut." ujar saya dalam pertemuan tersebut.
"Ya, memang secara perlahan. Mulai dari pengurangan jemlah peserta dilakukan pengurangan." ujarnya.
Senin, 23 November 2009
Mengenal sedikit petenis AS Arthur Ashe (alm)
Jakarta,23 Nopember 2009. Saya terima email dari rekan saya mengenai salah satu petenis berkulit hitam yang menyandang gelar juara Grandslam yaitu ARTHUR ASHE.
Mungkin bagi anda yang mengenal dunia tenis pasti tahu siapa Arthur Ashe, bagi anda yang juga tidak mengenal Arthur Ashe, mungkin saat ini merupakan waktu terbaik untuk mengetahui siapa dia sebenarnya .
Arthur Ashe adalah petenis kulit hitam dari Amerika yang memenangkan tiga gelar juara Grand Slam; Amerika Open (1968), Australia Open (1970), dan Wimbledon (1975).
Pada tahun 1979 ia terkena serangan jantung yang mengharuskannya menjalani operasi by pass. Setelah dua kali operasi, bukannya sembuh ia malah harus menghadapi kenyataan pahit, terinfeksi HIV melalui transfusi darah yang ia terima
Seorang penggemarnya menulis surat kepadanya, “Mengapa Tuhan memilihmu untuk menderita penyakit itu?” Ashe menjawab, “Di dunia ini ada 50 juta anak yang ingin bermain tenis, di antaranya 5 juta orang yang bisa belajar bermain tenis, 500 ribu belajar menjadi pemain tenis profesional, 50 ribu datang ke arena untuk bertanding, 5.000 mencapai turnamen grand slam, 50 orang berhasil sampai ke Wimbledon, empat orang di semi final, dua orang berlaga di final. Dan ketika saya mengangkat trofi Wimbledon , saya tidak pernah bertanya kepada Tuhan, ‘Mengapa saya?’ Jadi ketika sekarang saya dalam kesakitan, tidak seharusnya juga saya bertanya kepada Tuhan, ‘Mengapa saya?’
Sadar atau tidak, kerap kali kita merasa hanya pantas menerima hal-hal baik dalam hidup ini; kesuksesan, karier yang mulus, kesehatan. Ketika yang kita terima justru sebaliknya; penyakit, kesulitan, kegagalan, kita menganggap Tuhan tidak adil. Sehingga kita merasa berhak untuk menggugat Tuhan. Ashe, tidak demikian. Itulah cerminan hidup beriman; tetap teguh dalam pengharapan, pun bila beban hidup menekan berat.
Kebahagiaan akan membuat anda “cantik”
Cobaan akan membuat anda “kuat”
Kesusahan membuat anda “humanis”
Kegagalan akan membuat anda “baik hati”
Sukses akan membuat anda “gemerlapan”, akan tetapi hanya niat dan sikap yang baik yang akan membuat anda “dihargai” orang lain. Jadi…. jangan tanya “Kenapa harus saya?”
Kiriman email tentang Arthur Ashe ini bisa dipakai sebagai contoh baik bagi petenis muda dengan melihat apa yang sudah dilakukannya terhadap dirinya sendiri belum lagi mengharumkan nama bangsa dan negara Amerika.
Ini contoh dari seorang petenis Agung yang berjiwa besar dan rendah hati. Tuhan Memberkati !
Sabtu, 21 November 2009
Mengenal sedikit tentang Rooving Umpires
Jakarta, 21 Nopember 2009. Sudah dimulai selenggarakan turnamen tenis yunior tanpa gunakan wasit, yang tidak bertentangan dengan ketentuan yang dibuat International Tennis Federation (ITF). Banyak pihak belum mengenal hal ini sehingga sayapun mencoba memberikan masukan masukan sesuai dengan pengetahuan saya sendiri.
Pertandingan tanpa wasit, bukan berarti dilepas begitu saja. Tetapi disiapkan setiap lapangan satu petugas pengawas disetiap pertandingan sebagai pengganti wasit (chair umpires). Ini yang disebut rooving umpires. Kali ini di ITF Jakarta Jr Open diterapkan satu lapangan satu rooving umpire.
Yang saya mau ceritakan masalah tugas dan tanggung jawab rooving umpires tersebut.Karena pengamatan saya selama pertandingan ada sedikit rancu rooving umpires tersebut dalam menjalankan tugas. Begitu juga sewaktu turnamen sejenis di Surabaya di ITF Widjojo Soejono Semen Gresik 2009 yang saya terima laporan dari salah satu pelatih Malaysia (orang Indonesia).
Diceritakan sewaktu anak asuhnya (anak Malaysia) diundi oleh pengawas/rooving umpire tersebut ternyata menganjurkan lawannya (petensi Indonesia) agar memilih servis karena servis lawannya lebih bagus. Dia lupa lawannya dari Malaysia yang mengerti cakap Melayu. Ini sudah menyalahi, dimana tugasnya hanya mengundi kedua pemain untuk memilih bola atau tempat.
Sepengetahuan saya sebagai pengawas/rooving umpires bisa saja didalam lapangan dan bisa juga diluar lapangan, dimana kebutuhannya baru masuk setelah ada permintaan pemain yang tidak puas atas keputusan lawannya. Apalagi masalah bola keluar atau masuk, yang menentukan adalah pemain . Tetapi di lapangan gravel yang bisa dilihat kejelasan bekas bola jatuh itu dilapangan, pengawas/rooving umpires tidak bisa langsung mengatakan bola itu masuk atau keluar karena melihat jelas dari jauh. Jika diminta masuk, baru jalan menuju ketempat jatuhnya bola. Dan biarkan petenis yang menunjukkan jatuhnya bola, sehingga sebagai saksi bisa menyetujui kebenaran tersebut.
Tetapi dalam pelaksanaan apa yang saya lihat ternyata ada rooving umpire ini tanpa diminta sewaktu petenis melihat kepadanya langsung memberikan kode tangan kalau bola tersebut masuk dari tempat dia berdiri.
Liku liku masalah wasit sudah sering terjadi di pertenisan, tetapi sebagai atlet apa yang telah diputuskan wasit sudah harus diterima dengan bear hati, bukan langsung membuat masalah yang akibatnya akan merugikan diri sendiri. Kesal, marah dan sebagainya sehingga tidak bisa konsentrasi atas permainannya, akibatnya akan rugi sendiri.
Bukanlah suatu jaminan jika seorang wasit bisa 100 % menjalankan tugas dengan baik, namanya manusia bisa saja buat kesalahan. Dan ini terjadi di setiap turnamen. Makin sedikit buat kesalahan tentunya makin baik reputasi wasit tersebut.
Dengan adanya wasit disuatu turnamen sering terjadi kesalahan call karena berdasarkan kemampuan fisik dan visual masing masing berbeda. Maka dari itu setiap tahun ITF selalu minta laporan kegiatan wasit ITF dan laporan kesehatan khususnya mata dari dokter yang harus dikirimkan diakhir tahun ke ITF.
Turnamen adalah Kebutuhan Atlet
Jakarta, 21 Nopember 2009. Berlangsungnya turnamen tenis dengan semarak di Tanah Air kita khususnya turnamen kelompok yunior, baik diselenggarakan oleh induk organisasi PELTI maupun diluar organisasi tenis , membuat makin semarak pertenisan Indonesia. Ini merupakan keinginan pribadi saya yang juga ikut meramaikan dengan upaya memotivasi ataupun ikut langsung selenggarakan turnamen nasional ini. Melupakan semua pertentangan kepentingan yang sering muncul dan ikut menggoda hati, tetapi yang sangat penting adalah bagaimana kita bisa memacu orang lain ataupun diri sendiri agar turnamen khususnya kelompok yunior makin berkembang bukan hanya disekitar Jakarta, Bandung, Solo,Surabaya maupu kota kota besar lainnya. Tetapi keluar kota kota besar maupun luar Jawa karena saya melihat potensi pertenisan di daerah cukup besar. Mulai dari makin banyak petenis yunior berasal dari luar Jawa yang sangat minim kegiatan turnamen.
Yang sangat penting menyatukan visi dan misi masyarakat tenis sehingga tidak terjadi benturan benturan kepentingan disemua pihak. Saya sudah capek sebenarnya mendengar maupun melihat benturan benturan kepentingan dengan saling menonjolkan ego masing masing baik secara pribadi maupun menggunakan nama organisasi. Berbagai tudingan yang diberikan kepada saya, tidak membuat saya jadi jera dan mundur terhadap visi dan misi saya selama ini. Yang harus dikerjakan mempersatukan visi dan misi masing masing lebih sulit dibandingkan selenggarakan turnamen
"Turnamen adalah kebutuhan "
Ini juga perlu disadari sekali bagi masyarakat tenis, terutama para orangtua maupun pelatih , karena banyak orangtua maupun pelatih tidak mengenal tenis sejak kecil atau bukan petenis yunior jadul yang ikut aktip disetiap turnamen nasional. Mereka mengenal turnamen sejak putra dan putrinya berlatih tenis, sehingga menurut pandangan saya belum mengenal liku likunya pertenisan kita. Akibatnya terasa sekali disetiap pelaksanaan turnamen nasional yang dikenal dengan TDP Nasional, sering muncul protes protes datangnya dari para orangtua. Hal ini wajar wajar saja menurut pendapat saya.
Kalau saya teringat masa lalu, sewaktu saya aktip ikuti turnamen nasional yunior , saat itu Indonesia baru memiliki TDP Nasional di Malang, Jakarta dan Bandung. Ini ketiga turnamen yang sudah pernah saya ikuti sehingga banyak kenal teman teman yang sekarang sudah masuk kategori VETERAN. Sekarang kegiatan TDP Nasional sudah mencapai angka 30-an. Hanya masih belum menyebar di seluruh propinsi di Tanah Air.
Dengan dasar tersebut maka sayapun sering menganjurkan kepada rekan rekan baik yang duduk diorganisasi Pelti didaerah maupun orangtua maupun pelatih yang diluar Pelti Daerah tersebut. Anjuran saya cukup sederhana yaitu lebhih baik kumpulkan beberapa orangtua ditempatnya untuk organize TDP Nasional Yunior daripada kirim atletnya ikuti TDP Nasional diluar kotanya. Lebih murah, lebih banyak atlet dikotanya bisa menikmatinya. Belum lagi promosi kota tersebut sehingga dampak sosialnya bisa dirasakan oleh masyarakat bukan tenis lainnya.
Saya bersyukur sekali keinginan saya mudah mudahan bisa terealiser kembali di Jakarta, Samarinda . Diharapkan akhir tahun di Cirebon, Medan, Mataram , bahkan tahun depan memasuki kota Bandung, Pekanbaru dan lain lainnya yang sudah direncanakan.
Yang sangat penting menyatukan visi dan misi masyarakat tenis sehingga tidak terjadi benturan benturan kepentingan disemua pihak. Saya sudah capek sebenarnya mendengar maupun melihat benturan benturan kepentingan dengan saling menonjolkan ego masing masing baik secara pribadi maupun menggunakan nama organisasi. Berbagai tudingan yang diberikan kepada saya, tidak membuat saya jadi jera dan mundur terhadap visi dan misi saya selama ini. Yang harus dikerjakan mempersatukan visi dan misi masing masing lebih sulit dibandingkan selenggarakan turnamen
"Turnamen adalah kebutuhan "
Ini juga perlu disadari sekali bagi masyarakat tenis, terutama para orangtua maupun pelatih , karena banyak orangtua maupun pelatih tidak mengenal tenis sejak kecil atau bukan petenis yunior jadul yang ikut aktip disetiap turnamen nasional. Mereka mengenal turnamen sejak putra dan putrinya berlatih tenis, sehingga menurut pandangan saya belum mengenal liku likunya pertenisan kita. Akibatnya terasa sekali disetiap pelaksanaan turnamen nasional yang dikenal dengan TDP Nasional, sering muncul protes protes datangnya dari para orangtua. Hal ini wajar wajar saja menurut pendapat saya.
Kalau saya teringat masa lalu, sewaktu saya aktip ikuti turnamen nasional yunior , saat itu Indonesia baru memiliki TDP Nasional di Malang, Jakarta dan Bandung. Ini ketiga turnamen yang sudah pernah saya ikuti sehingga banyak kenal teman teman yang sekarang sudah masuk kategori VETERAN. Sekarang kegiatan TDP Nasional sudah mencapai angka 30-an. Hanya masih belum menyebar di seluruh propinsi di Tanah Air.
Dengan dasar tersebut maka sayapun sering menganjurkan kepada rekan rekan baik yang duduk diorganisasi Pelti didaerah maupun orangtua maupun pelatih yang diluar Pelti Daerah tersebut. Anjuran saya cukup sederhana yaitu lebhih baik kumpulkan beberapa orangtua ditempatnya untuk organize TDP Nasional Yunior daripada kirim atletnya ikuti TDP Nasional diluar kotanya. Lebih murah, lebih banyak atlet dikotanya bisa menikmatinya. Belum lagi promosi kota tersebut sehingga dampak sosialnya bisa dirasakan oleh masyarakat bukan tenis lainnya.
Saya bersyukur sekali keinginan saya mudah mudahan bisa terealiser kembali di Jakarta, Samarinda . Diharapkan akhir tahun di Cirebon, Medan, Mataram , bahkan tahun depan memasuki kota Bandung, Pekanbaru dan lain lainnya yang sudah direncanakan.
Rabu, 18 November 2009
Permasalahan di turnamen yunior
Jakarta, 18 Nopember 2009. Disela sela turnamen internasional ITF Jakarta Open 2009 di lapangan tenis Gelora Bung Karno, saya sempat berbincang bincang dengan para orangtua petenis yunior mengenai permasalahan yang timbul selama ini sering terjadi diturnamen tenis nasional khususnya kelompok yunior.
"Sebaiknya Om selenggarakan saja seminar sehari dengan para orangtua mengenai cara memotivasi anak anak ." ujar orang tua dari Rifanty Dwi dari Bandung.
Memang idea ini cukup positip sekali, karena keinginan orangtua mendukung putra dan putrinya cukup besar sekali bahkan ada kecendrunagn berlebihan yang mempunyai dampak yang tidak disadari sekali justru menjadi kendala perkembangan putra dan putrinya.
Saya langsung memberikan beberapa kejadian selama ini yang saya perhatikan disetiap turnamen tenis. Mulai dari persiapan menghadapi turnamen , sebaiknya mulai mendidik anak anak dari mengetahui kebutuhan kebutuhannya mempersiapkan peralatan pertandingan. " Kita mulai dari hal kecil, ajarkan anak anak mempersiapkan perlengkapan pertandingan seperti pakaian, kaos kaki, sepatu, air minum, handuk , snaar extra dll. " ujar saya kepadanya. Sebagai orangtua bisa mulai dengan mendikte agar ditulis sendiri kebutuhan kebutuhan tersebut dan minta anaknya sendiri yang persiapkan. Sikap orangtua hanya mengawasi saja, dan yang lakukan semua adalah anaknya sendiri. "Saya kira ini ada beberapa anak ataupun orangtua berat lakukan hal ini, seperti menyediakan pakaian dengan mengambil sendiri dilemari pakaian."
Begitu juga ada yang menghendaki agar disosialisasikan code of conduct kepada anak anak maupun orangtua, sehingga semua pihak menyadari ada kelakuan kelakuan dilapangan yang sudah melanggar ketentuan tenis sendiri. Disamping itu juga orangtuapun juga harus ketahui hak dan kewajiban putra dan putrinya , dan juga orangtua sendiri. Saya sendiri lebeih menekankan kalau posisi orangtua maupun pelatih disetiap turnamen bukanlah sebagai PESERTA, tetapi sebagai PENONTON saja, sehingga tidak punya hak untuk protes , apalagi berlebihan.
"Sebaiknya Om selenggarakan saja seminar sehari dengan para orangtua mengenai cara memotivasi anak anak ." ujar orang tua dari Rifanty Dwi dari Bandung.
Memang idea ini cukup positip sekali, karena keinginan orangtua mendukung putra dan putrinya cukup besar sekali bahkan ada kecendrunagn berlebihan yang mempunyai dampak yang tidak disadari sekali justru menjadi kendala perkembangan putra dan putrinya.
Saya langsung memberikan beberapa kejadian selama ini yang saya perhatikan disetiap turnamen tenis. Mulai dari persiapan menghadapi turnamen , sebaiknya mulai mendidik anak anak dari mengetahui kebutuhan kebutuhannya mempersiapkan peralatan pertandingan. " Kita mulai dari hal kecil, ajarkan anak anak mempersiapkan perlengkapan pertandingan seperti pakaian, kaos kaki, sepatu, air minum, handuk , snaar extra dll. " ujar saya kepadanya. Sebagai orangtua bisa mulai dengan mendikte agar ditulis sendiri kebutuhan kebutuhan tersebut dan minta anaknya sendiri yang persiapkan. Sikap orangtua hanya mengawasi saja, dan yang lakukan semua adalah anaknya sendiri. "Saya kira ini ada beberapa anak ataupun orangtua berat lakukan hal ini, seperti menyediakan pakaian dengan mengambil sendiri dilemari pakaian."
Begitu juga ada yang menghendaki agar disosialisasikan code of conduct kepada anak anak maupun orangtua, sehingga semua pihak menyadari ada kelakuan kelakuan dilapangan yang sudah melanggar ketentuan tenis sendiri. Disamping itu juga orangtuapun juga harus ketahui hak dan kewajiban putra dan putrinya , dan juga orangtua sendiri. Saya sendiri lebeih menekankan kalau posisi orangtua maupun pelatih disetiap turnamen bukanlah sebagai PESERTA, tetapi sebagai PENONTON saja, sehingga tidak punya hak untuk protes , apalagi berlebihan.
Men's Futures akan digelar tahun 2010
Jakarta,19 Nopember 2009. Menghadiri undangan press conference dari Sportama di Cempaka Room Executive Club Hotel Sultan Jakarta siang ini, saya bertemu dengan Glen Sugita yang juga sebagai pemilik dari Sportama yang akan menggelar Garuda Indonesia Tennis Masters 2009 minggu depan.
Kesempatan yang baik saya kemukakan kepada Glen Sugita mengingat saya sudah terima email rencana Sportama menggelar turnamen sejenis di tahun 2010. Saya menganggap apa yang sudah dilakukan oleh Sportama selama tahun 2008 dan 2009 sudah keluar dari rencana pemikiran dari Glen Sugita. Tujuannya cukup brilian tetapi kenyataan dilapangan jadi bertentangan. kenapa ? Karena justru dengan makin banyak turnamen nasional yang digelar oleh Sportama justru membuat petenis nasional tidak ada keinginan ikuti turnamen internasional. Sedangkan tujuan awal, untuk memacu atlet lebih giat berlatih karena makin banyak eventnya. Ini sempat dikemukakan oleh PP Pelti, kenapa setiap digelar turnamen Men's Futures di Indoesia peserta tuan rumah tidak berminat mengikutinya.
"Glen, sebaiknya turnamen Sportama ditahun 2010 dijadikan Men's Futures saja." ujar saya kepadanya didepan Johannes Susanto ketua Bidang Pertandingan PP Pelti. Glenpun menanggapi posisitf terhadap gagasan tersebut. Akhirnya dipanggillah Teddy Tanjung untuk dibuatkan rencana tahun depan semua turnamen Sportama dijadikan internasional. Sayapun berjanji akan melihat kalender ITF tentang Men's Futures di tahun 2010.
"Kalau begitu kita buat 5 Men's Futures." ujar Glen. Sayapun menjelaskan kalau Men's Futures itu harus berurutan waktunya. Berarti 3 Men's Futures dengan prize money US $ 10,000 setiap minggunya dan 2 Men's Futures dengan prize money US$ 15,000 setiap minggunya. "Saya akan membantu melihat ke kalender ITF." ujar saya kepadanya.
Laporan FORKOPI terhadap pelaksanaan ITF Widjojo Soejono Semen Gresik :
Beberapa hari lalu saya menerima email dari Indriatno yang saya kenal sebagai juga Humas FORKOPI (Forum Komunikasi Orangtua Petenis Indonesia. Isinya mempertanyakan dan juga mempermasalahakn cara kerja dari Referee TDP tersebut. Ada beberapa kekeliruan yang saya baca dari surat edaran yang ditujukan kepada Ketua Umum PP Pelti. Dalam email tersebut disebutkan untuk disebar luaskan.
Kesalahan sebenarnya adalah menyebutkan Riyat sebagai Referee TDP, sehingga sayapun melihat SK Ketua Umum PP Pelti tentang penujukkan Referee TDP itu sebenarnya kepada Sony Irawan sebagai Referee. Ini salah alamat. Dalam pelaksanaan tersebut Sony Irawan meminta bantuan Riyat sebagai asistennya menangani pertandingan kelompok umur 16 tahun , 14 tahun.
Saya sendiri ingin tertawa atas penjelasan dari Ketua FORKOPI terhadap alasan alasan yang dikemukakan. Sebenarnya ada conflict of interest yang ada didalam kasus kasus di turnamen tersebut, sehingga mengatas namakan FORKOPI. Ada yang bertanya , apakah secepat itu bisa mengatas namakan organisasi. Bukannya kepentingan pribadi dengan menggunakan nama organisasi. Ya, begitulah sudah bukan hal yang aneh bagi saya atas sikap sikap seperti itu terjadi dalam beberapa tahun kebelakang. Jikalau saya suka dituding dengan istilah conflict of interest ternyata sipenudinglah yang lakukan hal tersebut.
Kesempatan yang baik saya kemukakan kepada Glen Sugita mengingat saya sudah terima email rencana Sportama menggelar turnamen sejenis di tahun 2010. Saya menganggap apa yang sudah dilakukan oleh Sportama selama tahun 2008 dan 2009 sudah keluar dari rencana pemikiran dari Glen Sugita. Tujuannya cukup brilian tetapi kenyataan dilapangan jadi bertentangan. kenapa ? Karena justru dengan makin banyak turnamen nasional yang digelar oleh Sportama justru membuat petenis nasional tidak ada keinginan ikuti turnamen internasional. Sedangkan tujuan awal, untuk memacu atlet lebih giat berlatih karena makin banyak eventnya. Ini sempat dikemukakan oleh PP Pelti, kenapa setiap digelar turnamen Men's Futures di Indoesia peserta tuan rumah tidak berminat mengikutinya.
"Glen, sebaiknya turnamen Sportama ditahun 2010 dijadikan Men's Futures saja." ujar saya kepadanya didepan Johannes Susanto ketua Bidang Pertandingan PP Pelti. Glenpun menanggapi posisitf terhadap gagasan tersebut. Akhirnya dipanggillah Teddy Tanjung untuk dibuatkan rencana tahun depan semua turnamen Sportama dijadikan internasional. Sayapun berjanji akan melihat kalender ITF tentang Men's Futures di tahun 2010.
"Kalau begitu kita buat 5 Men's Futures." ujar Glen. Sayapun menjelaskan kalau Men's Futures itu harus berurutan waktunya. Berarti 3 Men's Futures dengan prize money US $ 10,000 setiap minggunya dan 2 Men's Futures dengan prize money US$ 15,000 setiap minggunya. "Saya akan membantu melihat ke kalender ITF." ujar saya kepadanya.
Laporan FORKOPI terhadap pelaksanaan ITF Widjojo Soejono Semen Gresik :
Beberapa hari lalu saya menerima email dari Indriatno yang saya kenal sebagai juga Humas FORKOPI (Forum Komunikasi Orangtua Petenis Indonesia. Isinya mempertanyakan dan juga mempermasalahakn cara kerja dari Referee TDP tersebut. Ada beberapa kekeliruan yang saya baca dari surat edaran yang ditujukan kepada Ketua Umum PP Pelti. Dalam email tersebut disebutkan untuk disebar luaskan.
Kesalahan sebenarnya adalah menyebutkan Riyat sebagai Referee TDP, sehingga sayapun melihat SK Ketua Umum PP Pelti tentang penujukkan Referee TDP itu sebenarnya kepada Sony Irawan sebagai Referee. Ini salah alamat. Dalam pelaksanaan tersebut Sony Irawan meminta bantuan Riyat sebagai asistennya menangani pertandingan kelompok umur 16 tahun , 14 tahun.
Saya sendiri ingin tertawa atas penjelasan dari Ketua FORKOPI terhadap alasan alasan yang dikemukakan. Sebenarnya ada conflict of interest yang ada didalam kasus kasus di turnamen tersebut, sehingga mengatas namakan FORKOPI. Ada yang bertanya , apakah secepat itu bisa mengatas namakan organisasi. Bukannya kepentingan pribadi dengan menggunakan nama organisasi. Ya, begitulah sudah bukan hal yang aneh bagi saya atas sikap sikap seperti itu terjadi dalam beberapa tahun kebelakang. Jikalau saya suka dituding dengan istilah conflict of interest ternyata sipenudinglah yang lakukan hal tersebut.
Sabtu, 14 November 2009
Ada miskomunikasi
Jakarta, 14 Nopember 2009. Adanya keluhan dari Surabaya kepada Aga Soemarno karena merasa tidak adanya perhatian dari PP Pelti kepada penyelenggara turnamen Widjojo Soejono Semen Gresik yang sedang berlangsung di Surabaya. Disampaikan pula ketidak hadiran petinggi PP Pelti sewaktu acara pembukaan turnamen. Oleh Aga disampaikan kalau panitia sudah mengirim undangan ke PP Pelti.
Langsung oleh Johannes Susanto selaku Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti mengatakan kalau dia tidak diundang. Aga juga mengatakan kalau dia ditunjukkan bukti surat undangan ke PP Pelti. Sayapun langsung mengatakan kalau PP Pelti telah menerima undangan dari Panitia yang ditujukan kepada Ketua Umum PP Pelti. Sedangkan untuk Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti tidak ada. "Yang jadi masalah surat undangan kepada Ketua Umum PP Pelti sedangkan kami tidak menerima disposisi dari Ketua Umum. Ini karena sewaktu surat datang Ketua Umum sedang diluar negeri." ujar saya kepada Aga Soemarno. "Kalau begitu seharusnya undangan dikirim ke PP Pelti saja sehingga bisa diwakili oleh petiggi lainnya." ujar Aga setelah mengetahui permasalahannya. Sayapun merasa pernah dihubungi pertilpon oleh penyelenggara tetapi hanya bertanya masalah kemungkinan kehadiran Menegpora, tetapi tidak sekalipun minta kehadiran saya ke Surabaya.
Saya sadari sekali kalau ada kecemburuan dari rekan rekan di Surabaya, karena untuk turnamen UFO yang notabene masih baru keberadaannya, bisa hadir Ketua Bidang Pertandingan dan Wakil Sekjen. Hal ini langsung oleh Johannes Susanto ditanggapi.
" Kalau TDP UFO mereka mengundang saya dan Ferry hadir, sedangkan turnamen ini tidak mengundang saya hadir." Sayapun membenarkan pernyataan Johannes Susanto, kalau kehadiran saya karena diundang oleh UFO, begitu juga Johannes Susanto.
Memang hal ini sering terjadi dan suka dilupakan oleh penyelenggara turnamen. Satu sisi ada yang menganggap kehadiran petinggi PP Pelti sudah mutlak harus dilakukan oleh petinggi PP Pelti, tetapi lupa kalau petinggi Pelti juga harus mengatur waktunya sehari hari karena punya kesibukan dikantor masing masing. Tidak semua turnamen mempunyai acara pembukaan, sehingga rencana panitia tidak diketahuinya.
Beberapa hari lalu, Johannes Susanto menerima telpon dari Surabaya, yang melaporkan soal kedekatan saya dengan penyelenggara turnamen UFO. Mereka lupa kalau TDP UFO itu merupakan hasil kerjasama saya dengan rekan2 dari Surabaya. "Saya tahu apa yang dilakukan Ferry dengan penyelenggara UFO." demikian cerita Johannes Susanto kepada saya per tilpon setelah menerima telpon dari Surabaya.
Bisa dibayangkan kecemburuan muncul akibat kedekatan saya dengan pihak penyelenggara TDP yang baru. Saya sendiri sudah melihat gejala gejala ini, sedangkan bagi saya sangat memperhatikan sekali penyelenggara penyelenggara TDP yang baru dimana keberadaan TDP tersebut merupakan hasil pendekatan saya kepada masyarakat tenis yang peduli dengan tenis tetapi mereka ini bukan anggota pengurus Pelti dikota masing masing. Saya sendiri cukup bangga bisa membina rekan rekan baru ini seperti turnamen Oneject (Bandung), UFO (Surabaya) sehingga mereka bisa mandiri selenggarakan TDP tersebut. Akibatnya saya diminta oleh mereka setiap pelaksanaan TDP tersebut saya harus hadir disaat pembukaan atau pelaksanaannya. Inilah resikonya dan yang membuat kecemburuan. Tetapi juga saya pernah tidak bisa hadir sewaktu pelaksanaan TDP UFO yang ketiga karena saya sedang selenggarakan Persami di Palangka Raya. Begitu juga Johannes Susanto ada kesibukan lain.
Keributan sekitar Turnamen di Surabaya
Jakarta, 14 Nopember 2009. Menjelang sign-in turnamen tenis internasional yunior Jakarta Open yang sebagai pengganti Solo Open, telah bertemu rekan rekan Johannes Susanto, Kent W, Aga Soemarno, saya dikejutkan dengan laporan dari Suparman salah satu petugas pertandingan yang juga bertugas di turnamen ini. "Di Surabaya, si Gin... bikin kacau." ujarnya kepada Johannes Susanto bersama sama rekan rekannya. Dan terlihat Aga Soemarno geleng geleng kepala mendengarnya tanpa berikan komentar. Hal ini sudah saya dengar sebelumnya karena sudah mendapatkan laporan dari Surabaya, sehingga sayapun tanpa komentar kepada mereka.
Oleh Parman langsung diceritakan kalau yang dipermasalahkan adalah permintaannya tidak bisa dipenuhi oleh Referee untuk pertandingan putranya dimajukan. Hanya karena ingin mengejar pesawat akibat dari telah pesan tiket sedangkan putranya masih bertanding. "Saya dibilang menghambat anaknya." ujar Parman sedikit kesal.
Oleh Riyat yang juga hadir sebagai asisten Referee turnamen Widjojo Soejono Semen Gresik yang saat ini masih berlangsung di Surabaya, mengatakan kalau permintaan awalnya sudah dibantu tetapi waktu kemarin tidak bisa dipenuhi sehingga membuat yang bersangkutan sudah pusing kepala sehingga mengeluarkan kata kata tidak simpatik.
" Kita disebutnya monyet monyet." ujar Riyat kepada August Ferry Raturandang didepan Slamet Widodo dan Parman. Oleh August Ferry Raturandang hanya menanggapi dengan mengatakan wewenang Referee untuk mengeluarkan penonton yang sangat mengganggu jalannya pertandingan. "Wewenang Referee bukan hanya didalam lapangan tetapi juga berlaku di tournament site. Club House itu masuk dalam tournament site" ujarnya. Masalah ini sebenarnya harus disadari oleh orangtua ataupun pelatih disuatu turnamen itu statusnya hanya sbagai penonton, bukan sebagai peserta turnamen. Tindakan memalukan yang dilakukan oleh orangtua secara tidak langsung membuat malu bagi putra dan putrinya. Ini juga merupakan beban tersendiri tanpa disadari sekali.
Menanggapi hal ini August Ferry Raturandang hanya bisa menyayangkan kejadian ini Dan oleh Riyat disampaikan kalau sudah minta bantuan petugas keamanan untuk menyingkrkannya, tetapi tidak ketemu petugas keamanan yang berpakaian dinas.
Disamping itu pula dilaporkan adanya kejadian yang tidak simpatik terjadi diantara penonton yang juga adalah 2 pelatih dari DKI(B) dan Semarang (D)sehingga petugas keamanan dengan pakaian dinas datang ke lapangan untuk mencegah agar tidak terjadi hal hal yang tidak diinginkan.
"Itulah tenis kita, kadang kadang ada saja orangtua dan pelatih tidak tahu diri , sehingga membuat suasana pertandingan jadi hangat."
Oleh Parman langsung diceritakan kalau yang dipermasalahkan adalah permintaannya tidak bisa dipenuhi oleh Referee untuk pertandingan putranya dimajukan. Hanya karena ingin mengejar pesawat akibat dari telah pesan tiket sedangkan putranya masih bertanding. "Saya dibilang menghambat anaknya." ujar Parman sedikit kesal.
Oleh Riyat yang juga hadir sebagai asisten Referee turnamen Widjojo Soejono Semen Gresik yang saat ini masih berlangsung di Surabaya, mengatakan kalau permintaan awalnya sudah dibantu tetapi waktu kemarin tidak bisa dipenuhi sehingga membuat yang bersangkutan sudah pusing kepala sehingga mengeluarkan kata kata tidak simpatik.
" Kita disebutnya monyet monyet." ujar Riyat kepada August Ferry Raturandang didepan Slamet Widodo dan Parman. Oleh August Ferry Raturandang hanya menanggapi dengan mengatakan wewenang Referee untuk mengeluarkan penonton yang sangat mengganggu jalannya pertandingan. "Wewenang Referee bukan hanya didalam lapangan tetapi juga berlaku di tournament site. Club House itu masuk dalam tournament site" ujarnya. Masalah ini sebenarnya harus disadari oleh orangtua ataupun pelatih disuatu turnamen itu statusnya hanya sbagai penonton, bukan sebagai peserta turnamen. Tindakan memalukan yang dilakukan oleh orangtua secara tidak langsung membuat malu bagi putra dan putrinya. Ini juga merupakan beban tersendiri tanpa disadari sekali.
Menanggapi hal ini August Ferry Raturandang hanya bisa menyayangkan kejadian ini Dan oleh Riyat disampaikan kalau sudah minta bantuan petugas keamanan untuk menyingkrkannya, tetapi tidak ketemu petugas keamanan yang berpakaian dinas.
Disamping itu pula dilaporkan adanya kejadian yang tidak simpatik terjadi diantara penonton yang juga adalah 2 pelatih dari DKI(B) dan Semarang (D)sehingga petugas keamanan dengan pakaian dinas datang ke lapangan untuk mencegah agar tidak terjadi hal hal yang tidak diinginkan.
"Itulah tenis kita, kadang kadang ada saja orangtua dan pelatih tidak tahu diri , sehingga membuat suasana pertandingan jadi hangat."
Rabu, 11 November 2009
Jadikanlah The best of 5 sets untuk Putra
Jakarta, 11 Nopember 2009. Salah satu kelemahan atlet tenis Indonesia adalah fisik. Ini sudah lama terjadi sejak saya mulai memperhatikan petenis nasional. Kalau dulu sering dikeluhkan dengan masalah kurangnya dana, tetapi bukan itu sebenarnya yang terjadi saat ini menurut pengamatan saya. Boleh saja setiap petenis maupun pelatihnya mengatakan selalu memperhatikan masalah fisik atletnya. Itu sah sah saja, tetapi saya melihat sendiri hasilnya dilapangan , yang bisa digunakan sebagai ukuran sewaktu ikuti turnamen turnamen baik nasional maupun internasional. Apalagi kalau pertandingan sampai 3 set, dimana hasil diset terakhir sangat menyedihkan. Bisa kalah 6-0, ataupun 6-1. Dimana letak kesalahannya.
Kali ini saya tidak berbicara masalah tehnik , karena sudah wewenang pelatih. Sebenarnya bisa dikatakan masalh rendah, belum setingkat atlet internasional.
Memang saya akui ada teori kepelatihan mengatakan ada 3 kategori yaitu Tehnik 10 %, Fitnes 10 % dan physiologis atau dikenal dengan mental 80 %. Ini khususnya bagi tournament player, artinya sudah menjadi petenis prestasi atau juga nasional.
Walaupun hanya 10 % fitnes sangatlah penting. Bagaimana komponen lainnya bisa menunjang jika fisik sudah hancur, maka tidak bisa berbuat apa apa lagi.
Saya melihat saat ini masih ada kelemahan fisik terjadi bagi atlet tenis nasional. Yang menjadi pertanyaan kenapa bisa begitu ? Kembali kepada diri masing masing petenis, jika mau jadi petenis profesional tentunya datang dari diri sendiri. Mulai dari mendisiplinkan dirinya sendiri diluar lapangan maupun didalam lapangan.
Ada satu kendala yang tidak terlihat bagi orang luar. Diera teknologi informasi yang cukup pesat ini ada satu pemainan yang menjadi racun sebenarnya menurut saya. Yaitu yang dikenal sebagai "play station." Karena sudah sulit dikontrol baik orangtua mauapun pelatihnya. Jika didalam kamar tidur, apakah bisa diketahui atlet tersebut sudah istrahat, bukannya justru keasyikan bermain PS (play station). Kalau sudah asyik, maka bisa sampai larut malam bahkan sampai subuh. Nah, jika sudah demikian makan disetiap try out badan sudah capek, tetapi ditempat tidur masih bisa menyalurkan hobi tersebut. Ini bahayanya. Belum lagi kecanduan FB (facebook). Saya sendiri kalau lagi keasyikan dengan FB, pernah lupa waktu. Begitu lihat jam sudah menunjukkan pukul 03.00 pagi.
Tetapi ada satu solusi bisa dilakukan untuk petenis nasional. Kita sudah mengenal ditahun 2009 ini sudah makin banyak turnamen nasional kelompok umum, menyediakan prize money menggiurkan. Mulai dari Rp. 100 juta sampai Rp. 500 juta. Bagaimana caranya agar petenis menjalankan kegiatan untuk peningkatan fisiknya bisa dilakukan tanpa disadari. Kok bisa. Karena saya melihat sepertinya jika disuruh latihan fisik, atlet merasa seperti beban. Maka yang timbul berbagai alasan agar tidak mengikuti latihan fisik tersebut.
Caranya adalah turnamen nasional kelompok umum itu diubah sistem pertandingannya. Kalau saat ini menggunakan sistem the best of 3 sets, maka sudah saatnya ditingkatkan menjadi the best of 5 sets. Ini khusus untuk putra, sedangkan putri tetap the best of 3 sets.
Teringat masa lalu, turnamen masih sedikit tetapi sistem yang digunakan adalah the best of 5 sets. Saksi saksi hidupmasih ada yaitu Diko Moerdono, Soegiarto Soetarjo merasakannya. Nah , kembali kepada penyelenggara turnamen, apakah mau merubah sistem tersebut. Ini untuk kepentingan nasional.
Jadi turis di Bali
Jakarta,11 Nopember 2009. Hari ini dimanfaatkan dengan bermain tenis di lapangan gravel Gelora Bung Karno. Tiba agak terlambat karena macet diperjalanan dari rumah ke Senayan , habis 1,5 jam perlananan.
"Fer, you jadi turis ya di Bali." ujar Soebronto Laras setiba didalam lapangan. Begitulah guyonan Soebronto Laras kepada saya hari ini. Memang kali ini kedatangan saya ke Nusa Dua merupakan tamu istimewa Commonwealth Bank Tourament of Champions 2009. Banyak keistimewaan yang diberikan kepada saya selama di Nusa Dua. Mulai dari akomodasi di Westin Resort Nusa Dua selama 3 malam. Begitu juga diberikan tiket VVIP disamping itu juga terima undangan Gala Dinner di Grand Hyatt oleh penyelenggara. Undangan langsung diberikan oleh Annie George Livesey istri dari Direktur Turnamen Kevin Livesey.
Rekan rekan dari PP Pelti yang tidak tahu permasalahannya akan kaget juga. Hadir rekan rekan Johannes Susanto, Kent Widhyasetiabudi, Danny Walla, Slamet Utomo, Christian Budiman, Hudani Fajri dari jajara PP Pelti begitu juga rekan rekan mantan pengurus seperti Enggal Karjono, Irma, Betty M.
Martina Widjaja sendiri mengakui kalau saya harus dapat undangan khusus, karena saya sudah membantu menyelesaikan kesulitan penyelenggara.
Kebetulan Ketua Umum dan Sekjen PP Pelti absen kali ini tidak hadir selama pertandingan. Sehingga saya sendiri sempat guyon dengan rekan rekan lainnya kalau Ketua Umum dan Sekjen berhalangan hadir maka saya mewakilinya. Padahal ini hanya bercanda. Walaupun keduanya hadir maka sayapun tetap akan mendapatkan undangan khusus.
Bertemu dengan CEO Sony Ericsson WTA Tour Stacey Allaster diacara Gala Dinner, begitu juga teman teman lama dari Malaysia Ms Nora , Annie George Livesey, maupun dari Indonesia sendiri.
Saya sendiri sempat bercanda dengan Annie George Livesey yang juga istri dari Kevin Livesey. "Baru kali ini saya perintah ke Kevin, segera ke Singapore malam ini." ujar saya kepadanya. Diapun mendengar itupun ikut tertawa, karena kalau tidak segera ke Singapore maka permasalahan yang dihadapinya akan lebih lambat.
Hanya satu keluhan datang dari istri saya yang ikut hadir di Nusa Dua, yaitu "datang kesini mau nonton atau mau ngobrol2." karena saya lebih senang keluar dari tribun untuk ketemu teman teman diluar daripada duduk nonton. Hanya pertandingan yang menarik saya mau nonton seperti pertandingan Marion Bartoli vs Shahar Peer dihari Jumat sore, kemudian Kimiko Date v Marion Bartoli dan final hari terakhir.
Ada kesibukan lainnya setelah mendengar kalau Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng mau hadir. Info datang dari Tanri Abeng yang juga hadir di Westin Resort bersama Nyoman W, Direktur Komersial TELKOM , Yudi Achmadi bersama Jimmy Sutjiawan salah satu rekanan Telkom didampingi petenis Husni Madjid. Persiapan tempat duduknya di VIP, sehingga belum sempat jalan jalan keluar Nusa Dua dihari Jumat maupun Sabtu. Tetapi akhirnya berita tidak bisa hadir, hanya Tanri Abeng, Nyoman, Yudi Achmadi ditambah salah satu Ketua DPP Partai Demokrat Dr Djaffar bersama istri , sayapun diminta tolong untuk diberikan tempat duduk di VIP. Semuanya itu sudah saya jalankan dengan baik.
Selasa, 10 November 2009
Cari Uang atau Prestasi
Jakarta,10 Nopember 2009. " Mau cari uang atau prestasi." ini pertanyaan muncul melihat gejala gejala petenis yunior mulai melirik ke turnamen nasional kelompok umum. Ini sah sah saja, menurut saya. Siapa saja berhak mau ikut turnamen kelompok umum yang menyediakan hadiah uang, asal usia sudah mencapai 14 tahun.
Oleh induk organisasi telah disiapkan sarana untuk peningkatan prestasi atlet dalam bentuk turnamen. Turnamen nasional maupun turnamen internasional. Disediakan turnamen internasional dengan tujuan agar atlet nasional bisa mengikutinya. Karena keterbatasan dana sehingga ada ketidak mampuan atlet untuk menikmati turnamen internasional di luar Indonesia. Sehingga keberadaan turnamen internasional di Tanah Air, tentunya diharapkan bisa diikuti oleh petenis nasional. Momen ini wajib dimanfaatkan.
Tetapi ada dua kejadian di tahun 2009 ini, saya mencatat dua kejadian dengan pelaku penyelenggara yang sama.
Dibulan Juni 2009 ada turnamen internasional Thamrin Cup dan Piala Kapolri yang waktu pelaksanaannya bersamaan. Dua turnamen yang satu yunior dan satu lagi kelompok umum yang menyediakan prize money yang menggiurkan. Penyelenggara tetap ngotot mempertahankan waktunya tidak mau diubah. Entah alasan apa yang digunakan oleh penyelenggara. Akibatnya banyak petenis yunior yang sudah terdaftar di Thamrin Cup melirik keberadaan Piala Kapolri, dengan mengabaikan aturan aturan internasional sehingga khususnya petenis putri ada yang membatalkan diri keikut sertaannya di Thamrin Cup. Akibatnya TDP Piala Kapolri khususnya putri tidak diakui oleh PP Pelti. Saya sendiri mendapatkan cemohan dari rekan Dali Safari sewaktu bertemu di rapat KONI Pusat. Kesannya Pelti tidak membantu mereka. Ada sponsor yang mau selenggarakan salah satu program PP Pelti kenapa tidak didukungnya.
Dimana letak kesalahannya, karena Piala Thamrin sudah terjadwal jauh jauh hari sedangkan Piala Kapolri sebagai TDP baru. Saya sendiri sewaktu memberikan Formulir Pendaftaran TDP kepada salah satu anggota Panpel Daryadi, sudah menyampaikan sebaiknya diundur karena ada TDP Thamrin Cup. Tanggapan yang diberikan adalah satu turnamen yunior dan satu lagi turnamen senior.
Kejadian ini terulang lagi dibulan Nopember ini. Karena ada turnamen internasional yunior pengganti Solo Open di Jakarta bertepatan waktunya dengan Piala Manggabarani yang menyediakan prize money Rp. 150 juta di Jakarta.
Saya mendapatkan laporan beberapa petenis yunior yang terdaftar di turnamen internasional yunior ikut juga mendaftar di Piala Manggabarani. Secara sepintas bukan masalah. Yang jadi masalah jika unggulan di internasional membatalkan diri mau ikuti turnamen kelompok umum . Ada aturan pembatalan sehingga otomatis akan kena penalti. Disamping itu pula, maksud ikuti turnamen internasional yunior adalah meningkatkan peringkat dunianya bisa tidak tercapai.
Dalam membina atlet tentunya semua itu harus berjenjang. Awalnya harus dari bawah, tanpa peringkat , berlomba lomba mengejar peringkat lebih tinggi. Bahkan seharusnya mengejar peringkat dunia lebih diutamakan. Jikalau peringkat dunia masih dibawah standar sebaiknya lebih utama ikuti turnamen yunior internasional. Kalau berlomba diturnamen kelompok umum, tentunya yang dikejar adalah prize moneynya. Disayangkan sekali ada turnamen internasional yang didambakan disepelekan karena ada aturan yang menyatakan tidak diperkenankan ikuti 2 turnamen dalam minggu yang sama.
Turnamen Merupakan Kebutuhan
Nusa Dua, 9 Nopember 2009. Selama berada di Nusa Dua, banyak ketemu rekan rekan tenis daerah yang ikut menyaksikan acara besar Sony Ericsson WTA Tour Commonwealth Bank Tournament of Champions 2009. Ketemu ketua Pengprov Pelti Bali Gede Nurjaya, Andre Kanginnadhi yang juga pengurus Pelti Bali, Chandra Widhiartha dari Singaraja.
Disamping itu juga berkenalan dengan rekan rekan yang baru pertama kali bertemu seperti Rai Arya.
Tetapi tidak lupa pula bertemu dengan Tanri Abeng bersama jajaran direksi Telkom seperti Nyoman W yang Direktur Komersial Telkom, bersama Judi Achmadi Deputy EGM Commerce TELKOM yang memanfaatkan bermain tenis di lapangan tenis Westin Hotel. Hanya karena saya tidak membawa sepatu tenis sehingga belum bisa bergabung bermain tenis.
Kesiapan saya juga menghadapi kemungkinan hadirnya Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI Andi Alfian Mallarangeng dimana harus berkoordinasi dengan penyelenggara. Tetapi kepastian kehadirannya baru diketahui Sbatu malam sehingga besoknya langsung beritahukan kepada Kevion Livesey dan Willy Walla.
Pertemuan dengan Alwi salah satu pelaku tenis di Denpasar yang berkeinginan kerjasama dengan dengan saya untuk selenggarakan turnamen nasional di Denpasar. Sayapun memberikan masukan masukan kepadanya untuk selenggarakan turnamen nasional dimasa mendatang.
Begitu juga pembicaraan dengan Pengprov Pelti Bali, masalah kegiatan turnamen di Bali masih terasa minim di Bali jika melihat potensi yang ada. Merekapun menyadari hal ini. Kelihataannya kesibukannya masing masing membuat hal ini belum terpikirkan dengan baik. "Saya siap membantu kegiatan ini di Bali." ujar saya menawarkan kepada mereka . Mereka sendiri menyadari kalau turnamen merupakan kebutuhan atlet tenis. ini.
Saya menerima telpon dari Surabaya, keluhan dari salah satu orangtua asal luar Surabaya. Mereka menyampaikan kekecewaannya terhadap pelaksanaan Widjojo Soejono Semen Gresik , karena diberitahukan kalau sign-in KU 10 dan 12 tahun baru dilakukan hari Kamis mendatang. Setelah saya jelaskan semuanya itu akhirnya mau mengerti. Ini salah satu kejadian dari setiap pelaksana TDP khususnya kelompok yunior. Pemberitahuan jadwal kegiatan seharusnya sudah disebar luaskan jauh jauh hari sebelumnya. Memang turnamen ini mempertandingkan kelompok internasional dan nasional. Jika yang internasional selalu telah disiapkan fact sheet sehingga sudah diketahui sebelumnya. Hal yang sama untuk KU 16 tahun dan 14 tahun,. Yang jadi masalah KU 12 tahun dan 10 tahun, dimana suka dilupakan dicantumkan dalam factsheet turnamen sehingga peserta sudah datang jauh jauh ternyata pertandingannya baru dilaksanakan hari Jumat.
Disamping itu juga berkenalan dengan rekan rekan yang baru pertama kali bertemu seperti Rai Arya.
Tetapi tidak lupa pula bertemu dengan Tanri Abeng bersama jajaran direksi Telkom seperti Nyoman W yang Direktur Komersial Telkom, bersama Judi Achmadi Deputy EGM Commerce TELKOM yang memanfaatkan bermain tenis di lapangan tenis Westin Hotel. Hanya karena saya tidak membawa sepatu tenis sehingga belum bisa bergabung bermain tenis.
Kesiapan saya juga menghadapi kemungkinan hadirnya Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI Andi Alfian Mallarangeng dimana harus berkoordinasi dengan penyelenggara. Tetapi kepastian kehadirannya baru diketahui Sbatu malam sehingga besoknya langsung beritahukan kepada Kevion Livesey dan Willy Walla.
Pertemuan dengan Alwi salah satu pelaku tenis di Denpasar yang berkeinginan kerjasama dengan dengan saya untuk selenggarakan turnamen nasional di Denpasar. Sayapun memberikan masukan masukan kepadanya untuk selenggarakan turnamen nasional dimasa mendatang.
Begitu juga pembicaraan dengan Pengprov Pelti Bali, masalah kegiatan turnamen di Bali masih terasa minim di Bali jika melihat potensi yang ada. Merekapun menyadari hal ini. Kelihataannya kesibukannya masing masing membuat hal ini belum terpikirkan dengan baik. "Saya siap membantu kegiatan ini di Bali." ujar saya menawarkan kepada mereka . Mereka sendiri menyadari kalau turnamen merupakan kebutuhan atlet tenis. ini.
Saya menerima telpon dari Surabaya, keluhan dari salah satu orangtua asal luar Surabaya. Mereka menyampaikan kekecewaannya terhadap pelaksanaan Widjojo Soejono Semen Gresik , karena diberitahukan kalau sign-in KU 10 dan 12 tahun baru dilakukan hari Kamis mendatang. Setelah saya jelaskan semuanya itu akhirnya mau mengerti. Ini salah satu kejadian dari setiap pelaksana TDP khususnya kelompok yunior. Pemberitahuan jadwal kegiatan seharusnya sudah disebar luaskan jauh jauh hari sebelumnya. Memang turnamen ini mempertandingkan kelompok internasional dan nasional. Jika yang internasional selalu telah disiapkan fact sheet sehingga sudah diketahui sebelumnya. Hal yang sama untuk KU 16 tahun dan 14 tahun,. Yang jadi masalah KU 12 tahun dan 10 tahun, dimana suka dilupakan dicantumkan dalam factsheet turnamen sehingga peserta sudah datang jauh jauh ternyata pertandingannya baru dilaksanakan hari Jumat.
Ditraktir oleh Ginting
Nusa Dua, 8 Nopember 2009. Mencari waktu yang tepat bersama istri keluar dari acara Commonwealth Bank Tournament of Champions baru bisa terlaksana pada Minggu pagi. Karena keponakan dari istri ada yang bertugas di Bali , maka ada keinginan untuk melihat dan bertemu.
Keponakan yang satu bertugas sebagai Pendeta di kota Negara, Jembrana dan yang satu lagi bekerja di Denpasar. Kedua keponakan ini kakak beradik putri dari Johannes Raintung , kakak dari istri saya.
Berangkat ke Denpasar untuk bertemu dengan salah satu keponakan yang bekerja di Denpasar Ade Raintung, bisa bertemu disalah satu restoran di Denpasar. Tiba direstoran tersebut ternyata Ade sedang bersama kakaknya Tya Raintung yang seorang pendeta GPIB.
Bertemu dengan kedua keponakan, yang sedang makan siang bersama sama. Ternyata Pendeta Tya Raintung sedang bersama keluarga lainnya ikut bersama sama makan siang. Ngobrol melepaskan kerinduan dengan kedua keponakan mulai dari keadaan keluarga di Semarang , Manado dan Jakarta.
Karena waktu sangat singkat, saya harus kembali ke Nusa Dua karena acara pertandingan final mulai pukul 14.30 sedangkan saya mengatur tiket VIP yang datang bersama dengan Tanri Abeng mantan Ketua Umum PB Pelti . Akhirnya harus meninggalkan restoran tersebut untuk ke Nusa Dua.
Begitu mau membayar makan siang tersebut, ternyata sudah dibayar oleh teman teman dari Pendeta Tya Raintung. Sehingga sayapun hanya bisa menyampaikan terima kasih. Yang membayar adalah Nyonya Ginting yang datang bersama kedua putra putranya. Nyonya Ginting yang sudah ditinggalkan suaminya karena telah dipanggil Tuhan , berdomisili di Denpasar." Nanti di Jakarta saja Om yang traktir." begitulah candanya kepada saya
Keponakan yang satu bertugas sebagai Pendeta di kota Negara, Jembrana dan yang satu lagi bekerja di Denpasar. Kedua keponakan ini kakak beradik putri dari Johannes Raintung , kakak dari istri saya.
Berangkat ke Denpasar untuk bertemu dengan salah satu keponakan yang bekerja di Denpasar Ade Raintung, bisa bertemu disalah satu restoran di Denpasar. Tiba direstoran tersebut ternyata Ade sedang bersama kakaknya Tya Raintung yang seorang pendeta GPIB.
Bertemu dengan kedua keponakan, yang sedang makan siang bersama sama. Ternyata Pendeta Tya Raintung sedang bersama keluarga lainnya ikut bersama sama makan siang. Ngobrol melepaskan kerinduan dengan kedua keponakan mulai dari keadaan keluarga di Semarang , Manado dan Jakarta.
Karena waktu sangat singkat, saya harus kembali ke Nusa Dua karena acara pertandingan final mulai pukul 14.30 sedangkan saya mengatur tiket VIP yang datang bersama dengan Tanri Abeng mantan Ketua Umum PB Pelti . Akhirnya harus meninggalkan restoran tersebut untuk ke Nusa Dua.
Begitu mau membayar makan siang tersebut, ternyata sudah dibayar oleh teman teman dari Pendeta Tya Raintung. Sehingga sayapun hanya bisa menyampaikan terima kasih. Yang membayar adalah Nyonya Ginting yang datang bersama kedua putra putranya. Nyonya Ginting yang sudah ditinggalkan suaminya karena telah dipanggil Tuhan , berdomisili di Denpasar." Nanti di Jakarta saja Om yang traktir." begitulah candanya kepada saya
Senin, 09 November 2009
Cipika Cipiki dengan CEO Sony Ericsson WTA Tour
Nusa Dua, 8 Nopember 2009. Bertemu pertama kali dengan Ms Stacey Allaster Chairman & CEO Sony Ericsson WTA Tour di Gala Dinner malam ini di Karangasem Room Hotel Grand Hyatt cukup menyenangkan. Diperkenalkan oleh Kevin Licesey selaku Direktur Turnamen Commonwealth Bank Tournament of Champions 2009 didepan Willy Walla selaku Chairman turnamen dan Barry Woods salah satu penulis tenis terkenal asal London yang bedomisili di Bangkok dalam beberapa tahun terakhir. Bersalaman dengan Stacey Allaster langsung cipika cipiki seperti teman lama saja, padahal baru pertama kali bertemu. Minggu lalu saya sempat bertemu dengan Presdient Sony Ericsson WTA-Tour David Shoemaker di Jakarta.
"Terima kasih banyak telah membantu kami." ujarnya kepada saya setelah mendapatkan penjelasan dari Kevin.
Didalam pembicaraan malam ini saya sempat menyinggung masalah jadwal turnamen ini sangat kurang tepat karena bertepatan dengan jadwal Fed Cup, sehingga USA tidak diperkuat oleh Williams Bersaudara. " Memang akan dibicarakan oleh WTA-Tour masalah penjadwalan ulang ditahun 2010." ujarnya.
Gala Dinner malam ini cukup mendapatkan perhatian dengan 12 peserta yang ikut berbusana beda dengan sehari hari dilapangan. Cukup cantik cantik dengan gaun malamnya. Diiringi oleh band setempat malam ini pula disertai acara lelang beberapa barang olahraga seperri gaunnya Maria Sharapova, sepatu tenis NIKE Serena Williams dan Venus Williams, sepatu tenis Adidas Kimiko Date Krumm, porselin vas dengan tanda tangan peserta turnamen.
Malam ini yang menarik perhatian adalah Kimiko Date-Krumm, tampil cantik sekali dengan penampilannya. Banyak permintaan foto bersama oleh masyarakat tenis yang hadir malam ini. Acara dimulai dengan minum diluar ruangan sambil berdiri ngobrol, kemudian 30 menit kemudian langsung diminta memasuki ruangan untuk acara gala dinner dimulai.
Acara barus elesai pukul 23.00, langsung kembali ke hotel Westin di Nusa Dua.
"Terima kasih banyak telah membantu kami." ujarnya kepada saya setelah mendapatkan penjelasan dari Kevin.
Didalam pembicaraan malam ini saya sempat menyinggung masalah jadwal turnamen ini sangat kurang tepat karena bertepatan dengan jadwal Fed Cup, sehingga USA tidak diperkuat oleh Williams Bersaudara. " Memang akan dibicarakan oleh WTA-Tour masalah penjadwalan ulang ditahun 2010." ujarnya.
Gala Dinner malam ini cukup mendapatkan perhatian dengan 12 peserta yang ikut berbusana beda dengan sehari hari dilapangan. Cukup cantik cantik dengan gaun malamnya. Diiringi oleh band setempat malam ini pula disertai acara lelang beberapa barang olahraga seperri gaunnya Maria Sharapova, sepatu tenis NIKE Serena Williams dan Venus Williams, sepatu tenis Adidas Kimiko Date Krumm, porselin vas dengan tanda tangan peserta turnamen.
Malam ini yang menarik perhatian adalah Kimiko Date-Krumm, tampil cantik sekali dengan penampilannya. Banyak permintaan foto bersama oleh masyarakat tenis yang hadir malam ini. Acara dimulai dengan minum diluar ruangan sambil berdiri ngobrol, kemudian 30 menit kemudian langsung diminta memasuki ruangan untuk acara gala dinner dimulai.
Acara barus elesai pukul 23.00, langsung kembali ke hotel Westin di Nusa Dua.
Sabtu, 07 November 2009
Ke Nusa Dua Nonton Tenis Commonwealth Bank
Nusa Dua, 6 Nopember 2009. Tiba dengan selamat di Bandara Ngurah Rai Bali bersama istri untuk menyaksikan turnamen tenis Commonwealth Bank Tournament of Champions 2009 yang berlangsung di Convention Center Westin Resort Nusa Dua Bali. Kegiatan ini hampir setiap tahun saya menyempatkan diri hadir menyaksikan adu kekuatan petenis putri yang cantik cantik di lapangan tenis. Hanya tahun ini tempatnya berbeda di dalam ruangan (indoor) sedangkan sebelumnya di lapangan terbuka (outdor). Biasanya dilaksanakan di Grand Hyatt Nusa Dua Bali.
Turnamen ini awalnya berjudul Wismilak International yang berjalan selama 10 tahun kemudian limatahun silam menjadi Commonwealth Bank Tournament.
Kehadiran kali ini dianggap istimewa, saya mendapatkan undangan khusus selayaknya tamu istimewa bagi penyelenggara. Biasanya setiap tahun Pelti mendapatkan jatah tiket menonton dari awal, dimana saya selama ini hanya menyempatkan diri di semifinal dan final saja bisa hadir. Dan sudah 3 kali saya mendapatkan hadiah dari Wismilak karena berhasil menang di turnamen Wismilak Nostalgia yang biasanya dilaksanakan bulan Agustus. Hadiahnya berupa tiket nonton dan pesawat dari Jakarta ke Bali pp berdua dan menginap di Grand Hyatt Hotel.Semenjak mendapatkan sponsor utama Commonwealth Bank, Pelti tetap diberikan jatah untuk menontonnya. Tetapi tidak mendapatkan fasilitas akomodasi yang menjadi tanggungan sendiri.
Kali ini saya menjadi tamu istimewa, karena diberikan fasilitas akomodasi dan penjemputan di bandara, dan tempat duduk special di tempat VVIP. Selama ini tiket menonton seperti penontona lainnya yaitu disis samping lapangan. Ini kejadian aneh tetapi tentunya ada alasannya sehingga mendapatkan perlakuan khusus.
Dua-tiga minggu lalu saya sibuk membantu penyelenggara dengan bolak balik ke kantor Imigrasi di Rasuna Said. Untuk membantu pengurusan Visa atlet peserta. Keberhasilan ini mendapatkan apresiasi dari Kevin Livesey selaku Direktur Turnamen dan Willy Walla yang pertama kali merintis turnamen ini di Indonesia, sehingga diberikan undangan khusus. Terima kasih banyak Willy Walla dan Kevn Livesey.
Selama pengurusan visa ini saya banyak berbohong kepada rekan rekan di Jakarta khususnya kepada media massa, karena sangat kuatir akan muncul hal hal yang mengganggu jalannya pertandingan. Tetapi kebohongan yang saya lakukan saya komunikasikan dengan Martina Widjaja juga. Bahkan Presiden WTA-Tour David Shoemaker sendiri turun tangan berkomunikasi dengan saya. Memonitor bertemu di Jakarta maupun dengan telpon seluler. Hal yang sama dengan Willy Walla maupun Kevin Livesey.
Setelah check-n langsung menuju gedung convention center disamping hotel melihat pertandingan Marion Bertoli melawan Shahar Peer.
Kesibukan berikutnya adalah memantau rencana kedatangan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng yang disampaikan oleh Tanri Abeng akan hadir di Nusa Dua. Ketemu dengan Kevin Livesey dikantornya, begitu juga istri Kevin yatu Ani. Ungkapan terima kasih bertubi tubi diberikan keduanya kepada saya. Apa yang saya sampaikan adalah semua ini saya lakuka untuk tenis. "That's all"
Turnamen ini awalnya berjudul Wismilak International yang berjalan selama 10 tahun kemudian limatahun silam menjadi Commonwealth Bank Tournament.
Kehadiran kali ini dianggap istimewa, saya mendapatkan undangan khusus selayaknya tamu istimewa bagi penyelenggara. Biasanya setiap tahun Pelti mendapatkan jatah tiket menonton dari awal, dimana saya selama ini hanya menyempatkan diri di semifinal dan final saja bisa hadir. Dan sudah 3 kali saya mendapatkan hadiah dari Wismilak karena berhasil menang di turnamen Wismilak Nostalgia yang biasanya dilaksanakan bulan Agustus. Hadiahnya berupa tiket nonton dan pesawat dari Jakarta ke Bali pp berdua dan menginap di Grand Hyatt Hotel.Semenjak mendapatkan sponsor utama Commonwealth Bank, Pelti tetap diberikan jatah untuk menontonnya. Tetapi tidak mendapatkan fasilitas akomodasi yang menjadi tanggungan sendiri.
Kali ini saya menjadi tamu istimewa, karena diberikan fasilitas akomodasi dan penjemputan di bandara, dan tempat duduk special di tempat VVIP. Selama ini tiket menonton seperti penontona lainnya yaitu disis samping lapangan. Ini kejadian aneh tetapi tentunya ada alasannya sehingga mendapatkan perlakuan khusus.
Dua-tiga minggu lalu saya sibuk membantu penyelenggara dengan bolak balik ke kantor Imigrasi di Rasuna Said. Untuk membantu pengurusan Visa atlet peserta. Keberhasilan ini mendapatkan apresiasi dari Kevin Livesey selaku Direktur Turnamen dan Willy Walla yang pertama kali merintis turnamen ini di Indonesia, sehingga diberikan undangan khusus. Terima kasih banyak Willy Walla dan Kevn Livesey.
Selama pengurusan visa ini saya banyak berbohong kepada rekan rekan di Jakarta khususnya kepada media massa, karena sangat kuatir akan muncul hal hal yang mengganggu jalannya pertandingan. Tetapi kebohongan yang saya lakukan saya komunikasikan dengan Martina Widjaja juga. Bahkan Presiden WTA-Tour David Shoemaker sendiri turun tangan berkomunikasi dengan saya. Memonitor bertemu di Jakarta maupun dengan telpon seluler. Hal yang sama dengan Willy Walla maupun Kevin Livesey.
Setelah check-n langsung menuju gedung convention center disamping hotel melihat pertandingan Marion Bertoli melawan Shahar Peer.
Kesibukan berikutnya adalah memantau rencana kedatangan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng yang disampaikan oleh Tanri Abeng akan hadir di Nusa Dua. Ketemu dengan Kevin Livesey dikantornya, begitu juga istri Kevin yatu Ani. Ungkapan terima kasih bertubi tubi diberikan keduanya kepada saya. Apa yang saya sampaikan adalah semua ini saya lakuka untuk tenis. "That's all"
Senin, 02 November 2009
Keinginan Daerah Adakan TDP
Jakarta, 1 Nopember 2009. Keinginan meningkatkan kegiatan khususnya turnamen ternyata sudah mendapatkan respons cukup besar. Yang jadi masalah nagi masyarakat tenis di daerah adalah ketidak tahuan dari mana mau mulai. Hal ini saya sadari maka sayapun harus berperan aktip atau istilah lainnya adalah menjemput bola ke masyarakat tenis didaerah daerah.
Sayapun langsung kirimkan SMS merupakan jalan pintas yang saya anggap cukup efektip. Kirimkan SMS ke Gorontalo, Palu, Pontianak, Bogor, Sumatra Barat, Medan dan beberapa kota lainnya yang ada nomernya di telpon seluler saya.
Respons juga datang baik langsung berkomunikasi dengan telpon bahkan ada yang datang ke Senayan. Salah satunya datang dari Tuban, rekan dr. Hari Wahyono rekan alumnus FK Unair Surabaya. Kedatangannya tidak saya duga, dan saya pernah bertemu 6 tahun silam di Surabaya saat saya sebagai penyelenggara turnamen antar dokter.
Tuban berkeinginan selenggarakan turnamen Veteran dan kelompok umum, tetapi saya lebih cenderung ke yunior. Dr. Hari Wahyono yang peduli dengan tenis bukan anggota Pengkab Pelti Tuban tetapi mau peduli dengan tenis sudah merupakan aset bagi pertenisan kita. Direncanakan ada turnamen veteran dan kelompok umum dibulan Januari 2010.
Begitu juga saya kedatangan tamu dari Pariaman Sumatra Barat. Ir. Fitrias Bakar bersama kedua rekannya. Bertemu dan menyampaikan keinginanmemajukan daerahnya yang barusan kena gempa. "Kami sekarang duduk di KONI Kabupaten Pariaman." ujarnya.
Diceritakan saat ini punya 60 petenis yunior yang ditampung oleh klubnya yang dibentuk sebagai kecintaan terhadap prestasi pemuda dan pemudi di Pariaman. Kegiatan Persami sudah merupakan agenda setaiap 3 bulan dilaksanakan di Pariaman . Pembicaraan cukup hangat karena saya bersama mereka mempunyai visi kedepan yang sama. Sama sama "gila" tenis, begitulah istilah yang tepat. "Ini yang dibutuhkan oleh tenis kita." ujar saya kepada mereka. Pertemuan dilanjutkan dengan foto bersama didepan kantor PP Pelti Senayan.
Ketua Pelti Bogor Dr. Purnomopun menyambut baik SMS saya dan bahkan berkeinginan bertemu untuk merealiser keinginan agar Bogor punya Turnamen nasional. Direncana secepatnya saya ketemu dengan dr.Purnomo di Bogor. Ya, sayapun ingin sekali agar keinginan pelaku pelaku tenis didaerah bisa terealiser . Semoga !
Pelanggaran Code of Conduct di Mini Tenis
Jakarta, 31 Oktober 2009. Menyaksikan pertandingan mini tenis dalam rangka Festival Sport Menpora di halaman kantor Mengepora Jakarta, ada beberapa kejadian yang sudah harus mendapatkan perhatian khusus bagi orangtua, pelatih dan pelaksana pertandingan. Saya melihat anak anak usia 8 tahun bertanding cukup mengasyikkan sekali karena terjadi adu reli reli panjang yang jarang sekali bisa didapatkan diturnamen kelompok umur. Dengan gunakan raket plastik dengan bola lebih ringan dan ukuran lapangan cukup kecil sehingga tidak ada kesulitan bagi anak anak usia 8 athun ini bisa bermain tenis.
Kejadian yang sudah perlu mendapatkan perhatian adalah dua atau tiga atlit dalam pertandingan sering keluarkan yel yel sendiri yang sebenarnya positip untuk dirinya tetapi akhirnya sudah menjurus mengganggu konsentrasi lawannya. Andaikan dilakukan untuk menaikkan semangatnya , itu bukan masalah, tetapi sejak mulai menunjukkan suatu tindakan provokasi langsung kepada lawannya, ini sudah melanggar ketentuan yang ada di pertandingan tenis. Ini terdapat dalam Code of Conduct, yaituUnsportsmanlike conduct. Disebutkan kalau setiap petenis dalam bertanding selalu harus berlaku sportip. "Players shall at all times conduct themselves in a sportmanlke manner and give due regard to the authority of officials and the rights of opponents, spectators and others." Ini cukup jelas aturan ini yang berlaku mulai dari pemain sudah masuk lapangan melakukan pemanasan sampai dengan pertandingan selesai dan pemain meninggalkan lapangan.
Ada dugaan cara cara ini dianjurkan oleh pelatih dari atlet tersebut. Andaikan ini benar tentunya sangat disayangkan sekali. Memang dimaklumi cara ini dengan menteror langsung bisa membuat mental lawannya anjlog. Tetapi disayangkan sekali cara cara ini diterapkan kepada anak anak usia dini, yang sudah jelas melanggar aturan aray code of conduct.
Bagaimana seharusnya dilakukan sebagai tindakan preventive. Yaitu mulai kepada orangtua dan juga pelatih harus diberitahukan atas tindakan seperti ini tidak diperkenankan di pertenisan. Begitu juga para wasit sudah harus mengetahui pelanggaran tersebut. Hanya bedanya untuk menegurnya secara baik baik sehingga anak anak bisa mengertinya.
Trend ini sangat berbahaya sekali kalai tidak segera diambil tindakan segera, jangan sampai terlambat !
Langganan:
Postingan (Atom)